Ads

Selasa, 22 Maret 2016

Kisah si Bangau Merah Jilid 022

Bukan main girangnya hati Hong Li dan Sin Hong. Tanpa banyak cakap lagi mereka lalu mengantar tamu itu memasuki kamar di mana Kao Cin Liong dan Suma Hui rebah. Sian Li mengikuti dari belakang.

Kakek itu menurunkan keranjang obat dan tongkatnya yang cepat disimpan oleh Sian Li ke sudut ruangan, kemudian dia menghampiri Kao Cin Liong, memeriksa denyut nadinya sebentar, kemudian memeriksa keadaan Suma Hui. Dia mengangguk-angguk.

“Kabarnya yang menyerang orang-orang Bu-tong-pai?” Tanyanya kepada Sin Hong.

“Begitulah menurut pengakuan mendiang Thian Kwan Hwesio yang malam tadi dikejar oleh mereka sampai ke sini. Agaknya hwesio itu hendak minta bantuan Ayah dan Ibu yang sudah menjadi sahabat baik,” kata Sin Hong.

Yok-sian Lo-kai mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala.
“Pukulan pada punggung Kao-taihiap ini adalah pukulan yang mengandung Hek-coa-tok (Racun Ular Hitam), agaknya tidak mungkin orang Bu-tong-pai, apalagi yang sudah tinggi tingkatnya menggunakan pukulan keji macam itu. Juga jarum yang memasuki leher Suma Lihiap itu merupakan senjata rahasia yang biasa dipergunakan orang-orang golongan hitam. Sebaiknya kucoba mengeluarkan jarum-jarum itu lebih dulu, karena kalau dibiarkan terlalu lama, akan berbahaya. Tan Taihiap, engkau memiliki kekuatan sin-kang yang besar, marilah kau bantu aku. Kau tempelkan telapak tanganmu ke luka di luka di tengkuk dan menggunakan sin-kang untuk menyedot, aku akan menggunakan totokan dan urutan untuk mendorong keluar jarum-jarum itu. Jangan terlampau kuat agar tidak merusak jalan darah. Kalau telapak tanganmu sudah merasakan gagang jarum tersembul, hentikan.”

Lalu dia menoleh kepada Hong Li dan berkata,
“Lihiap, harap kau rebus sebutir telur, kalau sudah matang, bawa ke sini putihnya saja.”

Hong Li meninggalkan kamar itu untuk pergi ke dapur sedangkan Sin Hong lalu duduk bersila di atas pembaringan, lalu menempelkan tangan kanan ke tengkuk yang terluka jarum, mengerahkan sin-kang menyedot. Kakek itu sendiri duduk di tepi pembaringan jari tangan menotok di sekitar pundak dan tengkuk, lalu mengurut tengkuk itu sambil mengerahkan sin-kang pula. Sian Li yang duduk di atas kursi, diam saja dan memandang penuh perhatian.

Tak lama kemudian, Sin Hong merasakan dua batang jarum tersembul menyentuh telapak tangannya. Dia memberi tanda dan Yok-sian Lo-kai menghentikan urutan jari tangannya.

Setelah Sin Hong melepaskan tangannya, nampak gagang dua batang jarum tersembul dan kakek itu lalu mencabutnya. Bekas luka itu nampak hijau kehitaman dan pada saat itu, Kao Hong Li sudah datang membawa putih telur yang sudah dimasak. Yok-sian Lo-kai lalu mencampuri putih telur itu dengan obat bubuk, memupukkan campuran ini di atas dua lubang kecil bekas jarum, lalu membalutnya.

“Dalam waktu satu jam, obat itu boleh diambil dan semua racun sudah akan dihisap keluar,” katanya dan kini dia mulai mengobati Kao Cin Liong yang masih pingsan.

Luka senjata tajam pada punggung Suma Hui tidak berbahaya dan sudah diobati oleh Sin Hong dengan obat luka. Akan tetapi, pukulan tangan yang mengandung racun Hek-coa-tok memang berbahaya sekali. Yok-sian Lo-kai yang memiliki ilmu pengobatan dengan totokan dan tusuk jarum, lalu mulai bekerja. Dia menotok banyak jalan darah di seluruh tubuh Kao Cin Liong, terutama di seputar tempat luka di punggung. Kemudian, dia mempergunakan tiga batang jarum emas untuk menusuk bagian-bagian tertentu, menggetarkan jarum-jarum itu dengan tenaga sin-kang melalui jari-jari tangannya.

Kurang lebih dua jam kakek ini melakukan pengobatan dan akhirnya Kao Cin Liong muntah-muntah dan keluarlah darah menghitam dari mulutnya. Tentu saja melihat lni, Sin Hong dan Hong Li terkejut dan memandang dengan hati khawatir.

