Ads

Minggu, 20 Maret 2016

Kisah si Bangau Merah Jilid 019

Yo Han merasa betapa hawa panas dari tangan kakek itu memasuki tubuhnya seperti meraba-raba di bagian dalam tubuhnya, memasuki kepalanya, berputar-putaran, lalu ke dadanya, juga berputar-putar kemudian turun ke arah pusarnya.

Tiba-tiba, ketika hawa panas yang dapat bergerak-gerak itu memasuki rongga bawah pusarnya, hawa panas itu meluncur keluar dan kakek itu pun terlempar sampai ke atas lantai di bawah dipan! Kakek itu meloncat bangun, terbelalak memandang kepada Yo Han yang kini tiba-tiba mampu bergerak lagi, dan kakek itu berseru dengan penuh takjub.

“Wah-wah-wah, apa ini? Apa-apaan ini? Sungguh mati, selama hidupku belum pernah aku melihat yang begini! Hei, Yo Han! Pernahkah engkau belajar ilmu dan menjadi murid orang-orang pandai?”

Yo Han cemberut.
“Locianpwe, aku tahu bahwa Locianpwe adalah seorang tua yang berilmu tinggi. Aku menghormatimu karena kepandaianmu dan karena ketuaanmu. Akan tetapi apa yang kau lakukan terhadap aku yang muda? Biarpun aku pernah menjadi murid orang pandai, akan tetapi kalau Locianpwe mengira bahwa aku pernah mempelajari ilmu silat atau ilmu kekerasan lain lagi, Locianpwe keliru. Aku tidak pernah belajar silat!”

“Tapi.... tapi.... dari pusat tenaga di bawah pusarmu terdapat tenaga yang amat dahsyat!”

“Aku tidak tahu, Locianpwe. Apakah anehnya hal itu? Yang menghidupkan manusia adalah kekuasaan Tuhan, dan siapa dapat mengukur kekuatan dari kekuasaan Tuhan? Kekuatan yang mampu menggerakkan bintang dan bulan, mampu menciptakan segala sesuatu di alam maya pada ini? Apa anehnya kalau hanya kekuatan secuil di dalam tubuhku ini?”

“Wahhh! Luar biasa! Memang engkau anak luar biasa, Engkaulah yang telah lama kutunggu, telah lama kurindukan! Engkaulah yang pantas menjadi muridku, engkau yang pantas menjadi orang yang kelak akan mengangkat nama Thian-li-pang, yang akan membersihkan nama Thian-li-pang dan mengharumkan kembali namanya. Ha-ha-ha-heh-heh!”

“Locianpwe, aku pernah membaca pengalaman orang bijaksana jaman dahulu bahwa yang dirindukan itu akhirnya menjadi yang mengecewakan! Kalau yang dirindukan itu kesenangan, maka yang merindukan adalah nafsu pikiran dan di samping kesenangan tentu muncul kesusahan, di balik kepuasan bersembunyi kekecewaan. Menurut pengalaman para suci, hanya yang dirindukan jiwa sajalah yang berharga dan benar.”

Kakek itu terbelalak, lalu terkekeh.
“Heh-heh-heh, kalau tidak melihat bahwa engkau ini seorang bocah, tentu aku mengira yang bicara ini seorang pendeta! Ha-ha-ha! Yo Han, apa itu yang dirindukan jiwa?”

“Apa yang dirindukan setiap tetes air kalau bukan samudera, kembali ke asalnya dan bersatu dengan samudera? Apa yang dirindukan oleh bunga api kalau bukan kepada api yang menjadi pusatnya? Demikianlah yang kubaca. Hanya persatuan, dengan sumber inilah yang akan membahagiakan hidup, Locianpwe, bukan segala kesenangan memuaskan nafsu. Apakah Locianpwe tidak rindu kepada Tuhan?”

“Kepada Tuhan?” kakek itu memandang heran.

“Tentu saja. Bukankah yang dimaksudkan dengan sumber itu adalah Tuhan Yang Maha Kuasa? Bukankah segala sesuatu datang dari padaNya dan sepatutnya kembali kepadaNya?”

“Wah-wah-wah....! Engkau ini siapa sih?” katanya setengah berkelakar.

Akan tetapi Yo Han kini turun dari dipan itu, berdiri tegak dan dengan lantang berkata,
“Aku ini seorang anak manusia seperti juga Locianpwe. Aku ini setetes air seperti Locianpwe, yang selalu merindukan samudera!”






“Hahhh?”

Kakek itu kini benar-benar tertegun dan termenung. Dia membayangkan tetes-tetes air yang datang dari samudera melalui hujan. Semua air itu berasal dari samudera, akan tetapi setelah terbawa awan dan diturunkan ke bumi sebagai tetes-tetes air, harus mengalami banyak penderitaan dan kesukaran masing-masing sebelum dapat kembali ke samudera, tempat asalnya atau sumbernya. Lika-liku perjalanan tiap tetes air tidaklah sama. Ada yang dapat lancar kembali ke samudra, ada yang harus melalui pencomberan, lumpur dan kotoran. Akan tetapi, semua tetes air itu kalau akhirnya kembali ke samudra, akan menjadi satu dengan samudra dan tidak ada lagi perbedaan diantara mereka.

