Ads

Kamis, 03 Maret 2016

Kisah si Bangau Putih Jilid 074

Percuma saja Hong Li melakukan penyelidikan dengan bertanya-tanya kepada para penghuni di dusun-dusun sekitar tempat itu. Mereka semua tidak tahu apakah di daerah itu muncul perampok jahat. Menurut mereka, tidak pernah ada gangguan perampok dan daerah itu miskin, akan tetapi aman. Para petani hidup dengan tenteram walaupun keadaan mereka sederhana sekali.

Mendengar keterangan ini, Hong Li berpendapat bahwa tentu para perampok itu merupakan orang-orang baru, gerombolan jahat yang agaknya baru saja berdiam di daerah itu. Ia lalu keluar dari dusun dan mulai melakukan penyelidikan di daerah pegunungan dan hutan-hutan.

Hong Li adalah seorang pendekar wanita yang sudah seringkali melakukan perantauan dan sudah berpengalaman. Ia dapat menduga bahwa gerombolan perampok yang baru tiba di suatu daerah yang sedang mencari sarang baru, tentu bersembunyi di hutan-hutan dan di gunung-gunung yang sunyi. Maka ia pun mendaki sebuah bukit yang penuh dengan hutan lebat karena dari jauh kelihatan bahwa bukit inilah yang paling baik untuk tempat persembunyian para penjahat. Juga tadi ia melihat asap mengepul dari lereng bukit ini, padahal menurut keterangan para penduduk dusun, di bukit itu tidak ada penghuninya.

Ketika Hong Li menyusup-nyusup ke dalam hutan untuk mendaki bukit itu, tiba-tiba saja ia menahan langkahnya. Ia mendengar suara berkeresekan di sebelah kiri, di balik semak-semak. Hutan itu lebat. Mungkin saja ada binatang buas sedang mengintai di balik semak-semak itu. Atau orang jahat? Apakah mungkin perampok-perampok itu?

Tiba-tiba dua bayangan berkelebat dan muncullah dua orang yang sudah menghadang di depannya. Seorang laki-laki dan seorang wanita. Usia mereka kurang lebih empat puluh tahun dan dari pakaian mereka yang ringkas, dapat diketahui bahwa mereka bukanlah orang-orang tani atau orang-orang dusun, dan dari gerakan mereka pun dapat diketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang pandai ilmu silat.

“Singgg! Singgggg....!”

Dua orang itu sudah mencabut pedang mereka dan dengan pedang di tangan mereka mengamati Hong Li penuh perhatian. Sebaliknya Hong Li juga memperhatikan mereka dan melihat bahwa dua orang itu nampak lemas dan lelah, juga pria itu agaknya terluka, karena ada warna merah darah di pakaiannya bagian pundak dan pinggang.

“Siapa engkau?” bentak wanita itu sambil melintangkan pedangnya, sikapnya mengancam.

Hong Li tersenyum.
“Aku sedang berjalan, kalian yang menghadang. Sepatutnya kalian yang lebih dulu mengatakan siapa kalian dan mengapa pula menghadang perjalananku!”

Dua orang itu saling pandang, lalu yang pria menjawab.
“Nona, apakah engkau anggauta gerombolan yang berada di bukit ini?”

Hong Li berpikir cepat. Kalau dua orang ini gerombolan penjahat yang agaknya bersembunyi di situ, tidak mungkin mereka bertanya seperti itu. Akan tetapi siapakah mereka dan mengapa mereka berada di tempat sunyi ini? Ia harus menyelidikinya, karena di tempat seperti ini, semua orang harus dicurigai.

“Kalau benar demikian, kalian mau apa?” Ia balas bertanya.

Tiba-tiba saja keduanya menggerakkan pedang menyerangnya.
“Kami akan membunuhmu!” bentak wanita itu.

Hong Li memang sudah menjaga akan segala kemungkinan, maka ia tetap waspada. Begitu dua orang itu menyerang dengan pedang mereka, ia sudah meloncat ke belakang mengelak. Dua orang itu menyerang dengan semakin dahsyat, pedang mereka berubah menjadi sinar bergulung-gulung dan mengeluarkan suara berdesingan dan angin menyambar-nyambar.

Diam-diam Hong Li harus mengakui bahwa ilmu pedang dua orang ini cukup hebat, dan mereka berdua ini lebih lihai dibandingkan lima orang perampok kerbau itu. Ia mempergunakan kegesitannya dan dengan Sin-liong Ciang-hoat ia menghadapi dua batang pedang itu tanpa gentar sedikit pun. Ia bukan hanya mampu mengelak dan menangkis lengan lawan yang menggerakkan pedang, bahkan ia mampu membalas dengan tamparan atau tendangan yang membuat dua orang itu menjadi repot!

Setelah mengukur kepandaian mereka, Hong Li yang tidak ingin membikin mereka malu, lalu meloncat ke belakang. Dua orang itu mengejar ke depan, dan Hong Li menendang dua batu di depannya. Dua buah batu itu melesat cepat ke depan, menyambar ke arah dua orang itu. Mereka terkejut dan menangkis dua buah batu itu dengan pedang masing-masing dan mereka berteriak karena tangan mereka tergetar hebat.

“Cukup!” Hong Li berseru. “Aku bukanlah anggauta gerombolan penjahat!”

Mendengar ini, dua orang yang agaknya sudah menjadi gentar terhadap Hong Li, menghentikan serangan dan mereka memandang kepada Hong Li penuh perhatian dan ada sinar kekaguman pada sinar mata mereka.

“Nona sungguh lihai!” kata wanita itu. “Ketahuilah, kami adalah suami isteri Liok Cin yang datang ke sini untuk mencari puteri kami yang diculik gerombolan penjahat.”

“Ahhh!” Hong Li memberi hormat kepada mereka. “Paman dan Bibi, harap maafkan aku. Tadi aku hanya ingin menguji kalian karena belum tahu siapa kalian. Aku pun sedang mencari perampok yang telah merampas kerbau-kerbau milik petani dusun. Namaku Kao Hong Li dan hanya kebetulan saja aku lewat di dusun bawah sana, lalu melihat perampokan kerbau, maka untuk menolong pemilik kerbau itu aku mencari gerombolan perampok. Entah sama tidak orang-orangnya dengan yang menculik puteri kalian itu.”

“Tidak salah lagi, tentu mereka juga!” kata pria yang bernama Liok Cin itu sambil mengepal tinju. “Tentu untuk pesta karena mereka hendak merayakan pernikahan kepala mereka dengan puteri kami yang dipaksa menjadi isterinya!”






Hong Li mengerutkan alisnya.
“Ah, kenapa kalian diam saja di sini kalau begitu?”

“Ah, engkau tidak tahu, Nona Kao! Mereka itu lihai bukan main, terutama sekali pimpinan mereka yang berjuluk Ang I Siauw-mo (Setan Kecil Pakaian Merah).”

“Ang I....?”

Hong Li mengerutkan alisnya, mengingat-ingat. Ia pernah mendengar nama ini dan ia pun teringat akan Ang I Mo-pang, gerombolan pakaian merah yang pernah membantu Tiat-liong-pang memberontak itu! Ah, kiranya gerombolan pakaian merah itu pula yang bersembunyi di sini?

“Engkau mengenalnya, Nona?” tanya Liok Cin.

Hong Li menggeleng kepalanya.
“Apakah kalian sudah mencoba untuk menyelamatkan puteri kalian itu?”

“Sudah dua kali kami mencoba menyerbu dan menolong anak kami, akan tetapi selalu gagal, bahkan yang terakhir ini kami hampir celaka kalau tidak cepat dapat melarikan diri dan bersembunyi di sini. Anak kami itu ditawan dan dikurung dalam sebuah kamar. Ah, kalau saja engkau suka membantu kami, Nona,” kata isteri Liok Cin.

Tentu saja Kao Hong Li berniat membantu mereka. Urusan kerbau hanya merupakan urusan kecil saja dibandingkan urusan tertahannya seorang gadis yang hendak dipaksa menjadi isteri kepala perampok itu! Ia mengangguk.

“Aku akan membantu kalian membebaskan puteri kalian itu. Tunjukkan jalannya kepadaku, dan kita masuk ke sarang mereka. Kita coba membebaskan puteri kalian, dan kalau sampai ketahuan dan kita diserang, serahkan saja kepadaku untuk membasmi mereka!”

Suami isteri itu kelihatan gembira sekali dan mereka cepat menghaturkan terima kasih, kemudian mereka menjadi penunjuk jalan mendaki bukit menuju ke sarang gerombolan.

Dalam perjalanan ini, suami isteri Liok Cin menerangkan bahwa gerombolan itu memang masih belum lama menetap di bukit itu. Buktinya, bangunan yang menjadi sarang gerombolan itu masih baru dan nampak seperti bangunan darurat. Hal ini pun dimengerti oleh Hong Li. Tentu mereka terdiri dari para anak buah Ang I Mo-pang yang berhasil menyelamatkan diri dari sergapan pasukan pemerintah! Mereka lalu bersembunyi di bukit ini dan menjadi perampok.

Yang ia tidak tahu, siapakah orang yang mengaku berjuluk Ang I Siauw-mo dan yang kini menjadi pimpinan mereka itu, dan mengapa pula para perampok kerbau yang berjumlah lima orang itu tidak ada yang mengenakan pakaian merah seperti anggauta Ang I Mo-pang?

Dugaan Hong Li memang tidak keliru. Yang kini menjadi pimpinan di sarang gerombolan penjahat di puncak bukit itu adalah orang-orang Ang I Mo-pang yang berhasil lolos dari kepungan para pasukan ketika mereka membantu pemberontakan Tiat-liong-pang. Hanya ada belasan orang yang lolos dan mereka ini dipimpin oleh tokoh di antara mereka yang berjuluk Ang I Siauw-mo, seorang laki-laki berusia empat pulun tahunan yang memiliki kepandaian paling tinggi di antara mereka yang dapat lolos.

Belasan orang ini lalu menarik belasan orang perampok lainnya untuk menjadi anak buah mereka, dan kini dalam jumlah kurang lebih tiga puluh orang, mereka membuat sarang di puncak bukit itu, dipimpin oleh Ang I Siauw-mo. Karena tahu bahwa mereka menjadi orang-orang buruan pemerintah, maka Ang I Siauw-mo melarang para anak buahnya mengenakan pakaian merah. Hanya dia seorang yang masih mengenakan pakaian serba merah, sesuai dengan julukannya.

Ketika akhirnya mereka tiba di sarang gerombolan penjahat yang berada di puncak bukit, matahari mulai condong ke barat. Dari jauh sudah terdengar suara gaduh para anggauta gerombolan yang sedang mengadakan persiapan untuk pesta. Pesta pernikahan Ang I Siauw-mo dengan seorang gadis dusun yang ditawan mereka. Gadis itu dari dusun sebelah utara bukit sehingga Hong Li tidak pernah mendengar tentang penculikan itu karena ia datang dari dusun-dusun di sebelah selatan bukit.

Liok Cin dan isterinya dengan hati-hati mengajak Hong Li memasuki sarang itu dari belakang. Dengan menyusup melalui pohon-pohon dan semak belukar, akhirnya tiga orang itu berhasil masuk ke pekarangan belakang sarang gerombolan penjahat itu tanpa diketahui oleh mereka yang sedang sibuk mengatur pesta pernikahan yang akan diadakan pada malam nanti.

Hong Li membayangkan betapa lima ekor kerbau yang dirampas itu kini tentu telah disembelih dan dagingnya dimasak. Ia merasa mendongkol sekali karena kalungnya tentu akan terpaksa ia berikan kepada suami isteri petani pemilik kerbau.

“Ssttttt, kita masuk ke dalam melalui pintu belakang itu. Kamar di mana puteri kami ditahan, berada di ruangan tengah, di kamar yang sebelah kiri.” bisik Liok Cin kepada Hong Li yang mengangguk.

Akan tetapi sebelum mereka membuka daun pintu tembusan di belakang itu, tiba-tiba nampak enam orang berloncatan dari samping rumah dan tanpa banyak cakap lagi, enam orang itu dengan golok di tangan sudah menyerang Hong Li, Liok Cin, dan isterinya!

Liok Cin dan isterinya sudah mencabut pedang mereka dan melawan, sedangkan Hong Li cepat meloncat ke samping untuk mengelak dari sambaran dua batang golok! Dan ternyata, melihat dari gerakan mereka, enam orang ini lihai sekali, tidak kalah lihai dibandingkan Liok Cin dan isterinya!

Hong Li mempergunakan kepandaiannya, ketika ada golok menyambar dari samping, ia miringkan tubuh, tangan kirinya meluncur ke depan memukul ke arah siku kanan lawan dan kakinya melayang ke depan.

“Desss!”

Paha penyerangnya itu terkena ciuman ujung kakinya dan orang itu pun terpelanting. Agaknya hal ini mengejutkan yang lain karena kini tiga orang sudah menyerang Hong Li, sedangkan yang jatuh tertendang tadi sudah meloncat berdiri dan ikut pula mengeroyok! Hong Li dikeroyok empat orang, sedangkan suami isteri Liok Cin dihadapi dua orang lawan bergolok!

Hong Li marah sekali. Mereka ini harus dirobohkannya dengan cepat, pikirnya. Ia lalu mengerahkan tenaga Hui-yang Sin-kang dan kedua tangannya mengeluarkan hawa panas ketika ia menangkis dan memukul, membuat empat orang pengeroyoknya tidak mampu mendekat.

Hawa pukulan yang panas membuat mereka itu jerih. Akan tetapi setiap kali Hong Li hendak merobohkan seseorang, ia melihat Liok Cin atau isterinya terancam golok lawan, maka ia pun terpaksa harus melindungi suami isteri itu lebih dulu sebelum merobohkan para pengeroyoknya. Ia hanya mampu membuat mereka itu menjauh dengan pukulan jarak jauh dan tendangannya.

Akhirnya enam orang pengeroyok itu agaknya jerih oleh amukan Hong Li yang biarpun bertangan kosong, namun terlalu lihai bagi mereka itu, dan mereka lalu melarikan diri.

“Cepat, kita bebaskan puteri kalian sebelum mereka semua datang!” kata Hong Li sambil menendang daun pintu terbuka.

Suami isteri Liok Cin lalu mendahului Hong Li, menjadi penunjuk jalan memasuki lorong di dalam bangunan itu dan akhirnya mereka tiba di depan sebuah kamar yang daun pintunya tertutup.

“Di sinilah, ia disekap.” kata ibu gadis itu.

Hong Li menggunakan kakinya menendang dan daun pintu terbuka. Benar saja, di dalam kamar itu terdapat seorang gadis yang pakaiannya seperti gadis dusun, namun wajahnya manis sekali, nampak dibelenggu kaki tangannya di atas sebuah pembaringan dan ia terbelalak ketakutan.

Hong Li dan suami isteri itu berloncatan dan memasuki kamar dan Hong Li tetap bersikap waspadai, khawatir kalau di dalam kamar itu dipasangi jebakan. Akan tetapi tidak ada perangkap di situ, hanya ada sesuatu yang dirasakan sangat ganjil.

Sejenak ia termenung dan memandang ke sekeliling tidak tahu apakah yang membuat ia merasa ganjil itu. Kemudian, ia memandang suami isteri itu dan ia pun teringat, dan terkejut, heran dan curiga. Suami isteri itu melihat pakaian mereka, jelas bukan petani dusun, akan tetapi mengapa puteri mereka ini berpakaian seperti seorang dusun? Dan pula mengapa setelah mereka berdua masuk, gadis itu diam saja, bahkan kelihatan ketakutan, tidak memanggil mereka yang mengaku ayah bundanya itu?

“Kalian.... kalian siapakah.?” tanyanya penuh kecurigaan, namun terlambat.

Pada saat itu terdengar suara keras dan pintu yang tadinya terbuka itu kini tertutup terali baja yang kokoh kuat, yang muncul dari dalam dinding tebal! Hong Li terkejut dan pada saat itu, dari luar nampak beberapa orang menggunakan alat semprotan, menyemprotkan asap putih ke dalam kamar itu?

Hong Li mencoba untuk meloncat dan mendobrak terali baja, namun belasan ujung tombak menyambutnya, ditusukkan dari luar terali sehingga terpaksa Hong Li mengurungkan niatnya mendobrak terali. Apalagi pada saat itu, asap sudah memenuhi kamar. Ia masih dapat bertahan dengan menahan napas, akan tetapi akhirnya, asap itu tersedot pula, ia terbatuk-batuk. Ia mendengar pula gadis itu, juga suami isteri itu batuk-batuk dan ia lalu roboh tak sadarkan diri.

Beberapa orang menggunakan kipas mengebutkan asap putih itu sehingga keluar dari dalam kamar dan setelah asap itu bersih dari kamar, muncullah seorang laki-laki yang perutnya gendut sekali, kepalanya botak dan dia mengenakan pakaian serba merah. Inilah Ang I Siauw-mo, seorang laki-laki yang mukanya hitam dan kasar, sambil tertawa-tawa dia memasuki kamar itu.

Hong Li menggeletak pingsan di atas lantai, demikian pula Liok Cin dan isterinya, sedangkan gadis dusun yang terbelenggu itupun pingsan di atas pembaringannya.

“Ha-ha-ha, gotong Liok Cin dan isterinya keluar, sadarkan mereka. Mereka telah berjasa besar.” Dia lalu mendekati Hong Li dan melihat betapa gadis itu cantik sekali, kembali dia tertawa senang. “Ha-ha-ha-ha-ha, dia malah lebih cantik dari perawan dusun itu.”

Dia lalu melangkah maju dan menotok kedua pundak gadis dusun, dan dia berkata kepada anak buahnya yang berkumpul di dalam dan di luar kamar.

“Angkat mereka ke dalam kamarku, siapkan mereka untuk menjadi pengantinku malam ini sehabis pesta. Ha-ha-ha, sekaligus aku memperoleh dua orang isteri yang manis-manis. Akan tetapi, biarpun sudah tertotok jalan darahnya, ia ini harus dibelenggu kedua kaki tangannya di atas pembaringanku. Ia lihai sekali. Gadis dusun itu tidak perlu dibelenggu. Hati-hati, jangan ganggu mereka. Mereka adalah isteri-isteriku, tahu?”

Sambil tertawa, Ang I Siauw-mo meninggalkan kamar itu dan empat orang wanita yang menjadi anggauta gerombolan itu lalu melaksanakan perintahnya, mengangkat tubuh Hong Li dan gadis dusun yang pingsan, digotong ke dalam kamar pengantin!

Hong Li menggerakkan pelupuk matanya. Kesadarannya kembali perlahan-lahan. Ia berusaha menggerakkan kaki tangannya, namun sia-sia. Ia telah ditotok sehingga jalan darahnya terhenti. Ia membuka matanya dan terkejut, juga marah sekali. Bukan hanya tertotok, bahkan kedua kaki dan tangannya dibelenggu dengan kaki pembaringan! Dan dia terlentang dalam keadaan telanjang bulat!

Ia melirik dan melihat bahwa gadis dusun itu pun rebah terlentang seperti dirinya, telanjang bulat, di tepi yang lain dari pembaringan itu. Akan tetapi gadis itu tidak dibelenggu, hanya melihat betapa gadis itu juga tidak mampu bergerak, jelas bahwa gadis itu pun telah tertotok jalan darahnya. Ia melirik ke kanan kiri, dan ia masih dapat menggerakkan kepalanya.

Ternyata ia berada di atas sebuah pembaringan yang lebar, di dalam sebuah kamar yang dihias dengan bunga-bunga dan kertas berwarna! Ada sebuah meja dengan empat buah bangkunya, ada almari pakaian, ada jendela dan pintunya yang semua dicat baru. Kamar pengantin! Kemarahannya memuncak, akan tetapi dicampuri rasa khawatir! Jantungnya berdebar tegang.

“Tenanglah, Hong Li, tenanglah engkau.” demikian bisik hatinya.

Ia melihat betapa belenggu kaki tangannya terbuat dari baja yang kuat. Pendeknya, ia tidak berdaya dan tidak mungkin dapat melepaskan diri mengandalkan kekuatannya. Ia lalu mengenangkan apa yang telah terjadi.

Tidak salah lagi, pikirnya gemas. Suami isteri Liok Cin itu adalah kaki tangan penjahat yang sengaja memancing dan menjebaknya masuk ke dalam kamar itu! Suami isteri itu pura-pura saja ketika mereka dikeroyok oleh enam orang penjahat. Kini teringatlah ia.Pantas saja suami isteri itu selalu terdesak dan terancam kalau ia hendak merobohkan lawan, kiranya memang mereka itu sengaja mencegah ia melukai kawan mereka sendiri!

Agaknya mereka diutus oleh kepala mereka untuk memancing dan ini hanya berarti bahwa kepala mereka sudah tahu akan kelihaiannya! Tentu saja! Orang-orang Ang I Mo-pang tentu saja mengenalnya sebagai seorang gadis yang berilmu tinggi! Dan suami isteri itu bahkan disuruh mengujinya, mengeroyoknya, juga enam orang yang menyerang itu, disuruh mengujinya.

Baru setelah mereka yakin tidak akan mampu mengalahkannya, ia dipancing masuk kamar oleh suami isteri Liok Cin dan dibuat pingsan dengan semprotan asap pembius! Sudah jelas bahwa gadis dusun yang diculik ini sama sekali bukan puteri Liok Cin dan isterinya! Mereka itu orang kota, orang-orang kang-ouw, dan gadis ini gadis dusun yang lemah! Betapa bodohnya memasuki perangkap!

Gadis dusun itu mengeluh, siuman dari pingsannya. Hong Li menoleh kepadanya. Gadis itu pun berusaha menggerakkan kaki tangannya akan tetapi tidak berhasil. Dan ia sudah membuka kedua matanya dan kelihatan ketakutan, sepasang matanya terbelalak! Dan ia menangis!

“Ah, menangis tidak ada gunanya.” kata Hong Li.

Gadis itu menoleh dan baru melihat Hong Li.
“Apa.... apa yang telah terjadi.?” tanya gadis dusun itu, “dan siapakah engkau, Nona? Kenapa Nona dapat berada di sini.?”

Hong Li tersenyum dan merasa heran sendiri. Dalam keadaan seperti itu, ia masih dapat tersenyum!

“Nanti dulu. Katakan apakah engkau mengenal laki-laki dan perempuan yang datang bersamaku memasuki kamar di mana engkau terbelenggu itu?”

Ia memang sudah dapat menduga akan jawaban gadis itu.
“Tidak, aku tidak mengenal mereka, Nona.”

“Hernmm, sudah kuduga begitu. Mereka adalah kaki tangan penjahat. Aku datang untuk menolongmu, akan tetapi juga tertawan dan kini kita mempunyai nasib yang sama. Sekarang ceritakan bagaimana engkau terculik oleh mereka.”

Gadis itu bercerita. Ia tinggal di dusun sebelah utara bukit ini dan ia terkenal sebagai kembang dusun di sekitar daerah itu. Ia sudah ditunangkan dengan putera lurah dusun. Akan tetapi pada hari yang naas itu, ketika ia mencuci pakaian di sungai, ia terlihat oleh seorang laki-laki gendut yang berpakaian serba merah. Ia lalu ditangkap, ditotok sehingga tidak mampu berteriak dan dibawa ke sarang penjahat ini, disekap dalam kamar selama tiga hari. Ia belum diganggu oleh si gendut baju merah, akan tetapi dibujuk untuk dengan suka rela menjadi isteri si gendut. Mereka akan menikah, dan perayaannya dilakukan hari ini, malam ini!

“Apakah orang tuamu dan para penghuni dusun, juga lurah calon mertuamu itu, tidak mencarimu?”

“Tentu mereka mencari, akan tetapi bagaimana mereka akan mampu melawan para penjahat kejam itu? Dan ternyata sampai kini, tidak ada yang datang menolongku kecuali engkau, Nona. Sayang engkau sendiri tertangkap.” dan gadis dusun itu menangis lagi.

“Sudah, jangan menangis. Selagi aku masih hidup, aku akan selalu berusaha untuk menyelamatkan diriku sendiri dan juga engkau. Kita tunggu saja apa yang akan terjadi.”

Biarpun mulutnya bicara demikian, namun kalau membayangkan apa yang mungkin terjadi, Hong Li merasa jantungnya berdebar penuh ketegangan dan ketakutan, ia tahu bahwa tentu kepala penjahat itu akan menggauli ia dan gadis dusun itu dengan paksa!

Kepala penjahat itu akan memperkosa mereka berdua, di atas pembaringan itu! Dan dalam keadaan tertotok dan terikat, bagaimana ia dapat membebaskan diri dan mencegah terjadinya penghinaan itu?

Dari kamar itu, Hong Li dapat mendengar suara riuh rendah orang tertawa di ruangan depan. Mereka sedang berpesta pora, pikirnya. Dan kamar ini sama sekali tidak terjaga! Alangkah akan mudahnya membebaskan diri kalau saja ia tidak tertotok, terbelenggu lagi! Dan mereka berdua, ia dan gadis dusun itu, dalam keadaan tak berdaya, bugil dan tidak ada yang dapat menolong mereka!

Tiba-tiba ia mendengar sesuatu di jendela, di luar jendela kamar itu.
“Sssttttt.... jangan menangis.” bisiknya kepada gadis itu yang masih tersedu-sedu.

“Jangan berisik.!”

Gadis dusun itu memaksa dirinya untuk berhenti menangis atau setidaknya berhenti mengeluarkan suara tangis.

Perhatian Hong Li dicurahkan ke arah jendela kamar. Jelas ada gerakan orang di luar kamar, di luar jendela, disusul suara seorang laki-laki, berbisik namun terdengar jelas olehnya.

“Yo Han, cepat kau masuk ke dalam dan.... selimuti mereka.”

Hong Li merasa betapa jantungnya berdetak keras sekali, terasa benar di telinga dan tenggorokannya, seolah-olah jantungnya akan meledak! Yo Han! Anak itu....! Dan suara yang bicara itu.... siapa lagi kalau bukan Sin Hong yang bicara kepada Yo Han tadi?

Terbelalak ia memandang ke arah jendela. Daun jendela tiba-tiba terbuka dan seorang pemuda kecil berusia kurang lebih sepuluh tahun, meloncati jendela itu dan masuk ke dalam kamar! Biarpun penerangan dalam kamar itu remang-remang, kemerahan karena lampu meja itu dikerudungi kertas merah, namun Hong Li masih mengenal Yo Han!

“Yo Han.!”

“Enci Hong Li.... jangan khawatir, Suhu datang menolong!” kata anak itu yang cepat menyambar sebuah selimut yang terlipat di sudut pembaringan lalu dia menyelimutkan selimut itu di atas tubuh Hong Li dan gadis dusun itu dari kaki sampai ke leher.

Kemudian, Yo Han menoleh ke arah jendela dan berbisik,
“Suhu, sudah teecu selimuti.!”

Bayangan itu berkelebat cepat sekali melompati jendela. Sin Hong sudah berdiri di kamar itu! Hong Li memandang kepadanya, dan Sin Hong juga memandang kepada Hong Li.

Dua pasang mata bertemu, bertaut dalam kemuraman kamar itu, dan perlahan-lahan dua buah mata yang bening dari Hong Li menjadi basah dan air matanya pun terurai keluar.

“Adik Hong Li.!”

“Sin Hong koko…. eh, Susiok.”

Kecanggungan dan kegagapan Hong Li ini cukup sudah untuk membuyarkan keharuan dari batin kedua orang muda ini. Mereka memang dua orang muda yang tergembleng sehingga memiliki batin yang sudah kuat sekali sehingga keharuan itu hanya merupakan gelombang yang lewat begitu saja. Keduanya tersenyum. Seruan itu saja cukup bagi mereka, cukup jelas mengungkap isi hati mereka yang penuh kerinduan dan kemesraan satu kepada yang lain.

Sin Hong lalu menghampiri Hong Li dan membebaskan totokan dengan menekan kedua pundak Hong Li. Seketika tubuh Hong Li dapat bergerak. Melihat belenggu rantai baja yang kuat itu, Sin Hong mencabut Cui-beng-kiam dan empat kali menggerakkan pedang pusaka itu, belenggu kaki tangan Hong Li terlepas.

Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara tertawa dari luar kamar,
“Ha-ha-ha, dua orang isteriku, pengantinku, bersiaplah kalian. Suamimu datang, ha-ha-ha!”