Akan tetapi, Yok-sian tersenyum nampak lega dan pada saat itu terdengar suara rintihan lirih dari pembaringan di mana Suma Hui berbaring. Mendengar suara ibunya, Hong Li cepat menghampiri dan ternyata ibunya baru saja siuman. Melihat ibunya bergerak hendak duduk, Hong Li membantu ibunya bangkit duduk.

“Ibu, bagaimana rasanya badanmu?” Hong Li bertanya, hatinya gembira karena wajah ibunya nampak kemerahan.






Suma Hui agaknya baru teringat akan semua keadaan.
“Mana ayahmu?”

Ketika ia menengok ke arah kiri, dan mendengar suaminya muntah-muntah, ia hendak meloncat turun dan tentu akan terjatuh kalau saja tidak ditahan oleh puterinya.

“Perlahan, Ibu. Ayah juga terluka dan baru saja ditolong oleh Locianpwe itu.”

Suma Hui kembali duduk dan kini ia memandang ke arah kakek yang mengurut tengkuk dan punggung suaminya yang masih muntah-muntah, akan tetapi tidak sehebat tadi.

“Dia.... Dia.... Yok-sian Lo-kai?”

Suma Hui mengenalnya. Pengemis tua ahli pengobatan itu sudah selesai menolong Kao Cin Liong dan dia pun kini menghadapi Suma Hui sambil tersenyum.

“Suma Lihiap, engkau masih mengenal aku? Bagus! Sudah ditakdirkan Tuhan bahwa kebetulan saja aku sedang hendak berkunjung ke sini ketika aku melihat engkau dan suamimu terluka.”

“Ah, terima kasih Lo-kai. Bagaimana suamiku?”

“Aku juga sudah sembuh. Sungguh besar budi Lo-kai kepada kita!” kata Kao Cin Liong yang kini juga sudah bangkit duduk.

Yok-sian Lo-kai tertawa gembira.
“Ha-ha-ha, kalian ini suami isteri pendekar sungguh lucu. Apa itu budi dan dendam? Menjadi biang penyakit saja. Kao Taihiap, sejak engkau menjadi panglima dahulu, entah sudah berapa puluh atau ratus ribu keluarga yang selamat karena sepak terjangmu. Apa artinya pengobatan yang kuberikan sekarang ini? Pula, kalau bukan Tuhan menghendaki kalian suami isteri budiman agar masih hidup, bagaimana mungkin aku dapat kebetulan berada di sini?”

Kao Cin Liong menghela napas panjang dan dia memandang kepada puterinya dan mantunya.

“Ketahuilah, dahulu ketika aku memimpin pasukan ke barat, pernah aku menderita luka beracun yang nyaris membunuhku. Untung aku bertemu dengan Yok-sian Lo-kai ini dan dialah pula yang menyembuhkan aku.”

“Ha-ha-ha, urusan sekecil itu masih teringat oleh Kao Tahiap sedangkan cara Taihiap menyelamatkan puluhan ribu orang di dusun-dusun yang dilanda gerombolan pemberontak sama sekali dilupakannyal”

“Kong-kong....! Bo-bo....!”

Sian Li datang menghampiri kakek dan neneknya. Mereka bergantian merangkul cucu mereka itu.

“Kelak aku yang akan membasmi para penjahat yang telah melukai Kong-kong dan Bo-bo!” kata Sian Li penuh semangat.

“Siancai....! Kalian mempunyai seorang cucu yang sehat!” Yok-sian Lo-kai memuji.

“Sian Li, anak yang baik, kalau saja engkau mempelajari ilmu pengobatan seperti itu, tentu engkau akan mudah saja tadi menyembuhkan kakek dan nenekmu. Apakah engkau tidak ingin belajar ilmu pengobatan?”

“Aku suka sekali! Kakek yang baik, kau ajarkanlah aku ilmu mengobati seperti itu!”

“Siancai....! Tentu saja aku suka sekali dan engkau memang berbakat. Akan tetapi, tentu saja keputusannya tergantung kepada ayah ibumu, Sian Li.”

Kao Cin Liong mengangguk-angguk dan berkata kepada puterinya,
“Hong Li, kalau anakmu bisa dididik Yok-sian Lo-kai, bukan saja ilmu pengobatan yang akan diwarisinya, akan tetapi juga ilmu totok Im-yang Sin-ci yang tidak ada duanya di seluruh dunia ini!”

Hong Li memandang kepada suaminya. Ia dan suaminya adalah sepasang pendekar yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Bagaimana mungkin mereka menyerahkan anak tunggal mereka kepada orang lain untuk di jadikan murid? agaknya Sin Hong dapat mengerti akan isi hatinya, maka Sin Hong cepat memberi hormat kepada kakek itu.

“Locianpwe, kami sebagai orang tua Sian Li menghaturkan banyak terima kasih atas kemurahan hati Locianpwe yang hendak mendidik anak kami. Akan tetapi karena ia masih amat kecil, biarlah kami akan mendidik dan memberi pelajaran dasar kepadanya lebih dulu. Kelak kalau sudah tiba waktunya, tentu kami akan membawanya menghadap Locianpwe untuk menerima pendidikan Locianpwe.”