“Yo Han, engkau memang bocah ajaib dan aku girang sekali bisa mendapatkan engkau sebagai muridku.”

“Locianpwe ingin menjadi guruku, akan tetapi tidak pernah bertanya apakah aku suka menjadi muridmu.”

“Ehh? Hah? Manusia mana tidak suka manjadi murid Thian-te Tok-ong? Bahkan anak Kaisar pun akan suka sekali menjadi muridku!”

“Akan tetapi aku bukan anak Kaisar dan sebelum aku mengatakan suka atau tidak, aku ingin dulu mengetahui, kalau Locianpwe menjadi guruku, Locianpwe akan mengajarkan apakah kepadaku?”

“Ha-ha-ha, apa saja yang kau ingin pelajari!” Kakek ini memang cerdik sekali.

Dia tahu bahwa seorang anak seperti Yo Han memiliki keteguhan hati dan tidak mengenal takut. Maka dia harus tahu dulu apa yang diinginkan dan tidak diinginkan anak ini sebelum menjawab agar dia tidak sampai bertumbuk keinginan dengan anak luar biasa ini.

“Segala macam ilmu baik untuk dipelajari dan aku suka mempelajarinya, Locianpwe, kecuali satu, yaitu ilmu silat. Aku tidak suka berlatih ilmu silat”

Kalau tidak cerdik sekali, tentu Thian-te Tok-ong sudah terkejut mendengar ucapan itu.
Dia ingin mengambil anak luar biasa menjadi muridnya untuk mewariskan seluruh ilmu silatnya dan mendidik murid itu menjadi calon pemimpin Thian-li-pang yang pandai dan yang akan mengangkat nama Thian-li-pang, dan sekarang, anak yang dipilih itu terang-terangan mengatakan bahwa dia suka mempelajari ilmu apa saja kecuali ilmu silat!

“Heh-heh-heh, bagus! Engkau jujur sekali! Nah, tidak ada orang membenci sesuatu tanpa alasan tertentu. Kenapa engkau tidak suka berlatih ilmu silat, Yo Han?”

“Aku tidak membenci sesuatu, Locianpwe. Hanya aku tidak mau mempelajari ilmu silat karena aku melihat kenyataan betapa ilmu itu mengandung kekerasan, bersifat merusak dan hanya mendatangkan permusuhan dan pertentangan saja dalam kehidupan ini.”

“Heh-heh-heh, cocok! Cocok dengan aku, Yo Han. Tidak, aku tidak mengajarkan ilmu silat kepadamu, hanya akan mengajarkan ilmu tari dan senam olah raga untuk membuat tubuhmu sehat. Bagaimana?”

Yo Han mengamati wajah yang kecil itu.
“Tidak mengajarkan cara memukul dan menendang orang, bahkan membunuh?”

“Ho-ho-ho, sama sekali tidak! Memang kau pikir aku ingin melihat engkau menjadi algojo? Aku suka kepadamu, maka aku ingin melihat engkau sehat lahir batin, dan pandai menari indah!”

Yo Han tersenyum.
“Baiklah, kalau begitu aku suka menjadi muridmu.” Dan anak ini lalu menjatuhkan diri berlutut. “Aku akan belajar dengan rajin, Suhu, dan akan melayani Suhu di sini.”

“Ha-ha-ha, bagus, bagus, muridku. Yo Han, hari ini merupakan hari paling bahagia untukku!”

Mulai hari itu, Yo Han tinggal di dalam guha bersama gurunya. Ternyata untuk mereka telah dikirim makanan dari luar sehingga Yo Han tidak perlu lagi mencarikan makanan untuk gurunya. Dan mulailah Thian-te Tok-ong mengajarkan “tari” dan “senam” kepada Yo Han. Memang kakek ini pandai sekali. Ilmu silat memang mengandung tiga unsur, yaitu pertama tentu saja ilmu bela diri, ke dua ilmu tari dan ke tiga ilmu senam kesehatan, kesehatan lahir batin.

Dia mengajarkan kepada Yo Han gerakan semua binatang yang ada di dunia ini yang dinamakannya Tarian Harimau, Tarian Naga, Tarian Burung, Tarian Monyet dan sebagainya. Padahal, dalam gerak tari ini terkandung ilmu silat yang dahsyat.

Yo Han melatih diri dengan “tari-tarian” itu, dan tanpa disadarinya sendiri dia telah menggembleng diri dengan ilmu silat yang tinggi. Dan dalam latihan ini, otomatis ilmu-ilmu silat yang pernah dia pelajari secara teoritis tanpa disengaja keluar dan terkandung dalam gerak “tariannya”.

Kurang lebih seminggu setelah dia berada di dalam guha itu, pada suatu malam Yo Han dikejutkan oleh suara yang menyayat jantung, suara mengerikan yang merupakan semacam lolong atau lengking memanjang. Bukan lolong anjing, dan tidak mirip suara manusia, namun dalam lengking itu terkandung semua perasaan duka dan derita yang amat hebat! Seperti tangis bukan tangis, seperti tawa bukan tawa, namun dia yang tidak pernah merasa takut itu sempat terbelalak dan merasa betapa tengkuknya dingin sekali.

Dia segera lari ke kamar Thian-te Tok-ong yang sedang bersamadhi, menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu.

“Suhu, suara apakah yang terdengar dari arah belakang itu?” tanyanya kepada kakek itu yang sudah membuka matanya ketika dia berlutut,

“Heh-heh, engkau mendengar juga, Yo Han? jangan pedulikan. Suara itu sudah sejak lima tahun ini kadang terdengar, keluar dari dalam sumur bawah tanah di ujung belakang terowongan ini.”

“Tapi.... suara apakah itu, Suhu?”

Thian-te Tok-ong menghela napas panjang.
“Kelak engkau akan dapat mengetahuinya sendiri. Agar engkau tidak menjadi penasaran, baik engkau ketahui saja bahwa sumur itu merupakan tempat hukuman bagi seorang manusia iblis yang amat berbahaya. Dan mulai sekarang, setiap hari dua kali biar engkau mewakili aku menurunkan makanan ke bawah sana. Setiap kita mendapat kiriman makanan dan minuman, tentu ada sebungkus untuk dia dan biasanya kulemparkan saja ke dalam sumur.”

“Tapi, siapa dia, Suhu? Dan siapa pula yang menghukumnya? Dan mengapa pula dia dihukum?”

“Panjang ceritanya dan engkau tidak perlu tahu. Yang penting kau ketahui, orang itu seperti iblis atau seperti gila, dengan kepandaian yang dahsyat dan tak seorang pun mampu menandinginya. Orang lain tidak mungkin dapat menuruni sumur itu, dan andaikata ada yang dapat turun pun tentu akan mati konyol oleh manusia iblis itu. Sudahlah, itu bukan urusanmu, tidak perlu engkau mencampuri. Merupakan urusan rahasia dan pribadi dari Thian-li-pang. Mengerti?”

Yo Han mengangguk dan menunduk. Hatinya penuh perasaan iba kepada orang hukuman yang disebut manusia Iblis itu. Akan tetapi suara itu sudah lenyap lagi dan sejak hari itu, dialah yang setiap hari dua kali mengirim sebungkus makanan ke sumur itu.

Sumur itu kecil saja, bergaris tengah satu meter, akan tetapi amat dalam. Ketika dia mencoba untuk menjenguk ke dalam, yang nampak hanya kehitaman belaka, hitam pekat dan gelap sekali. Pernah dia mencoba untuk memanggil-manggil dengan sebutan “locianpwe” beberapa kali, namun selalu tidak ada jawaban.

Menurut pesan Thian-te Tok-ong, dia harus melemparkan begitu saja bungkusan makanan ke dalam sumur. Karena merasa kasihan dan tidak ingin makanan itu rusak kalau jatuh ke dasar sumur, pernah Yo Han mengikatnya dengan tali dan mengereknya turun. Akan tetapi belum juga dua meter tali yang ujungnya mengikat buntelan itu turun, tiba-tiba tali itu putus dan makanan itu pun jatuh ke bawah seperti kalau dia lemparkan!

Terdorong oleh rasa iba kepada orang hukuman itu, pernah Yo Han mencoba untuk mengukur dalamnya sumur, menggunakan tali panjang. Akan tetapi seperti juga ketika mencoba mengerek bungkusan makanan ke bawah, tiba-tiba tali itu putus tanpa sebab!
Dia pun dapat menduga bahwa siapa pun orangnya yang berada di bawah, gila atau tidak, manusia atau iblis, tentu memiliki ilmu yang hebat sehingga entah dengan cara apa, tali yang diturunkan tentu akan putus seperti digunting!

Karena tidak mungkin baginya untuk turun ke sumur, juga kini tidak pernah lagi ada suara mengerikan itu, akhirnya Yo Han menganggap hal itu biasa dan setiap hari mengirim makanan dengan melemparkannya ke sumur. Dan dia mulai merasa senang di situ karena Thian-te Tok-ong memegang janjinya, mengajarkan “tari-tarian” yang dianggapnya amat indah. Juga kakek itu mendatangkan banyak kitab dari luar sehingga di waktu senggang, Yo Han dapat memuaskan selera bacanya yang tak kenal bosan.

Segala macam kitab dilahapnya dan di dalam kitab ini dia berkenalan dengan para pahlawan dan para pendekar, juga riwayat partai-partai besar di dunia persilatan. Akan tetapi, gurunya tidak perah mengajaknya bicara tentang dunia persilatan, tidak pernah pula bicara tentang ilmu silat.

**** 019 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA

 Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
 Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
 Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
 Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
 Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
 Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
 Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
 Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
 Taj Mahal
Taj Mahal India
 Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
 Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
 Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
 Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
 Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
 Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
 Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
 Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
 Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
 Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
 Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
 Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
 Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================
 Selat Drake Antartika Amerika

 Taman Nasional Ala Archa Kirgistan

 Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika