Ads

Selasa, 05 April 2016

Kisah si Bangau Merah Jilid 052

Senjata pelindung diri hanya kaki tangan dan ilmu-ilmunya. Namun, dengan menguasai Bukek-hoat-keng, memang dia tidak membutuhkan lagi segala macam senjata. Tenaga sin-kang yang ditimbulkan oleh ilmu itu membuat tubuhnya, terutama kedua lengannya, menjadi kebal dan dapat menangkis senjata tajam yang bagaimana ampuh pun.

Tentu saja kekebalan ini hanya pada bagian tubuh di mana dia menyalurkan sin-kangnya. Bagian yang tidak dilindungi sin-kang yang dia salurkan, tentu saja tidak kebal. Kekebalannya bukan karena ilmu hitam, melainkan karena lindungan tenaga sakti dari dalam yang dikerahkan ke bagian tubuh itu.

"Locianpwe, saya sudah siap," katanya dan dia pun berdiri dengan sikap tenang, kedua kaki terpentang dan tubuhnya agak miring menghadapi lawan, kedua tangan dirangkap seperti menyembah di depan dada kiri. Inilah jurus yang oleh gurunya dinamakan jurus
"Menyembah Tuhan dengan Hati Tulus".

"Sin-ciang Tai-hiap, pinceng hendak mempergunakan tongkat. Keluarkan senjatamu!"

Yo Han menggeleng kepala.
"Locianpwe, senjata dibuat hanya untuk membunuh orang. Saya tidak ingin membunuh siapa pun, dan untuk melindungi diri, Tuhan telah melengkapi tubuh saya ini dengan lengkap dan sempurna. Saya sudah siap, silakan Locianpwe."

"Omitohud, engkau seorang pendekar yang hebat, ataukah yang tinggi hati? Nah, pinceng telah mendengar ucapanmu. Sambut serangan pinceng ini!"

Kakek berjubah hitam itu mulai menggerakkan tongkat yang tadinya dijepit di bawah ketiak dan terdengarlah sambaran angin yang berdengung seperti ada ratusan ekor kumbang terbang menyerang!

Yo Han sudah menduga bahwa kakek itu tentu mengandalkan tenaga dan kekuatan sihir untuk menyerangnya, maka dia pun sudah siap siaga. Tubuhnya bergerak ke kiri ketika kakinya digeser dan sambaran tongkat itu lewat dan luput, namun angin pukulannya yang menyambar terasa olehnya amat kuat dan mengandung hawa panas.

Dia harus menghormati lawannya yang sudah tua, yang pantas menjadi kakeknya Maka, Yo Han membiarkan Dobhin Lama menyerangnya sampai tiga kali tanpa membalas.

Serangan itu datang bertubi, makin lama semakin kuat dan berbahaya sekali. Namun, Yo Han tetap hanya menggunakan kelincahan tubuhnya untuk mengelak. Sambaran tongkat yang ke tiga kalinya hampir saja membuat dia terpelanting, karena hawa pukulan tongkat itu sedemikian kuatnya, membuat rambutnya yang panjang berkibar dan hampir saja capingnya yang lebar itu diterbangkan! Dengan terhuyung Yo Han masih sempat memegang capingnya sehingga tidak sampai terbuka dan memperlihatkan mukanya.

Setelah tiga kali serangannya dapat dielakkan lawan tanpa membalas, Dobhin Lama mengerutkan alisnya yang putih dan dia merasa penasaran. Apakah pendekar muda ini berani memandang rendah kepadanya sehingga hanya mengalah saja, tidak membalas?

"Sin-ciang Tai-hiap, balaslah serangan pinceng! Apakah engkau menganggap pinceng seorang lawan yang terlalu lemah bagimu?"

"Sama sekali tidak, Locianpwe. Kalau saya selama tiga jurus tidak melawan, hal itu saya lakukan untuk menghormati Locianpwe yang merupakan golongan jauh lebih tua daripada saya. Sekarang saya akan membalas, Locianpwe."