Kakek itu tersenyum.
“Ah, bagus sekali kalau begitu, Taihiap. Memang seorang tua bangka yang hidup sebatang kara seperti aku ini, bagaimana mungkin mendidik seorang anak kecil? Biarlah, kelak kalau usiaku masih panjang, setelah Sian Li menjadi seorang gadis dewasa, aku akan mewariskan kepandaianku kepadanya.”

Keluarga yang kini merasa gembira karena kesembuhan Kao Cin Liong dan Suma Hui, menjamu tamu kehormatan itu dengan makan minum dan mereka mempergunakan kesempatan ini untuk bercakap-cakap.

“Engkau adalah seorang yang banyak melakukan perantauan, Lo-kai, tentu dapat menjelaskan apa artinya semua peristiwa yang menimpa kami ini,” kata Kao Cin Liong yang sudah mengenal baik dewa obat itu.

Yok-sian Lo-kai menghela napas panjang.
“Seperti cerita kalian tadi, ketua kuil yang murid Siauw-lim-pai itu diserang dan dikejar-kejar beberapa orang tosu Bu-tong-pai dan dia lari ke sini sampai akhirnya tewas pula di sini. Bahkan kalian yang hendak melerai dan melindungi hwesio itu hampir menjadi korban. Memang aneh sekali. Kalian menderita pukulan beracun, padahal setahuku, Bu-tong-pai pantang mempergunakan ilmu pukulan yang keji, yang hanya pantas dimiliki para tokoh sesat.

Bagaimanapun juga, permusuhan antara Bu-tong-pai dan Siauw-lim-pai memang semakin meruncing, seperti juga permusuhan antara empat perkumpulan besar, yaitu Bu-tong-pai, Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai dan Go-bi-pai. Aku sendiri merasa heran, bagaimana orang-orang yang mengaku pendekar dan bahkan para pemimpinnya terdiri dari pendeta-pendeta, kini bermusuhan, saling serang dan saling bunuh seperti binatang buas, penuh dendam kebencian. Hayaaaa….., agaknya memang sudah jamannya begini. Jaman penjajahan yang mendatangkan segala macam bentuk kekeruhan.”

“Akan tetapi, Lo-kai, apakah kita harus tinggal diam saja? Kalau didiamkan bukankah permusuhan itu semakin berlarut-larut dan hal ini amat melemahkan dunia persilatan terutama golongan putih atau kaum pendekar?” kata Sin Hong sambil mengerutkan alisnya.

“Bukan itu saja, bahkan golongan lain yang tidak ikut bermusuhan, dapat terlibat seperti halnya kami sekarang ini,” kata Hong Li. “Kalau menurutkan hati panas, salahkah kalau kita mendatangi Bu-tong-pai dan menuntut balas atas apa yang mereka lakukan terhadap ayah dan ibuku yang sama sekali tidak bersalah terhadap mereka?”

“Dalam urusan ini, hati boleh panas akan tetapi kepala harus tetap dingin,” kata pula Sin Hong. “Kita tidak boleh tergesa-gesa mengambil kesimpulan bahwa Bu-tong-pai telah mencelakai orang tua kita. Maka, aku telah mengirim surat teguran kepada Ketua Bu-tong-pai dan kita lihat saja bagaimana nanti jawaban dari sana.”

“Siancai.... Ji-wi (Kalian berdua) adalah suami isteri pendekar yang tentu tidak kekurangan kebijaksanaan dan tidak akan bertindak sembarangan. Memang, di dalam jaman penjajahan ini, banyak terjadi bentrokan karena salah paham. Ada sebagian pendekar yang mendukung pemerintah karena menganggap pemerintah dapat bersikap baik terhadap rakyat jelata, ada sebaliknya yang membenci penjajah karena mereka itu orang asing. Aihhh, urusan negara adalah urusan yang ruwet, bagaimana aku dapat mencampurinya? Biarlah aku sekarang pergi dan kelak kalau waktunya tiba, aku akan datang menagih janji untuk mewariskan kepandaian yang ada padaku kepada Sian Li.“
Yok-sian Lo-kai pergi meninggalkan rumah keluarga Kao tanpa dapat ditahan lagi.

Karena Kao Cin Liong dan Suma Hui masih lemah biarpun sudah sembuh, maka Sin Hong dan Hong Li yang mewakili mereka melayat ke kuil untuk menghadiri upacara pembakaran atau perabuan jenazah Thian Kwan Hwesio.

**** 022 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA

 Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
 Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
 Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
 Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
 Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
 Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
 Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
 Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
 Taj Mahal
Taj Mahal India
 Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
 Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
 Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
 Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
 Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
 Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
 Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
 Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
 Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
 Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
 Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
 Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
 Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================
 Selat Drake Antartika Amerika

 Taman Nasional Ala Archa Kirgistan

 Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika