Ads

Kamis, 02 Juni 2016

Pusaka Pulau Es Jilid 36

Liong Siok Hwa yang datang bersama Gulam Sang itu, diterima oleh para tokoh Bu-tong-pai dengan hormat. Bahkan setelah Thian It Tosu muncul keluar dari tempat pertapaannya, dia mengumumkan kepada para anggauta bahwa mulai hari itu, Liong Siok Hwa diterima menjadi muridnya. Sebagai murid Thian It Tosu, tentu saja Siok Hwa boleh tinggal di perkampungan Bu-tong-pai sesuka hatinya.

Beberapa hari kemudian Bu-tong-pai kedatangan banyak tamu, antara lain Ji Wan-gwe, Swat-hai Lo-kwi, Tung-hai Lomo, Lam-hai Koai-jin dan banyak orang lagi. Mereka semua adalah pelarian, setelah kalah dan gagal dalam usaha mereka menyerbu istana dan membunuh kaisar dan putera mahkota.

Thiat It Tosu menerima mereka dengan senang hati dan mereka menjadi tamu-tamu kehormatan Bu-tong-pai. Mereka semua pergi ke Bu-tong-pai setelah kalah dan mereka berkumpul disitu pertama kali untuk menyembunyikan diri, kedua untuk dapat mengadakan pertemuan dan berunding.

Dalam perundingan mereka, Ji Wangwe atau Pangeran Tao Seng menyesalkan para pembantunya yang ternyata sama sekali gagal dalam tugas mereka.

“Akan tetapi semua kegagalan itu bukan kesalahan kami, melainkan karena rahasia kita telah bocor dan pihak musuh mengetahui akan semua rencana kita. Aku yakin bahwa yang mengkhianati kita adalah Tao Keng Han!”

Tung-hai Lo-mo mengangguk dan berkata,
“Memang benar. Kalau tidak ada pemuda itu tentu kami telah berhasil membunuh Kaisar! Pemuda itu telah mengkhianati Pangeran, ayahnya sendiri.”

Pangeran Tao Seng mengepal tinjunya.
“Kalau tahu akan begini jadinya ketika dia tertawan dulu, sudah kubunuh dia!”

“Tidak ada gunanya Ayah marah-marah. Kita masih mempunyai rencana kedua. Kalau rencana ini berhasil, keadaan kita menjadi semakin kuat sehingga kita akan mampu mengobarkan pemberontakan.”

“Hemmm, rencana apakah itu, Kongcu?” tanya Swat-hai Lo-kwi dan para tokoh lain yang juga ingin mengetahuinya.

“Begini,” kata Pangeran Tao Seng. “Bu-tong-pai telah sepenuhnya kita kuasai. Dengan membonceng nama Bu-tong-pai kita dapat mengumumkan bahwa Bu-tongpai mengadakan pemilihan bengcu (pemimpin rakyat) baru. Tentu saja harus diusahakan agar supaya GuLam Sang yang akan menang dan menjadi bengcu baru. Nah, kalau kedudukan bengcu sudah di tangan kita, kiranya akan mudah bagi kita untuk menggerakkan semua orang di dunia kang-ouw untuk mulai dengan gerakan pemberontakan yang besar.”

“Pikiran yang bagus! Akan tetapi bagaimana dengan bengcu yang sekarang?” tanya Tung-hai Lo-mo.

“Dalam pemilihan bengcu sepuluh tahun yang lalu, sebagian besar orang memilih Pendekar Tangan Sakti Yo Han yang kini menjadi ketua Thian-li-pang. Akan tetapi dia tidak bersedia menjadi ketua. Maka pilihan lalu dijatuhkan kepada Bhe Seng Kok, seorang pendekar Siauw-lim-pai. Nah, kalau kita hendak merampas kedudukan bengcu, lebih dulu kita harus singkirkan Bhe Seng Kok ini. Kalau bengcu yang lama sudah tewas, tentu harus diadakan pemilihan bengcu baru. Dan Bu-tong-pai yang akan mempelopori pemilihan itu.” kata Gulam Sang.

Semua orang memandang pemuda Tibet ini dengan kagum. Dia agaknya tahu akan segala peristiwa di dunia persilatan.

“Akan tetapi siapa yang akan menyingkirkan ketua Bhe Seng Kok? Aku pun mendengar bahwa murid Siauw-lim-pai itu tangguh sekali!”