"Bagus! Nah, sambutlah ini!"

Kakek itu kembali menyerang, tongkatnya membuat gerakan terputar, ujungnya membentuk lingkaran lebar, makin lama semakin cepat dan mengecil lalu ujung itu meluncur ke arah dada Yo Han!

Sekali ini Yo Han tidak mengelak, melainkan menggunakan ilmu Bu-kek-hoat-keng untuk memutar lengan kanan dan menangkis luncuran tongkat ke arah dadanya itu, ilmu ini adalah ilmu kesaktian yang amat hebat. Satu di antara keampuhannya adalah hadirnya tenaga mujijat yang menolak semua hawa kebencian yang datang dari lawan, terkandung dalam serangan lawan. Betapa kuat dan tinggi ilmu lawan, kalau lawan menyerang dengan kandungan hati membenci, maka serangannya itu akan membalik dan mungkin mengenai diri sendiri!

"Plakkk!"

Tangkisan yang disertai tenaga sin-kang amat kuat itu ternyata tidak membuat tongkat itu membalik dan menyerang pemiliknya sendiri dan ini merupakan bukti bahwa tidak ada kebencian terkandung dalam serangan itu! Akan tetapi, akibat benturan kedua tenaga sakti membuat Yo Han terhuyung ke belakang, dan Dobhin Lama juga terdorong ke belakang beberapa langkah!

Keduanya saling pandang dengan kagum. Bagi Dhobin Lama, baru sekarang ada seorang muda yang mampu menangkis tusukan tongkatnya tadi, dan bagi Yo Han, juga pendeta itu merupakan lawan yang paling tangguh yang pernah dilawannya. Tangguh dan tidak ada kebencian di hatinya! Diam-diam dia merasa girang dan dia pun mengerahkan seluruh tenaga, mengeluarkan semua kepandaiannya untuk menandingi lawan yang hebat itu.

Pertandingan itu memang hebat bukan main. Kadang berjalan cepat, kadang lambat. Bumi dipekarangan itu tergetar, daun-daun pohon yang berada di dekat situ rontok. Lulung Lama dan muridnya, Cu Ki Bok, menonton dengan mata terbelalak dan penuh kagum. Mereka merasa beruntung bahwa mereka tadi tidak maju melawan Sin-ciang Tai-hiap, karena kalau hal itu terjadi, mereka pasti kalah. Apalagi Cu Ki Bok, bahkan gurunya, Lulung Lama, setelah menyaksikan pertandingan itu, maklum bahwa dia takkan menang melawan pendekar aneh yang amat lihai itu.

Makin lama, kedua orang yang bertanding itu menjadi semakin kagum kepada lawan. Yo Han juga kagum bukan main. Biarpun lawannya sudah tua sekali, akan tetapi semua serangan balasannya seperti membentur tembok baja yang amat kuat, yang sukar ditembus.

Mereka saling serang dan saling desak, namun tidak pernah dapat membobolkan benteng pertahanan lawan sehingga tanpa terasa lagi, seratus jurus lebih telah terlewat! Dan selama itu, keduanya tidak pernah mengendurkan tenaga, karena siapa yang mengendur pasti akan kalah. Karena semua jurus yang mereka mainkan tidak mampu menembus benteng pertahanan lawan, maka mereka kini tidak lagi mengandalkan jurus silat, melainkan lebih mengandalkan kekuatan sin-kang.






Akhirnya, keadaan usia menguntungkan Yo Han. Kalau dia hanya merasa lelah saja, lawannya kini sudah mandi keringat dan napasnya agak terengah saking kehabisan tenaga. Bahkan dari kepala yang tidak berambut itu sudah mengepul uap putih yang agak tebal, tanda bahwa tubuhnya telah menjadi panas sekali.

Maklum bahwa dirinya berada dalam bahaya kalau dilanjutkan, maka Dobhin Lama lalu mengeluarkan jurusnya yang paling hebat, yaitu Jurus Gunung Runtuh! Dia mengeluarkan pekik yang dahsyat, tongkatnya menyambar dari atas ke arah kepala Yo Han dengan tenaga sepenuhnya yang masih tersisa.

Melihat ini, Yo Han juga mengerahkan seluruh tenaganya, menangkis dengan kedua lengannya, mendorong ke atas. Bertemulah tongkat dengan kedua lengan pendekar itu.

"Brakkkk....!"

Yo Han terhuyung, akan tetapi tongkat di tangan Dobhin Lama patah menjadi tiga potong! Kakek itu nampak pucat dan dia menghela napas panjang sambil melempar potongan tongkatnya ke atas tanah.

"Omitohud.... pinceng mengaku kalah....!" Dia lalu duduk bersila di atas tanah, berkata kepada Lulung Lama. "Sute.... bebaskan pemuda itu...." Dia mengeluarkan sebuah kalung dari saku jubahnya kalung dengan mainan sebuah mutiara hitam dan melemparkan benda itu kepada Yo Han. "Nah, terimalah mutiara hitam ini!"

Yo Han menerima sambaran mutiara hitam itu dan dia pun memberi hormat, hatinya merasa terharu dan juga kagum.

"Banyak terima kasih bahwa Locianpwe telah mengalah dan menepati janji."

Lulung Lama bertepuk tangan dan dari lereng bukit itu muncullah Sian Lun yang diiringkan dua orang pendeta Lama jubah hitam. Sian Lun agaknya dalam keadaan tertotok dan dia dibimbing dua orang pendeta itu. Lulung Lama lalu mendorong tubuh Sian Lun sehingga pemuda ini roboh tertelungkup.

Dari dalam pondok, muncul Sian Li yang dengan sekali lompatan berada di dekat Yo Han. Melihat munculnya sumoinya, Sian Lun berkata lirih,

"Sumoi, tolonglah aku."

Sian Li menghampiri Sian Lun, berlutut dan meraba pundak suhengnya itu untuk memulihkan kesehatannya, membebaskannya dari totokan. Akan tetapi pada saat itu, Sian Lun tiba-tiba saja menggerakkan tangan dan menotok jalan darah di punggung sumoinya!

Gerakannya ini sama sekali tidak terduga oleh Sian Li sehingga gadis itu sama sekali tidak dapat menjaga dirinya. Tahu-tahu ia sudah tertotok dan lemas, dan Sian Lun sudah merangkul pinggangnya dan membawanya meloncat ke belakang Lulung Lama dan Cu Ki Bok!

Dari dalam pondok, Nyonya Gak dan puteranya, Gak Ciang Hun, sejak tadi mengintai dan begitu melihat Sian Li ditangkap oleh suhengnya sendiri, seperti juga Yo Han, mereka tertegun heran. Akan tetapi Nyonya Gak lalu meloncat keluar, diikuti puteranya.

"Sin-ciang Tai-hiap, mereka bertindak curang!" teriak nyonya itu.

Yo Han memang tertegun dan bingung melihat betapa Sian Lun tiba-tiba malah menangkap sumoinya.

Akan tetapi pada saat itu, muncullah puluhan orang dari depan, kanan dan kiri. Mereka adalah para pendeta Lama Jubah hitam, dibantu oleh para anggauta pengemis tongkat hitam dan beberapa orang Nepal. Bahkan nampak pula Badhu dan Sagha, dua orang Nepal yang kuat itu, bahkan muncul pula tiga orang wanita cantik dari Pek-lian-kauw, yaitu Pek-lian Sam-li yang lihai.

"Lulung Lama, kalian curang! Bebaskan mereka berdua itu!"

Yo Han berseru dan tubuhnya sudah berkelebat ke depan untuk menolong Sian Li dan Sian Lun, karena dia masih bingung dan mengira bahwa Sian Lun tentu dipaksa oleh mereka. Akan tetapi, betapa kagetnya ketika dia melihat Sian Lun membawa Sian Li meloncat ke belakang para penyerbu dan lenyap. Terpaksa dia menyambut pengeroyokan banyak orang itu, dibantu oleh Nyonya Gak dan Gak Ciang Bun yang sudah mengamuk.

"Locianpwe Dobhin Lama, apakah Locianpwe hendak melanggar janji sendiri?" teriak Yo Han penasaran.

Akan tetapi, Dobhin Lama yang duduk bersila dan memejamkan mata itu tidak menjawab, juga tidak bergerak.

Terpaksa Yo Han mengamuk, namun dia tidak membiarkan diri dikuasai dendam dan kemarahan. Dia tetap hanya merobohkan para pengeroyok tanpa membunuh mereka. Tidak seperti Nyonya Gak dan puteranya yang mengamuk dengan pedang mereka, menewaskan beberapa orang pengeroyok. Akan tetapi, di pihak lawan terdapat banyak orang pandai, dan jumlah mereka semakin bertambah banyak sehingga bagaimanapun juga, tiga orang itu mulai terdesak.

"Mari kita pergi!" tiba-tiba Nyonya Gak berseru kepada puteranya dan Yo Han.

Yo Han maklum bahwa melanjutkan perkelahian tidak ada gunanya, bahkan amat berbahaya. Padahal, dia harus dalam keadaan sehat dan selamat untuk dapat menolong Sian Li kemudian. Kalau sekarang dia nekat sekalipun, belum tentu dia akan dapat menemukan Sian Li yang telah dilarikan Sian Lun. Pula, dia belum tahu apa yang telah terjadi dan mengapa Sian Lun bersikap seperti itu. Siapa tahu itu merupakan siasat pemuda itu untuk menolong sumoinya. Yang penting, dia harus menyelamatkan diri.

"Baik, Bibi Gak!" katanya dan dia pun membuka jalan dengan berkelebatan di antara para pengeroyok yang roboh satu demi satu.

Nyonya Gak dan puteranya juga memutar pedang sedemikian rupa sehingga tidak ada pengeroyok berani mendekati mereka. Mereka berlari ke belakang pondok, dipimpin oleh Nyonya Gak dan benar seperti keterangannya tadi, mereka tiba di tepi jurang yang amat dalam sehingga tidak dapat dilihat dasarnya. Nyonya Gak dan puteranya telah mengambil tangga-tangga tali dari balik semak belukar dan cepat memasang tangga-tangga tali itu, mengikatkan pada akar pohon di belakang semak di tepi jurang.

"Mari, kita lari melalui tangga ini! Yo Han, kau ikutilah aku!" kata Nyonya Gak, sedangkan Ciang Hun sudah menuruni tangga tali yang lain.

Yo Han tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengikuti Nyonya Gak menuruni tangga tali menuruni tebing jurang yang amat terjal dan dalam itu. Tangga tali itu panjangnya ada dua puluh meter dan ternyata mereka mendarat di sebuah guha besar. Setelah mereka bertiga tiba di guha, ibu dan anak itu segera menarik tangga-tangga tali itu dengan sentakan tiba-tiba yang membuat kaitan di ujung tangga pada akar pohon terlepas.

"Tidak ada seorang pun manusia yang dapat menuruni tebing ini tanpa tangga tali, kecuali kalau dia mampu terbang seperti burung," kata Nyonya Gak. "Dari guha ini terdapat jalan setapak melalui tepi tebing menuju ke lereng bukit. Jalan ini kami temukan dan kami buatkan lorong menembus guha sehingga kecuali kami berdua, tidak ada yang mengetahuinya."

Yo Han duduk di atas batu dalam guha, termenung.
"Akan tetapi, mereka menawan adik Tan Sian Li," suaranya mengandung kekhawatiran.

Ciang Hun berkata dengan suara marah.
"Tentu kita akan berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya! Yang kuherankan, kenapa suheng dari adik Sian Li bersikap seperti itu? Jelas bahwa dia tadi berpura-pura ketika didorong dan tersungkur. Ketika adik Sian Li hendak menolongnya, dia malah menotoknya, dan menawannya. Apa artinya ini?"

Nyonya Gak juga berkata,
"Pemuda itu tidak dapat dipercaya! Yo Han, bagaimana sih hubungan Sian Li dengan suhengnya dan orang macam apa suhengnya itu?"

Yo Han menggeleng kepalanya.
"Saya sendiri belum mengenalnya dengan baik, Bibi. Ketika Li-moi dan suhengnya itu dikeroyok oleh persekutuan gerombolan itu, saya menolong mereka, akan tetapi hanya dapat melarikan Li-moi, sedangkan suhengnya yang bernama Liem Sian Lun itu tertawan. Kalau mengingat bahwa pemuda itu adalah suheng Li-moi, murid dari Locianpwe Suma Ceng Liong, rasanya tidak mungkin kalau dia memiliki watak palsu dan jahat."

Nyonya Gak mengerutkan alisnya.
"Pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan pemuda itu. Para pendeta Lama itu lihai dan di antara mereka banyak yang memiliki ilmu sihir. Siapa tahu pemuda itu berada di bawah pengaruh sihir."

"Bagaimanapun juga, saya harus cepat melakukan penyelidikan dan menolong mereka, terutama adik Tan Sian Li, Bibi."

"Yo Han, aku percaya bahwa engkau adalah seorang pendekar sakti yang memiliki kepandaian tinggi. Hal itu sudah kubuktikan tadi ketika engkau berhasil mengalahkan Ketua Hek I Lama," kata Ciang Hun dengan kagum. "Akan tetapi perlu kau ingat bahwa bagaimanapun juga, kepandaianmu ada batasnya. Bagaimana mungkin engkau akan melawan mereka yang memiliki anak buah sebanyak itu? Ibu dan aku akan membantumu, kalau perlu dengan taruhan nyawa, akan tetapi kita harus berhati-hati dan menggunakan siasat yang baik."

"Benar ucapan anakku, Yo Han. Menghadapi gerombolan yang demikian banyak, kita harus menggunakan siasat. Kalau hanya nekat, kita akhirnya tidak akan berhasil menolong Sian Lun dan Sian Li, sebaliknya malah tertawan atau tewas konyol," kata Nyonya Gak.

"Saya akan minta bantuan beberapa tokoh kang-ouw di perbatasan yang telah sadar dan kini menjadi orang baik-baik. Mereka mempunyai banyak kawan dan saya yakin mereka suka membantu saya," kata Yo Han.

Ibu dan anak itu memandang kagum. Mereka sudah mendengar akan sepak terjang Sin-ciang Tai-hiap yang tidak pernah membunuh para penjahat, melainkan menalukkan mereka dan menasehati dengan kasar maupun halus berhasil membuat banyak penjahat mengambil cara hidup yang sama sekali berubah, dari jalan sesat ke jalan yang benar.

Mereka lalu mengatur siasat, membagi tugas sebelum meninggalkan guha itu, melalui sebuah terowongan bawah tanah pendek yang dibuat oleh ibu dan anak itu. Terowongan ini menembus ke lereng bukit melalui pintu rahasia yang dari luar nampak seperti batu besar biasa.

Apakah yang terjadi dengan diri Sian Lun? Kenapa dia yang akan ditolong Sian Li, bersikap seperti itu, berbalik menotok dan menawan Sian Li, dan menghilang di antara para anak buah gerombolan?

Liem Sian Lun telah terjatuh ke tangan Pek-lian Sam-li! Tiga orang wanita Pek-lian-kauw ini adalah tiga orang tokoh Pek-lian-kauw yang berwatak cabul. Pek-lian Sam-li sudah terkenal sebagai kakak beradik yang genit, mata keranjang dan mesum. Setiap kali bertemu dengan pria tampan mereka tidak pernah melewatkan kesempatan untuk merayunya bahkan kalau pria itu menolak, memaksanya. Mereka selain lihai sekali ilmu silatnya, juga mereka pandai ilmu sihir, ahli racun sehingga dengan berbagai cara tidak ada pria yang akhirnya tidak tunduk kepada mereka.

