Ads

Minggu, 21 Februari 2016

Kisah si Bangau Putih Jilid 031

Dan sepasang mata yang tajam itu, selain mengandung kelicikan dan kekejaman, juga Suma Lian merasakan adanya kekuatan yang tidak wajar, seperti dimiliki orang yang biasa mempergunakan ilmu sihir. Hal ini diketahuinya semenjak ia dilatih ilmu sihir oleh ayahnya, sepulangnya dari perguruan. Oleh karena itu, ia pun bersikap hati-hati.

“Tidak ada urusan antara kita, dan tidak ada perlunya aku memperkenalkan nama. Akan tetapi, semalam aku melihat engkau melarikan seorang anak laki-laki sehingga timbul keinginan tahuku apa yang terjadi dengan anak itu? Di mana adanya anak laki-laki itu sekarang dan mengapa engkau melarikannya malam-malam dari rumah penginapan itu?”

Pria itu terbelalak.
“Tapi.... tapi.... kulihat engkau bukanlah wanita yang membayangi dan mengejarku kemarin.”

“Memang bukan! Aku yang bermalam di kamar sebelah dan mendengarmu melarikan diri. Hayo katakan, siapakah anak itu dan mengapa pula engkau melarikannya dan di mana dia sekarang?”

“Bukan urusamu, Nona, dan kunasihatkan agar engkau tidak mencampuri urusanku yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan dirimu.”

“Hemmm, setiap kali hidungku mencium sesuatu yang busuk, tak mungkin aku tinggal diam begitu saja sebelum aku tahu betul bahwa tidak ada kejahatan dilakukan orang! Bawa aku pada anak itu agar aku dapat bicara sendiri dengan dia baru aku percaya bahwa engkau tidak melakukan sesuatu yang jahat terhadap dia!”

Laki-laki ini mengerutkan alisnya dan sepasang matanya mengeluarkan sinar berkilat.
“Nona, engkau masih muda dan cantik, akan tetapi sombong amat. Engkau tidak memandang sebelah mata kepada orang lain, agaknya engkau belum mengenal siapa diriku. Aku Liok Cit tidak percuma mempunyai julukan Tokciang Hui-moko (Iblis Terbang Bertangan Racun), dan tidak biasa aku diperintah orang lain! Pergilah sebelum terlambat!”

Suma Lian belum pernah mendengar nama julukan itu dan ia tersenyum. Ia seorang gadis yang lincah jenaka dan pemberani, maka mendengar nama julukan itu ia merasa geli.

“Wah-wah, julukanmu demikian hebatnya, seolah-olah engkau pandai terbang dan seolah-olah tanganmu beracun. Kulihat mungkin hanya hatimu saja yang beracun, mukamu seperti orang berpenyakit keracunan yang sudah mendekati liang kubur. Kalau engkau tidak mau membawaku kepada anak itu, sekali dorong engkau tentu akan masuk liang kubur!”

“Bocah sombong!”

Liok Cit, laki-laki itu, memaki dan tiba-tiba dia pun menyerang dengan terkaman tangan kanan ke arah pundak Suma Lian, sedangkan tangan kirinya mencengkeram ke arah perut. Serangan ini ganas dan berbahaya sekali, namun dengan mudahnya Suma Lian mengelak sambil mundur dan kakinya mencuat dengan tendangan menyamping, mengarah lambung lawan.

“Dukkk!”

Liok Cit menangkis tendangan itu dan balas menyerang dengan lebih dahsyat lagi, tubuhnya mendoyong ke depan, kedua tangannya terbuka dan dipergunakan sebagai golok, yang kanan membacok leher, yang kiri menusuk ke arah dada.

Melihat gerakan orang, Suma Lian maklum bahwa lawan ini memang bukan orang sembarangan, memiliki gerakan yang cepat dan dari sambaran kedua lengannya pun dapat dilihat bahwa dia memiliki tenaga sinkang yang kuat. Akan tetapi ia tidak takut. Ia melindungi kedua tangannya dengan tenaga Inti Bumi yang dapat menolak semua hawa beracun, dan menangkis sambil mengerahkan Swat-im Sin-kang.

“Plak! Plak!”

Kedua pasang lengan bertemu dan tubuh Liok Cit terdorong ke belakang dan dia agak menggigil karena ketika lengannya bertemu dengan lengan gadis itu, ada hawa dingin melebihi salju menyusup ke tubuhnya melalui lengan yang beradu dengan lengan gadis itu.

“Ihhhhh....!”

Dia mengguncang tubuhnya untuk mengusir hawa dingin dan pada saat itu Suma Lian sudah datang menyerangnya dengan totokan ke arah pundaknya. Cepat sekali gerakan gadis itu, akan tetapi lebih cepat lagi gerakan Si Iblis Terbang, karena tiba-tiba tubuhnya sudah mencelat jauh ke belakang.

Suma Lian terkejut dan maklum bahwa orang ini memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang istimewa dan kiranya pantas memakai julukan Iblis Terbang. Ia mendesak lagi dengan serangan-serangannya, untuk memaksa orang itu agar membawanya ke tempat anak yang semalam dibawanya pergi.

Kini ia percaya akan keterangan Hong Li. Orang ini tentulah seorang penjahat lihai yang melakukan penculikan terhadap anak itu. Buktinya anak itu merengek minta pulang dan tentu kini disembunyikan di suatu tempat.

Liok Cit mengelak sambil berloncatan ke sana-sini dan mempergunakan kecepatan gerakannya, namun dia tidak mampu melepaskan diri dari desakan Suma Lian. Hanya dengan cara berloncatan yang amat cepat dia selalu dapat menjauh lagi setiap kali sudah terdesak hebat.

“Engkau masih tidak mau menyerah dan membawaku kepada anak itu?” bentak Suma Lian dan tiba-tiba ia menotok dengan ilmu totok Coan-kut-ci yang baru saja dipelajarinya dari ayahnya.

Ilmu totokan ini adalah ilmu yang berasal dari golongan hitam, merupakan ilmu yang keji dan dahsyat bukan main. Baru hawa totokannya saja sudah terasa oleh lawan dan Liok Cit juga merasa terkejut. Tadi ketika gadis itu menggunakan tenaga yang berhawa dingin, dia sudah terkejut dan jerih, kini gadis itu menyerangnya dengan totokan yang demikian dahsyatnya.

Kembali dia menyelamatkan diri dengan ilmu ginkangnya, tubuhnya terjengkang ke belakang seperti dilemparkan akan tetapi dia selamat dari totokan yang amat dahsyat itu. Tahulah dia bahwa kalau dilanjutkan akhirnya dia akan celaka, akan tetapi susahnya, kalau hendak melarikan diri pun pasti dapat dikejar karena ilmu berlari cepat gadis itu pun hebat sekali. Diam-diam dia berkeringat dingin, menduga-duga siapa adanya gadis muda yang demikian lihainya.






Sementara itu, Suma Lian sendiri juga menjadi penasaran. Jelaslah bahwa dalam hal ilmu silat, ia tidak kalah oleh si baju hijau ini, akan tetapi orang ini sungguh licin bagaikan belut, dan memiliki gin-kang yang istimewa sehingga selalu dapat menghindarkan diri pada detik terakhir kalau serangannya sudah hampir mengenai sasaran.

Dengan marah ia lalu mencabut suling emas dari ikat pinggangnya dan menyerang dengan suling emasnya yang diputar dengan cepat. Suling itu mengeluarkan gaung merdu seperti ditiup dan berubah menjadi gulungan sinar emas yang menyilaukan mata, menyambar-nyambar ke arah Liok Cit. Orang ini pun cepat mencabut pedangnya dan melihat gulungan sinar emas menyambar-nyambar, dengan gugup dia lalu menangkis dengan pedangnya sambil mengerahkan tenaga sekuatnya.

“Cringgg....“

Pedang itu seperti terlibat gulungan sinar dan Liok Cit tidak mampu mempertahankan pegangan gagang pedangnya yang terlepas dari tangannya. Mana dia mampu menandingi Ilmu Koai-siauw Kiam-sut (Ilmu Pedang Suling Siluman) yang baru saja dipelajari gadis itu dari ibunya. Akan tetapi begitu sinar emas menyambar ke arah dadanya, sambil mengeluarkan teriakan melengking tahu-tahu tubuh Liok Cit sudah mencelat ke atas sebatang pohon tak jauh dari situ. Hebat memang gerakan ini, cepat seperti setan terbang saja!

Suma Lian menudingkan sulingnya ke arah lawan yang berada di puncak pohon itu.
“Engkau masih belum mau menyerah? Biar engkau melarikan diri ke neraka sekali pun, jangan harap dapat terlepas dari sulingku ini! Cepat turun dan tunjukkan aku di mana adanya anak itu!”

Tok-ciang Hui-moko Liok Cit menghela napas panjang. Dia maklum bahwa dia kalah, akan tetapi dia masih mempunyai suatu andalan untuk menundukkan gadis ini. Dia adalah seorang yang lama berkecimpung di dunia hitam dan menjadi sahabat baik dari para tosu Pek-lian-kauw sehingga pernah dia mempelajari ilmu sihir. Tentu saja ilmu ini selalu dipergunakannya untuk melakukan kejahatan dan kini dia hendak mempergunakan ilmu ini untuk menundukkan gadis yang membahayakan dirinya itu.

“Baiklah Nona aku menyerah kalah. Aku bukan musuhmu, bukan orang jahat dan tidak bermaksud jahat kepadamu. Biarkan aku turun dan mari kita bicara baik-baik, Nona.”

“Turunlah. Tak usah banyak bicara, asal engkau membawa aku kepada anak itu dan membiarkan aku bicara sendiri dengan dia, cukuplah. Kalau memang engkau tidak melakukan kejahatan, aku pun tidak suka mengganggu orang yang tidak berdosa,” kata Suma Lian sambil menyimpan kembali suling emasnya di ikat pinggang, tertutup bajunya.

Dengan gerakan seperti seekor burung melayang turun, Liok Cit meloncat turun dari atas puncak pohon itu dan berdiri di depan Suma Lian. Diam-diam gadis ini kagum dan memujinya. Gin-kang orang ini memang hebat, pikirnya, dan ia sendiri masih kalah setingkat dalam hal meringankan tubuh. Untunglah bahwa dalam hal ilmu silat dan tenaga, ia masih menang jauh sehingga tadi ia mampu membuat orang ini tidak berdaya.

Akan tetapi, kini Liok Cit merangkapkan kedua tangannya seperti orang menyembah di depan dadanya, matanya memandang tajam penuh wibawa dan suaranya terdengar halus, namun mendesis dan mengandung pengaruh yang kuat pula.

“Aku seorang sahabat, Nona, bukan musuh. Aku bermaksud baik kepadamu. Lihat, mukamu penuh keringat, usaplah dulu keringatmu baru kita bicara.”

Otomatis, Suma Lian mengusap sedikit keringat di dahinya dengan ujung lengan baju dan tiba-tiba saja gadis ini maklum. Keparat, pikirnya di dalam hati, orang ini mempergunakan kekuatan sihir! Tentu saja ia mengerti dan dapat merasakan karena bukankah baru saja ia dilatih ilmu sihir oleh ayahnya sendiri?

Tadi pun, dari pandang mata Liok Cit, ia sudah menduga bahwa orang ini. menguasai kekuatan sihir dan sekarang agaknya hendak mempengaruhinya dengan sihir. Diam-diam gadis ini tersenyum geli di dalam hatinya. Baiklah, pikirnya, kalau ia tidak dapat menundukkannya karena orang ini terlalu cepat mengelak, ia akan pura-pura tersihir agar dapat dibawa ke tempat anak itu. Akan tetapi, diam-diam ia mengerahkan tenaga batinnya, bukan hanya untuk melawan ilmu sihir lawan, melainkan juga untuk mempengaruhi Liok Cit sehingga Liok Cit percaya bahwa ia yang tersihir!

Liok Cit tersenyum girang melihat gadis itu mengusap keringat di dahi dengan ujung lengan baju. Hal itu baginya menjadi tanda bahwa dia telah berhasil menguasai kemauan gadis itu!

“Mari kubantu menghapus keringatmu, nona man....“

Dia hendak mengatakan kata “manis” akan tetapi tiba-tiba saja dia merasa takut dan tidak sepatutnya mengatakan itu, juga tidak sepatutnya dia menjamah muka gadis itu, maka dia pun menarik kembali tangannya dan berkata,

“Ah, mana aku berani? Maafkan aku, Nona.“

Sama sekali Liok Cit tidak tahu bahwa perasaan takut dan mengundurkan diri ini berarti bahwa dialah yang terpengaruh oleh kekuatan kemauan sihir dari nona itu! Dia percaya bahwa dia telah berhasil menyihir Suma Lian, padahal sebetulnya, kepercayaan itu adalah hasil tanaman kekuatan sihir Suma Lian kepadanya!

“Marilah, Nona, mari ikut bersamaku!” katanya dengan ramah dan dengan hati gembira karena dia telah dapat menangkap gadis itu dengan pengaruh sihirnya.

“Kau akan membawa aku bertemu dengan anak laki-laki semalam?” Suma Lian bertanya, masih mengendalikan lawannya itu.

“Tentu, tentu...., ha-ha-ha, marilah ikut denganku!” kata pula Liok Cit, agak tergesa-gesa karena dia khawatir kalau sampai kekuatan sihirnya lenyap kekuatannya.

Dia mulai ragu-ragu, akan tetapi melihat betapa lawan yang tadinya galak itu kini menjadi “jinak”, dia masih yakin bahwa sihirnya yang menang.

Suma Lian memang belum yakin siapa orang ini dan apa yang telah dilakukan orang ini terhadap anak laki-laki itu, dan siapa pula anak laki-laki itu. Kao Hong Li sendiri pun hanya menyangka saja bahwa orang ini telah menculik anak itu tanpa ada keterangan yang jelas. Oleh karena itu, ia tidak mau turun tangan sebelum ia bertemu dengan anak itu dan mendengar sendiri dari anak itu apa yang sebenarnya yang telah terjadi dan apa yang telah dilakukan orang ini terhadap dirinya.

Tok-ciang Hui-moko Liok Cit berjalan cepat memasuki sebuah hutan di bukit kecil yang sunyi. Suma Lian juga mengerahkan ilmunya berlari cepat, mengikutinya dari belakang. Kadang-kadang laki-laki itu memperlambat larinya dan menoleh, memerintahkan sesuatu yang selalu diturut oleh Suma Lian! Disuruh berlari lambat, ia menurut, disuruh cepat, ia pun cepat. Hal ini semakin memperbesar keyakinan diri Liok Cit bahwa gadis itu masih berada dalam kekuasaan sihirnya, padahal justeru sebaliknya.

Akhirnya, tibalah mereka di depan sebuah pondok kecil yang nampak masih baru. Dan di belakang pondok itu nampak banyak sekali pondok-pondok lain yang amat sederhana, agaknya dibuat secara darurat untuk menjadi tempat tinggal banyak sekali orang. Di sebelah kanan pondok terdapat sebuah kereta dengan empat ekor kuda dan selanjutnya sunyi, tidak nampak ada orang di luar pondok.

Suma Lian bersikap waspada, dapat menduga bahwa agaknya ia diajak ke tempat sarang yang berbahaya di mana tinggal banyak orang yang tentu menjadi teman-teman dari Tok-ciang Hui-moko Liok Cit ini!

Suma Lian sama sekali tidak tahu bahwa biarpun ia sudah berhasil menguasai Liok Cit sehingga laki-laki itu membawanya ke tempat di mana adanya anak laki-laki itu, sebenarnya ia dibawa ke tempat yang amat berbahaya.

Tempat apakah pondok-pondok baru di tengah hutan di bukit yang sunyi itu? Kiranya itu adalah sarang sementara yang dipergunakan oleh Sin-kiam Mo-li yang mulai menghimpun kekuatan dari golongan sesat untuk memperkuat pasukan yang sedang dibentuk dan dibangun oleh Tiat-liong-pang di bawah pimpinan Siangkoan Lohan! Sin-kiam Mo-li berhasil mengumpulkan sisa orang-orang Ang-i Mo-pang (Perkumpulan Iblis Baju Merah) yang dulu pernah merajalela.

Perkumpulan ini dahulunya bekas anak buah dari Iblis Baju Hitam yang membentuk Hek-i Mo-pang, akan tetapi kemudian sisa-sisanya, di bawah pimpinan seorang datuk sesat bernama Tee Kok, memimpin orang-orang yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi itu dan mengubah pakaian mereka menjadi merah dan menamakan perkumpulan itu Ang-i Mo-pang.

Kemudian, perkumpulan ini takluk kepada Bi-kwi atau yang bernama Ciong Biu Kwi, murid dari Sam Kwi. Setelah Bi-kwi mengundurkan diri dari dunia sesat, bahkan menikah dan menjadi orang biasa yang hidup melalui jalan yang benar, perkumpulan itu pun ditinggalkannya dan menjadi liar!

Kini, karena mendapat tugas mengumpulkan kekuatan dari golongan hitam, Sin-kiam Mo-li berhasil menghubungi dan menghimpun mereka. Dengan kepandaiannya yang tinggi, mudah saja baginya untuk menguasai mereka dan kini ada kurang lebih lima puluh orang sudah siap di bawah perintahnya, dan untuk sementara, Sin-kiam Mo-li membangun sarang sementara di bukit itu karena ia ingin mengumpulkan tenaga-tenaga yang kuat sebelum membawa mereka semua kepada Siangkoan Lohan.

Tok-ciang Hui-moko Liok Cit adalah seorang pembantu Sin-kiam Mo-li, karena Toat-beng Kiam-ong bertugas di lain tempat, juga bertugas menghimpun para tokoh persilatan untuk bersekutu dengan Tiat-liong-pang. Liok Cit merupakan pembantu yang amat baik, karena selain pemuda ini cukup lihai ilmu silatnya, walaupun tidak selihai Toat-beng Kiam-ong, namun pemuda ini memiliki dua keistimewaan, yaitu dia seorang ahli gin-kang yang sukar dicari bandingannya dan dia pandai pula ilmu sihir yang dipelajarinya dari para tosu Pek-lian-kauw.

Sin-kiam Mo-li yang cerdik itu kini memberi sebuah tugas istimewa kepada Liok Cit, yaitu menculik seorang anak laki-laki yang tinggal di sebuah dusun yang aman dan kecil. Putera sebuah keluarga petani biasa! Memang aneh bagi orang lain, akan tetapi Sin-kiam Mo-li adalah seorang wanita yang cerdik sekali. Ia teringat akan seorang yang tenaganya sangat boleh diandalkan untuk membantu persekutuan mereka. Orang itu bukan lain adalah seorang wanita yang dulu bernama Ciong Siu Kwi yang berjuluk Bi-kwi (Setan Cantik), seorang datuk sesat yang luar biasa lihainya, murid terkasih dari Sam Kwi (Tiga Setan).

Kalau saja ia mampu membujuk atau memaksa Bi-kwi menjadi sekutu, tentu Siangkoan Lohan akan girang sekali dan persekutuan mereka akan menjadi kuat. Bi-kwi selain lihai juga amat cerdik. Seperti telah diceritakan dalam kisah Suling Naga, Bi-kwi telah bertaubat setelah ia bertemu jodohnya, yaitu seorang pemuda petani biasa bernama Yo Jin. Demi cintanya, Bi-kwi rela meninggalkan kehidupannya sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi, menjadi isteri Yo Jin dan hidup sebagai petani di dusun itu, sama sekali tidak pernah mau mencampuri urusan dunia persilatan.

Bahkan ia selalu bersikap wajar sehingga semua penghuni dusun itu tidak seorang pun mengetahui bahwa isteri Yo Jin adalah seorang wanita yang lihai bukan main! Bahkan setelah mereka mempunyai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Yo Han, anak ini sama sekali tidak pernah dilatih silat oleh ibunya, sesuai dengan keinginan ayahnya.

Nama Bi-kwi sudah dilupakan oleh dunia persilatan, bahkan para pendekar pun tidak ada yang mengetahuinya, walaupun pada akhir kehidupannya sebagai seorang ahli silat, Bi-kwi telah menebus dosa-dosanya dengan jasa yang besar, yaitu menyelamatkan Kao Hong Li dari tangan Sin-kiam Mo-li (baca kisah Suling Naga). Bi-kwi dianggap sudah menghilang dari dunia persilatan!

Akan tetapi, tidaklah demikian bagi Sin-kiam Mo-li! Wanita ini tak pernah lupa bahwa Bi-kwi pernah menggagalkan usahanya, dan diam-diam ia pun menyebar orang-orangnya untuk melakukan penyelidikan di mana adanya wanita bekas musuhnya itu. Dan orang-orang yang disebarnya untuk melakukan penyelidikan justeru orang-orang bekas anak buah Ang-i Mo-pang!

Setiap orang Ang-i Mo-pang tentu saja mengenal Bi-kwi yang pernah menaklukkan mereka sehingga akhirnya, seorang di antara mereka berhasil menemukan Bi-kwi yang telah menjadi seorang isteri dan ibu rumah tangga keluarga petani Yo Jin di dusun itu.

Setelah tempat tinggal Bi-kwi ditemukan, tibalah giliran Tok-ciang Hui-moko Liok Cit! Jagoan ini sudah dipesan dengan teliti oleh Sin-kiam Mo-li agar tidak menggunakan kekerasan di depan Bikwi, karena kalau hal itu terjadi, takkan mungkin dia akan berhasil menculik anak keluarga itu.

Maka, Liok Cit mempergunakan kesempatan selagi Yo Jin dan isterinya, Ciok Siu Kwi, sibuk menuai gandum di sawah, mengajak pergi anak mereka yang hanya seorang, yaitu seorang anak laki-laki bernama Yo Han. Dengan kepandaian sihirnya, dengan mudah Liok Cit membuat Yo Han menurut saja diajak pergi dari dusun itu tanpa ada yang melihatnya.

Setelah tiba di luar dusun, karena masih ngeri membayangkan keterangan Sin-kiam Mo-li bahwa ibu anak itu adalah seorang wanita yang berilmu tinggi, bekas murid terkasih dari Sam Kwi, maka Liok Cit lalu menggendongnya dan berlari cepat. Larinya yang cepat menarik perhatian Kao Hong Li dan gadis perkasa itu lalu membayanginya sampai pada malam hari itu ia bertemu dengan Suma Lian.

Demikianlah, tanpa diketahuinya, Suma Lian oleh Liok Cit diajak masuk ke sarang di mana tinggal Sin-kiam Mo-li dan lima puluh lebih anggauta Angi Mo-pang, juga para pembantunya yang rata-rata memiliki ilmu yang tinggi!

Dan memang Yo Han, anak laki-laki itu, berada di situ, di dalam kamar dalam keadaan baik-baik saja dan dijaga oleh beberapa orang anggauta Ang-i Mo-pang, diperlakukan dengan baik. Hal ini adalah karena maksud Sin-kiam Mo-li menculik Yo Han bukanlah untuk mencelakainya, melainkan untuk memaksa ibu anak itu agar mau bersekutu dan membantu Siangkoan Lohan!

Setelah tiba di depan pondok itu, Suma Lian memperkuat pengaruh sihirnya sehingga dengan penuh kepercayaan Liok Cit lalu berteriak ke arah dalam pondok dengan nada suara girang,

“Mo-li, keluarlah dan lihatlah siapa yang sudah berhasil kutuntun datang seperti seekor domba ke sini!”

Tadi pun melalui para penjaga, Sin-kiam Mo-li sudah diberi tahu akan datangnya Liok Cit bersama seorang gadis cantik yang gagah perkasa, maka ia pun sudah siap siaga dan menyuruh semua anak buah untuk bersembunyi dan siap menanti komando. Ketika ia mendengar seruan Liok Cit, hati Sin-kiam Mo-li menjadi gembira dan diam-diam ia mengagumi pembantunya itu. Kiranya gadis itu sudah berada di bawah pengaruh sihir Lok Cit, maka pembantunya itu berani berucap demikian.

Ia pun segera meloncat keluar dari dalam pondok itu sambil tersenyum. Akan tetapi, begitu tiba di luar pondok, senyumnya menghilang dan matanya terbelalak. Sin-kiam Mo-li sendiri seorang yang pandai ilmu sihir, maka ia pun segera dapat melihat keadaan yang aneh pada diri Liok Cit itu.

Tadi Liok Cit meneriakkan bahwa ia telah menuntun seekor domba akan tetapi setelah tiba di luar, ia melihat Liok Cit berdiri tanpa daya, dengan mata kosong, dan di belakangnya berdiri seorang gadis cantik manis dan gagah yang tersenyum penuh kemenangan. Bukan gadis itu yang berada di bawah pengaruh sihir, melainkan Liok Cit yang kelihatannya kehilangan pengaruh sama sekali!

“Liok Cit, mengapa engkau?”

Sin-kiam Mo-li membentak sambil mengerahkan tenaga dalamnya. Liok Cit teringat dan dia pun sadar akan tetapi menjadi bingung karena tiba-tiba jari tangan Suma Lian telah menempel di tengkuknya.

“Aku.... aku....“

Katanya gagap dan bingung, tidak tahu apa yang telah terjadi pada dirinya, hanya menyadari bahwa jari tangan di tengkuknya itu sekali bergerak dapat saja membuat nyawanya melayang meninggalkan tubuhnya.

“Hayo cepat suruh anak itu datang ke sini dan bicara denganku!”

Suma Lian membentak sambil menggerakkan jari tangannya yang menempel di tengkuk Liok Cit.

Diam-diam Sin-kiam Mo-li terkejut. Kiranya gadis ini datang untuk membebaskan anak itu! Ia merasa heran karena belum pernah mengenal gadis itu. Kenapa bukan Bi-kwi yang muncul? Ia lalu melangkah maju dan tersenyum kepada Suma Lian.

“Adik yang manis,” katanya sambil tersenyum dan dengan sikap ramah. “Apakah engkau diutus oleh Bi-kwi Ciong Siu Kwi untuk datang menjemput Yo Han?”

Suma Lian memandang bingung tidak tahu apa arti ucapan itu karena memang ia tidak mengenal nama-nama yang disebutkan tadi.

“Aku datang untuk bicara dengan anak laki-laki yang telah dilarikan oleh orang ini. Suruh dia keluar, aku tidak mempunyai urusan lain dengan siapapun juga.”

Sin-kiam Mo-li tersenyum lebar dan diam-diam ia pun terkejut. Ia tadi telah mengerahkan kekuatan sihirnya untuk mempengaruhi gadis ini, akan tetapi merasa betapa ada kekuatan yang membuat pengaruh sihirnya itu membalik!

“Ah, kiranya begitu, adik yang baik. Agaknya engkau telah salah paham dengan Liok Cit. Anak itu adalah keponakanku dan dia kuajak ke sini untuk berlibur. Ibunya akan datang menjemputnya. Anak itu baik-baik saja, kalau engkau tidak percaya, tunggulah sebentar, akan kusuruh dia keluar.”

Sin-kiam Mo-li masuk ke dalam pondoknya, diam-diam memberi perintah kepada anak buahnya, kemudian menuntun seorang anak laki-laki keluar pondok. Suma Lian memandang penuh perhatian. Seorang anak laki-laki yang usianya sekitar tujuh tahun. Pakaiannya agaknya baru diganti, masih bersih dan baru. Anak yang tubuhnya sedang, wajahnya tampan dan sepasang matanya tajam, akan tetapi pada saat itu, pandang matanya kosong.

“Nah, inilah dia Yo Han, keponakanku. Anak Han, cici di sana itu mengira bahwa engkau dipaksa datang ke sini. Katakan bahwa engkau mengunjungi bibi tuamu ini dan menanti jemputan ibumu dan bahwa engkau senang berada di sini,” kata Sin-kiam Mo-li.

Anak itu memandang kepada Suma Lian dengan bingung, lalu menoleh ke arah Sin-kiam Mo-li yang menggandeng tangannya, dan dia pun bicara dengan suara gagap,

“Aku.... aku senang di sini.“

Suma Lian dapat mencium sesuatu yang tidak beres. Ia sudah tahu bahwa Liok Cit adalah seorang yang lihai dan pandai ilmu sihir, dan agaknya penculik anak ini membawanya menghadap kepada wanita cantik itu yang tentu saja sebagai pemimpinnya lebih lihai lagi. Ada sesuatu yang tidak beres pada anak itu. Matanya demikian tajam dan membayangkan kecerdikan, akan tetapi kehilangan cahayanya.

Diam-diam ia pun mengerahkan tenaga batinnya seperti yang diajarkan ayahnya baru-baru ini, memandang ke arah anak lak-laki itu di antara kedua matanya dan suaranya terdengar lantang penuh wibawa,

“Anak baik, engkau meninggalkan ibumu tanpa pamit! Engkau dibawa pergi laki-laki ini di luar kehendakmu dan engkau ingin bertemu dengan ibumu, ingin pulang. Katakan, apa yang telah terjadi?”

Tiba-tiba anak itu terbelalak dan seolah-olah dia baru teringat akan keadaan dirinya! Dengan kaget dia memandang ke arah Liok Cit, lalu menoleh kepada Sin-kiam Mo-li dan dia pun berteriak.

“Ibu! Mana ibuku! Katanya di sini.!”

Dan anak itu berusaha melepaskan pegangan tangan Sin-kiam Mo-li untuk melarikan diri. Akan tetapi, sekali menggerakkan tangan, Sin-kiam Mo-li sudah menangkap anak itu kembali. Kini marahlah Sin-kiam Mo-li dan dengan mata mencorong ia memandang kepada Suma Lian.

“Hemmm, siapakah engkau yang hendak mencampuri urusan kami?”

“Tidak perlu dikatakan aku siapa, akan tetapi kembalikanlah anak itu, lepaskan biar kubawa dia kembali kepada orang tuanya,” kata Suma Lian.

“Hemmm, kalau aku menolak?” tantang Sin-kiam Mo-li.

“Terpaksa akan kurobohkan penculik ini lebih dulu sebelum aku merampas kembali anak itu dengan kekerasan!”

Suma Lian menjawab tenang, jari tangannya siap menotok tengkuk dan Liok Cit menjadi pucat wajahnya, tengkuknya terasa dingin seperti terkena es!

Sin-kiam Mo-li yang tadi sudah membuat persiapan tetap tersenyum. Wanita ini memang memiliki pembawaan tenang, penuh kepercayaan akan kemampuan dirinya dan hal ini yang membuat ia semakin berbahaya.

“Nona, tidak perlu engkau menggunakan kekerasan. Anak ini adalah keponakanku sendiri, kami tidak ingin menyusahkan dia. Kalau memang engkau ingin membawa dia pulang ke rumah ibunya, silakan, akan tetapi harap kau bebaskan dulu Liok Cit. Dia tidak berdosa, dia hanya kusuruh jemput anak ini saja.”

Suma Lian juga tersenyum. Ia seorang gadis yang lincah jenaka dan pintar bukan main. Mana mau dikelabuhi begitu saja?

“Hemmm, agaknya engkau mengajak tukar. Baiklah, lepaskan anak itu dan berikan kepadaku, baru aku akan melepaskan tikus ini!”

Diam-diam Sin-kiam Mo-li mendongkol juga terheran. Ia tahu akan kemampuan Liok Cit. Tidak sembarang orang mampu mengalahkannya, akan tetapi mengapa kini di tangan gadis yang masih amat muda itu, Liok Cit menjadi seperti seekor tikus saja yang sama sekali tidak berdaya? Demikian lihaikah gadis ini?

“Nah, ambillah keponakanku ini kalau memang dia ingin pulang,” katanya sambil melepaskan pegangannya pada lengan Yo Han.

Entah mengapa, begitu terlepas, Yo Han lalu berlari menghampiri Suma Lian. Ada sesuatu pada diri gadis itu yang menimbulkan kepercayaan dalam hatinya.

“Enci, benarkah engkau hendak mengantarkan aku pulang ke rumah ayah ibuku?” tanyanya sambil memegang ujung baju gadis itu.

“Jangan khawatir, aku pasti akan membawamu pulang,” kata Suma Lian dan dia pun melepaskan tangannya dari tengkuk Liok Cit.

Orang ini seperti seekor tikus yang baru saja terlepas dari kurungan, cepat lari ke depan menghampiri Sin-kiam Mo-li.