“Aku yang akan melakukannya, dengan bantuan Tung-hai Lo-mo. Kalau kita berdua yang menghadapinya, aku tanggung dia akan tewas!” kata pula Gulam Sang.

Pangeran Tao Seng mengerutkan alisnya.
“Murid Siauw-lim-pai? Ah, kalau sampai Siauw-lim-pai mengetahuinya dan memusuhi kita, akan celakalah. Kekuatan mereka besar sekali dan nama mereka sudah terkenal sehingga lain-lain aliran tentu akan berpihak kepada Siauw-lim-pai.”

“Harap Paduka tidak khawatir. Pembunuhan itu harus dilakukan dengan menggelap dan menyamar sehingga kalau pun ada yang melihatnya mereka tentu tidak akan mengenal kami. Kami membunuh dengan alasan sebagai balas dendam musuh lama. Sebagai seorang pendekar, kalau sampai Bhe Seng Kok terbunuh oleh orang-orang yang mendendam, tentu tidak mengherankan semua orang dan hal itu wajar saja terjadi.” demikian kata Gulam Sang.






Mendengar ini, Pangeran Tao Seng menjadi lega hatinya dan dia menyerahkan saja urusan itu kepada anak angkat yang sudah dipercaya sepenuhnya itu. Dia tidak tahu bahwa kalau Gulam Sang masih setia kepadanya padahal perebutan tahta tidak berhasil, hal ini adalah karena Gulam Sang masih membutuhkan harta kekayaan untuk membiayai rencananya. Setelah selesai perundingan itu, Swat-hai Lo-kwi dan Lam-hai Koai-jin berpamit untuk pulang ke tempat masing-masing dengan janji bahwa kelak pada pemilihan bengcu mereka pasti akan hadir dan siap membantu Gulam Sang. Tung-hai Lo-mo tinggal di situ untuk membantu Gulam Sang.

Keng Han meninggalkan istana dan kota raja bersama Cu In. Biarpun tidak berjanji keduanya ternyata melakukan perjalanan bersama dan setelah mereka berada jauh dari kota raja, Keng Han menunda langkahnya dan berhenti. Melihat ini Cu In juga berhenti melangkah. Keduanya saling pandang dan Keng Han bertanya, suaranya mengandung kekhawatiran kalau-kalau gadis itu akan meninggalkan dia lagi.

“Cu In, ke manakah tujuan perjalananmu kali ini?”

Cu In tidak menjawab, menengok ke depan dan kanan kiri seperti orang mencari jawabannya dari pohon-pohon dan sawah ladang yang berada di kanan kirinya.

“Dan engkau sendiri, Keng Han. Engkau hendak kemanakah?” akhirnya ia bertanya kembali tanpa menjawab pertanyaan pemuda itu.

Keng Han menghela napas panjang.
“Tujuan perjalananku meninggalkan Khitan adalah untuk mencari ayah kandungku dan mengajaknya pulang karena ibu sangat merindukannya. Akan tetapi kenyataannya, ayahku seorang ambisius yang memberontak dan melakukan perbuatan jahat dengan usaha pembunuhan-pembunuhan itu. Bahkan sekarang ayah telah menjadi seorang pelarian dan buruan pemerintah dan aku tidak tahu dia berada di mana. Aku tidak tahu kemana harus pergi, dan aku akan mengikuti saja ke mana engkau pergi, Cu In.”

Gadis itu menghela napas panjang, lalu duduk di atas sebuah batu di tepi jalan. Keng Han juga mengambil tempat duduk di depannya.

“Aku sendiri belum tahu kemana aku harus pergi?” kata Cu In.

“Cu In, bukankah engkau mempunyai ayah dan ibu? Engkau berjanji akan menceritakan kepadaku tentang pengalamanmu. Dahulu engkau mengatakan bahwa engkau yatim piatu dan engkau hendak membalas dendam kepada pembunuh orang tuamu. Akan tetapi kemudian engkau mengatakan bahwa engkau telah bertemu dengan ayah bundamu. Bagaimanakah ini?”

Cu In menghela napas panjang lagi. Kalau bukan kepada Keng Han, ia segan menceritakan persoalan ayah ibunya. Akan tetapi ia amat tertarik dan percaya kepada Keng Han, maka ia merasa tidak tega untuk berbohong.

“Sejak kecil sekali aku dipelihara subo (ibu guru) dan subo selalu mengatakan bahwa ayah ibuku telah terbunuh orang. Setelah aku dewasa, subo mengatakan kepadaku bahwa pembunuh ayah bundaku adalah The Sun Tek yang tinggal di kota raja.”

“Ahhh....!” Keng Han berseru heran. “Kau maksudkan The-ciangkun yang memimpin pembasmian pemberontak itu?”

“Benar, dialah orangnya. Aku dapat mencarinya di kota raja dan aku sudah siap untuk membunuhnya, akan tetapi The-ciangkun menceritakan tentang hubungannya dengan Ang Hwa Nio-nio. Ternyata bahwa suboku adalah bekas kekasih The Sun Tek, dan bahwa aku adalah puteri mereka berdua! Muncul guruku atau ibuku yang memaksa aku harus membunuh The Sun Tek.

Karena aku sudah tahu bahwa aku anak The-ciangkun, maka aku tidak mau melakukannya. Subo marah dan hendak membunuhku, akan tetapi dicegah ayahku. Hatiku demikian sakit rasanya. Kiranya ibuku mendendam sedemikian hebatnya kepada ayahku sehingga ia mendidik aku sebagai muridnya hanya dengan maksud agar setelah dewasa aku akan membunuh ayahku sendiri! Pembalasan dendam yang amat keji. Karena hatiku sakit, aku lalu meninggalkan mereka.”

Keng Han mendengarkan penuh perhatian, menghela napas dan berulang kali menggeleng kepalanya.

“Dan bagaimana engkau dapat terlibat dalam keluarga Putera Mahkota?”

“Aku bertemu dengan adik Yo Han Li yang sekereta dengan Kwi Hong. Ia memanggilku dan mereka membujuk aku agar suka berkunjung ke rumah Kwi Hong. Demikianlah, maka aku berada di sana ketika engkau hendak membunuh Pangeran Mahkota.”

Kembali Keng Han menghela napas.
“Nasib kita hampir sama, Cu In. Engkau disuruh membunuh ayahmu oleh ibumu sendiri, dan aku hampir saja membunuh pangeran yang tidak bersalah. Engkau mendapat kenyataan betapa kejam ibumu, dan aku pun mendapat kenyataan betapa kejam ayahku. Hemmm, sekarang aku mulai mengerti mengapa Bi-kiam Nio-cu begitu membenci pria dan kalau ada pria mencintanya harus dibunuhnya. Tentu engkau pun demikian, bukan?”

“Memang suboku atau ibuku selalu mendidik kami agar membenci kaum pria. Dikatakannya bahwa laki-laki itu semua palsu dan bohong, tukang bujuk rayu yang berbahaya, maka kami diharuskan menjauhkan diri dari laki-laki dan kalau ada laki-laki yang menggoda, harus dibunuh! Akan tetapi semenjak aku.... bertemu denganmu, pandanganku sudah berubah. Seperti juga wanita, laki-laki itu ada yang jahat dan ada yang baik. Apalagi setelah aku mengetahui mengapa ibu demikian membenci pria, aku tahu bahwa sebabnya hanya karena ia sakit hati dan dendam kepada seorang pria.”

“Akan tetapi, bagaimana ibumu dahulu sampai berpisah dari The-ciangkun?”

“Ayahku dilarang orang tuanya mengambil ibuku seorang wanita kang-ouw sebagai isteri, dan dia sudah ditunangkan dengan wanita lain, seorang gadis bangsawan. Ayah membujuk ibu agar suka menjadi selir, akan tetapi ibu tidak mau dan mereka berpisah ketika ibuku sudah mengandung aku tiga bulan.”

Keng Han merasa terharu dan ikut bersedih akan nasib gadis ini.
“Ah, sekarang aku mengerti pula mengapa engkau menutupi mukamu dengan cadar. Tentu agar tidak terlihat pria sehingga kalau ada yang melihat dan menggodamu engkau akan terpaksa membunuhnya?”

Cu In mengangguk membenarkan. Pada saat itu terdengar seruan orang,
“Cu In....! Engkau di sini? Aku mencarimu ke mana-mana, kiranya engkau berada di sini. Sungguh aku girang sekali dapat menemukan anakku di sini!”