Ketika mereka berhasil menawan Liem Sian Lun, tentu saja sudah terbakar gairah mereka untuk menguasai pemuda tampan dan gagah itu, apalagi mengingat bahwa pemuda itu adalah murid Pulau Es! Mereka akan mendapat banyak keuntungan kalau berhasil menguasai pemuda ini.

Pertama, pemuda ini masih muda, baru berusia dua puluh tahun, seorang perjaka tulen, tampan dan bertubuh kuat. Ke dua, dengan menundukkan pemuda itu, berarti mereka dapat membalas semua dendam dan kebencian mereka terhadap musuh besar Pek-lian-kauw, yaitu para pendekar Pulau Es karena pemuda itu merupakan murid Pulau Es. Dan ke tiga, mereka dapat menyenangkan hati sekutu mereka, yaitu para pendeta Lama jubah hitam yang hendak mengumpulkan orang-orang yang memiliki kepandaian silat tinggi seperti pemuda itu, karena setelah menguasai Sian Lun, tentu pemuda itu akan suka menjadi sekutu mereka pula.

Sian Lun pada dasarnya bukanlah seorang pemuda yang berhati teguh. Semenjak dewasa, sudah seringkali dia termenung, membayangkan hal-hal yang menimbulkan berahinya. Dia pun sudah seringkali memandang kepada sumoinya, Sian Li, dengan pandang mata penuh gairah berahi. Apalagi setelah dia mendengar percakapan suhu dan subonya, yang ingin menjodohkan dia dengan Sian Li, seringkali dia membayangkan betapa senangnya kalau dia bermesraan dengan sumoinya yang cantik itu sebagai suami isteri! Dia jatuh cinta kepada Sian Li, dan makin dibayangkan, semakin dalam dia tenggelam dalam cinta.

Bahkan seringkali terbawa dalam mimpi. Ketika mereka melakukan perjalanan bersama, kalau saja dia tidak takut kepada sumoinya yang dalam hal ilmu kepandaian silat lebih tangguh darinya, tentu sudah dinyatakan perasaan hatinya itu dengan perbuatan. Rasanya amat menyiksa baginya, seperti seorang kelaparan melihat makanan lezat tanpa boleh memakannya, atau seorang kehausan melihat air jernih tanpa boleh meminumnya.

Berkobarnya nafsu berahi yang seringkali menggodanya itu masih dapat dilawan dengan dua keyakinan, yaitu pertama bahwa menuruti nafsunya itu adalah tidak benar, dan ke dua menuruti nafsunya itu tentu dia akan celaka karena sumoinya yang cantik itu amat galak dan lihai!

Nafsu berahi, seperti segala macam nafsu yang dimiliki manusia, adalah sesuatu yang wajar, bahkan yang terbawa lahir, merupakan alat bagi manusia hidup di dunia. Nafsu berahi merupakan sesuatu yang teramat penting, bahkan mutlak sebagai pendorong agar manusia tidak akan musnah, agar dapat berkembang biak.

Segala macam ciptaan Tuhan yang terdapat di dunia ini, disertai nafsu seperti ini, yaitu nafsu yang mendorong bersatunya dua kelamin yang berlawanan untuk bersatu dan dari persatuan ini terciptalah manusia atau mahluk sejenis yang baru, yang dinamakan anak bagi manusia dan hewan, dinamakan buah bagi tumbuh-tumbuhan. Anak menjadi manusia baru dan buah-buah menjadi calon bibit tumbuhan baru.

Tuhan Maha Kasih! Di dalam nafsu berahi, disertakan rasa nikmat sehingga semua mahluk termasuk manusia terdorong untuk melakukan persatuan itu dengan suka rela.
Dan di dalam rasa nikmat inilah setan menyusup! Rasa nikmat ini yang dijadikan alat oleh setan untuk menggoda manusia sehingga manusia menjadi lupa diri. Karena mengejar perasaan nikmat itu maka bukan lagi manusia memperalat nafsu, melainkan terjadi kebalikannya, nafsu yang memperalat manusia!

Bukan manusia menjadi majikan daripada nafsu berahi, malah nafsu berahi yang menjadi majikan dan manusia menjadi budak nafsunya sendiri. Dan kalau sudah begini, terjadilah perbuatan sesat atau perbuatan yang sifatnya merusak dan merugikan orang lain atau bahkan yang akibat panjangnya akan merusak dirinya sendiri. Semua agama dan filsafat yang dicetuskan orang-orang budiman, pelajaran agama yang diwahyukan oleh Tuhan, semua bertujuan untuk mengingatkan manusia agar sadar akan bahayanya pengaruh nafsu sendiri dalam diri.

Namun, jarang ada orang yang mampu menguasai nafsunya sendiri, karena hati dan akal pikiran kita pun sudah dicengkeram nafsu sehingga usaha apa pun yang klta lakukan, disitu terkandung keinginan nafsu. Kenyataan ini dapat kita lihat buktinya dalam kehidupan ini, kalau kita melihat dan meneliti keadaan diri kita sendiri.

Betapa banyaknya kebiasaan-kebiasaan kecil atau besar yang kita lakukan, kita ketahui dan mengerti benar bahwa perbuatan itu tidak benar atau tidak baik, namun kita tidak berdaya untuk mengubahnya! Kita tahu benar bahwa amarah itu tidak benar dan tidak baik, akan tetapi sekali kemarahan muncul, kita tidak berdaya untuk mengatasinya dan kita terseret oleh kemarahan kita.

Demikian pula dengan permainan nafsu yang lain, keterikatan kita kepada benda, kepada makanan, kepada orang lain. Semua itu menimbulkan kesenangan yang selalu dikejar-kejar nafsu, yang menjadi pemikat bagi kita sehingga sukarlah bagi kita untuk mengubahnya.

Nafsu merupakan pembawaan yang diikutsertakan ketika kita lahir, dan nafsu merupakan alat yang teramat penting bagi kehidupan kita. Tanpa adanya nafsu, kita tidak akan dapat hidup seperti manusia yang wajar. Namun, disamping kepentingannya yang mutlak, nafsu juga merupakan bahaya yang akan menyeret kita ke dalam kesesatan, yang akan menjauhkan kita dari kewajiban utama manusia, yaitu mendekati Tuhan yang menciptakan kita dan seluruh keadaan di alam maya pada ini.

Nafsu penting bagi kita, akan tetapi juga berbahaya bagi kita. Lalu bagaimana? Sudah sejak jaman pra sejarah, manusia sadar akan bahayanya nafsu, dan sejak itu manusia sudah berusaha untuk menalukkan nafsu, mengekang dan mengendalikan nafsu. Ada yang dengan cara bertapa menjauhkan diri dari dunia ramai, ada yang dengan jalan menyiksa diri, dan seribu satu macam cara lagi.

Namun, semua cara itu adalah usaha hati dan akal pikiran, maka terjadilah pertentangan sendiri di dalam batin, tarik menarik antara keinginan, bersenang-senang menuruti gejolak nafsu, dan keinginan menolak gejolak nafsu karena sadar akan akibatnya yang akhirnya tidak menyenangkan. Jelaslah bahwa pada dasarnya, di antara kedua keinginan itu sama, timbul dari hati akal pikiran yang sudah bergelimang nafsu, yaitu keinginan mengejar kesenangan, dan keinginan menjauhi kesusahan yang timbul karena pengejaran itu! Dan pertempuran ini tidak ada habisnya selama kita hidup.

Kadang nafsu yang menang dan berkobar membakar, kadang nafsu dapat ditundukkan untuk sementara, seperti api di dalam sekam yang setiap waktu akan berkobar lagi. Lalu apa yang dapat kita lakukan? Kita tidak mungkin dapat menundukkan nafsu, karena "kita" inilah nafsu itu sendiri. Kita adalah hati akal pikiran yang sudah bergelimang nafsu, maka apa pun yang kita usahakan, pada dasarnya hanya untuk mengabdi kepada nafsu, untuk pemuasan nafsu dengan segala cara, ada yang kasar, ada yang halus, bahkan ada cara yang dipulas seolah-olah cara itu bukan buatan nafsu.

Setan memang teramat licik dan pandai, penuh tipu muslihat dan memang sudah menjadi tugasnya untuk menggoda kita. Kalau kita manusia hanya mengandalkan hati akal pikiran saja, takkan mungkin kita dapat mengalahkan setan! Jalan satu-satunya hanyalah berpaling kepada Sang Maha Pencipta! Hanya kekuasaan Tuhan sajalah yang akan dapat menundukkan segala yang ada yang nampak dan yang tidak nampak oleh mata kita, termasuk setan. Betapa tidak? Setan dan nafsu pun diciptakan oleh Tuhan!

Jalan satu-satunya bagi kita hanyalah menyerah kepada Tuhan Maha Kasih! Menyerah tanpa syarat, menyerah dengan total, mutlak, menyerah dengan sabar, tawakal dan ikhlas.

Hanya kekuasaan Tuhan sajalah yang akan mampu membersihkan seluruh batin kita, hanya kekuasaan Tuhan saja yang akan mampu mengembalikan nafsu dalam tugas yang sebenarnya, yaitu menjadi abdi jiwa manusia, membantu kehidupan manusia di dunia dan tidak lagi majikan yang kejam, tidak lagi menjadi pemikat dan pembujuk yang menyeret kita ke dalam kesesatan.

Menyerah tanpa syarat, bukan "menyerah demi memperoleh sesuatu" karena kalau demikian halnya, maka yang dinamakan penyerahan ini pun hanya tipu muslihat dari nafsu belaka dan kita akan tetap berada dalam lingkaran setan permainan nafsu daya rendah! Menyerah tanpa pamrih, dengan ikhlas dan tawakal saja!

Sian Lun yang masih hijau itu, tidak kuat menghadapi rayuan tiga orang wanita cantik seperti Pek-lian Sam-li. Apalagi tiga orang wanita cabul itu bukan sekedar merayu biasa.

Mereka pun mencampurkan racun pembius dan perangsang dalam minuman yang disuguhkan kepada Sian Lun, bahkan ditambah lagi dengan kekuatan sihir mereka! Sian Lun jatuh dalam pelukan mereka. Bahkan Pangeran Gulam Sing yang kini menjadi sahabat baik dan rekan pengumbar nafsu berahi dari tiga orang tokoh Pek-lian-kauw itu juga membantu dengan ilmu sihirnya, membuat Sian Lun menjadi kehilangan kesadaran sama sekali.

Pemuda itu benar benar runtuh dan kalau tadinya dia seperti seekor harimau jantan yang ganas, kini di tangan tiga orang wanita itu dia berubah menjadi seperti seekor domba jinak! Dia merasa seolah-olah dia telah mendapatkan kebahagiaan hidup yang selama ini didambakan dan diimpikannya. Dia percaya bahwa tiga orang wanita kakak beradik itu amat mencintanya dan memanjakannya sehingga dia dengan amat mudahnya melupakan Sian Li, gadis yang biarpun pernah membuatnya tergila-gila namun yang tak terjangkau olehnya itu!

Dalam waktu satu malam saja, Sian Lun telah berubah sama sekali. Dia kini telah menyerah, dan di dalam pelukan tiga orang wanita itu, dia bersumpah untuk bekerja sama dengan mereka, mentaati semua keinginan tiga orang wanita yang dianggapnya amat mencintanya dan yang dapat membuat dia seperti terbuai dalam kemesraan dan kenikmatan yang tanpa batas.

Dalam keadaan seperti ini, Pangeran Gulam Sing mendekatinya dan menjanjikan kedudukan tinggi, pangkat yang besar di Nepal kalau perjuangannya kelak berhasil! Dan Sian Lun menganggap ini sebagai suatu cita-cita yang teramat besar dan mulia.