Keng Han dan Cu In menoleh dan ternyata yang mengeluarkan ucapan itu bukan lain adalah Panglima The Sun Tek! Cu In bangkit berdiri dan Keng Han juga bangkit berdiri.

“Engkau tentu pemuda bernama Tao Keng Han, aku sudah mendengar banyak tentang dirimu dan aku kagum sekali, orang muda.”

Keng Han memberi hormat pula.
“Sebaliknya saya pun mendengar bahwa berkat pimpinan Paman maka pemberontak dapat diruntuhkan.”

“Dan ada urusan apakah engkau mencariku, Ciangkun?” tanya Cu In, suaranya dingin.

“Ah, Cu In. Engkau adalah puteriku. Aku ayah kandungmu! Tentu saja aku mencarimu.”

“Ibuku sendiri tidak mengakui aku sebagai anaknya, maka ayahku juga sebaiknya demikian. Biarlah aku menganggap diriku ini tidak mempunyai ayah dan ibu lagi.” Dalam suaranya terkandung isak tangis.

“Cu In, harap engkau tidak berpendirian seperti itu. Ayahmu adalah seorang yang terhormat, gagah dan terpandang. Dan dia sudah bersusah payah mencarimu. Aku sendiri, kalau ayahku bersikap sebaik ayahmu, tentu akan menyambutnya dengan bahagia sekali,” kata Keng Han membujuk.

“Akan tetapi apa artinya seorang ayah bagiku, tanpa seorang ibu? Ibuku memusuhi ayah, apakah aku harus mengkhianati ibuku?” Pertanyaan Cu In ini ditujukan kepada ayahnya.

“Cu In, ketahuilah bahwa ibumu bersedia menghabiskan sisa hidupnya bersamaku, akan tetapi dengan satu syarat bahwa aku harus dapat mengajakmu pulang menemuinya. Karena itu, demi kebahagiaan kita, marilah kita pergi mengunjungi ibumu di Beng-san.”

“Ah, itu bagus sekali! Aku ikut merasa girang, Cu In. Aku mau menemanimu ke sana.”

“Sebaiknya kita semua ke sana,” kata The Sun Tek. “Kai-ong dan muridnya juga sudah berangkat. Ketahuilah bahwa Bu-tong-pai mengundang semua orang kang-ouw untuk datang ke sana untuk mengadakan pemilihan bengcu baru.”

“Bengcu baru?” tanya Keng Han heran. “Lalu ke mana perginya bengcu yang lama?”

”Entahlah, itu pun menjadi pertanyaan dalam hatiku. Beng-san tidak jauh dari Bu-tong-san. Setelah aku dapat memboyong isteriku, kita semua dapat singgah di Bu-tong-san untuk menghadiri pertemuan besar itu dan di sana tentu akan dapat terjawab mengapa diadakan pemilihan bengcu baru dan ke mana perginya bengcu yang lama. Bukankah yang menjadi bengcu adalah Bhe Seng Kok, tokoh Siauw-lim-pai?”

“Benar, Paman. Saya pun mendengar bahwa bengcu yang sekarang bernama Bhe Seng Kok.”

“Kalau begitu, mari kita berangkat, Cu In. Kita kunjungi ibumu dan aku akan memboyongnya ke kota raja. Dari sana kita sekalian pergi ke Bu-tong-pai untuk melihat pemilihan bengcu baru.”

Akhirnya setelah dibujuk oleh Keng Han, Cu In mau juga pergi bersama ayahnya dan Keng Han. Mereka bertiga melakukan perjalanan ke Beng-san dan Cu In menjadi penunjuk jalan.

Dan selama dalam perjalanan ini, The Sun Tek mengerti dari sikap dan kata-kata Keng Han dan Cu In bahwa kedua orang muda ini saling menaruh hati! Akan tetapi dia diam-diam merasa girang karena diketahuinya bahwa Keng Han seorang pemuda yang baik sekali, walaupun dia itu putera Pangeran Tao Seng yang memberontak.

**** 36 ****









OBJEK WISATA MANCA NEGARA

 Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
 Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
 Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
 Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
 Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
 Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
 Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
 Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
 Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
 Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
 Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
 Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
 Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
 Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
 Taj Mahal
Taj Mahal India
 Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
 Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
 Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
 Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
 Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
 Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
 Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
 Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
 Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
 Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
 Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
 Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
 Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================
 Panorama Alam Georgia

 Kebun Raya Singapura

 Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar