Ads

Selasa, 22 Maret 2016

Kisah si Bangau Merah Jilid 025

"Baiklah, kau tunggu saja. Sekarang, Moli. Aku bukan orang yang suka melanggar janji. Yo Han memang menyenangkan dan sudah menjadi muridku. Untuk itu, aku tentu akan memenuhi janjimu. Akan tetapi, bagaimana aku akan dapat membuat obat pemunah dari ilmu kejimu itu kalau aku tidak melihat dulu buktinya."

Ang I Moli tertawa genit dan memang wanita ini masih manis sekali seperti orang muda saja walaupun usianya sudah empat puluh tahun.

"Locianpwe Thian-te Tok-ong, aku sudah mempersiapkan segalanya. Lihatlah lima orang dusun ini. Mereka yang akan kujadikan kelinci percobaan. Nah, harap kau lihat baik-baik!"

Dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, yang nampak hanya berkelebatnya bayangan merah saja dan tahu-tahu tiga di antara lima orang itu roboh terpelanting. Padahal Ang I Moli hanya mendorongkan telapak tangannya dari jauh saja tanpa menyentuh orangnya, dan dari telapak tangan itu menyambar hawa yang kebiruan ke arah mereka.

"Keji sekali kau!"

Tiba-tiba Yo Han berseru dan dari tempat ia berdiri, Yo Han teringat akan ilmu senamnya dan dia pun mendorongkan kedua tangannya ke arah dua orang yang belum roboh. Dua orang itu seperti kena disambar angin keras dan tubuh mereka, terguling-guling sampai jauh akan tetapi mereka terhindar dari pukulan beracun Ang I Moli!

Melihat ini, Ang I Moli marah sekali dan ia pun mengerahkan pukulan kedua tangannya, didorongkan ke arah tubuh Yo Han. Anak ini pun menyambut dengan gerakan senam yang dinamakan "mendorong bukit".

"Dess....!"

Yo Han terjengkang dan roboh pingsan. Akan tetapi Ang I Moli terhuyung, berpusing lalu roboh dan muntah darah! Wanita itu terbelalak, penuh kekagetan, keheranan dan juga ketakutan karena ia merasa betapa ilmunya yang amat keji itu, yaitu yang ia beri nama Toat-beng Tok-hiat, tadi ketika bertemu dengan tenaga dari kedua tangan anak itu, telah membalik dan melukai dirinya sendiri!

Ia tahu bahwa ia telah menjadi korban pukulannya sendiri yang membalik dan ia sendiri tidak mempunyai obat penawarnya! Keadaannya sama dengan tiga orang petani yang dijadikan kelinci percobaan. Mereka pun roboh dan muntah darah. Baik wajah tiga orang itu maupun wajah Ang I Moli berubah menjadi kebiruan!

Thian-te Tok-ong menghampiri Yo Han dan dia tertawa terkekeh-kekeh saking girangnya melihat betapa biarpun pingsan Yo Han sama sekali tidak terluka. Dia menotokkan tongkatnya ke tengkuk anak itu dan Yo Han pun siuman kembali. Dia meloncat bangun dan memandang ke arah Ang I Moli dengan mata terbelalak.

"Suhu.... apakah teecu....membuat ia roboh.?"

Thian-te Tok-ong mengangguk.
"Kalau engkau tidak mempergunakan senam mendorong bukit, tentu engkau akan roboh keracunan atau mungkin sudah tewas. Ilmu iblis betina itu keji bukan main."

Ang I Moli terengah-engah dan bangkit duduk.
"Locianpwe, aku yakin bahwa seorang Locianpwe seperti engkau ini tidak akan menelan ludah sendiri dan akan memenuhi janjinya. Aku menuntut diberi obat penawar untuk ilmu pukulan ini."

"Ha-ha-ha, sudah lama kubuatkan. Aku mengenal pukulan keji semacam itu, Moli. Akan tetapi engkau masih untung. Kalau engkau tadi membuat Yo Han tewas, engkau pun tentu akan kubunuh! Nah, inilah obat penawarnya, berikut catatan cara membuatnya, terimalah dan buktikan kemanjurannya pada dirimu sendiri."

Kakek itu melemparkan sebuah bungkusan yang diterima oleh Ang I Moli. Isi bungkusan itu ternyata belasan butir pel merah dan sehelai kertas catatan resep pembuatannya.

Menurutkan petunjuk catatan, Ang I Moli menelan sebutir pel merah dan setelah bersila sejenak, wajahnya berubah merah kembali dan ia merasa betapa pengaruh racun di tubuhnya lenyap. Ia girang bukan main, meloncat berdiri lalu membungkuk terhadap Thian-te Tok-ong.

"Nama besar Thian-te Tok-ong ternyata bukan nama kosong dan bukan seorang pembohong. Aku menghaturkan banyak terima kasih." Kemudian kepada Lauw Kang Hui ia pun berkata, "Lauw Pangcu, kita telah saling membantu, harap sampaikan hormatku kepada Ouw Pangcu. Aku mohon diri untuk mengambil jalanku sendiri. Selamat tinggal!"

"Heiiii, nanti dulu!"

Tiba-tiba Yo Han berseru keras. Moli terkejut karena sekali anak itu menggerakkan kaki, tubuhnya sudah melayang dan berdiri di depannya! Anak ini, entah disadari atau pun tidak, telah memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat!

"Huh, mau apa engkau?" bentaknya, tidak berani memandang rendah karena tentu saja ia gentar terhadap guru anak itu.

Dengan telunjuk tangan kanannya, seperti seorang dewasa menegur seorang anak nakal, Yo Han berkata,

"Ang I Moli, sejak dahulu engkau sungguh tak berubah, bahkan menjadi semakin jahat dan keji. Engkau melukai tiga orang petani yang tidak berdosa itu sampai mereka keracunan dan engkau mau meninggalkan mereka begitu saja? Mana tanggung jawabmu? Engkau harus menyembuhkan dulu mereka, baru boleh pergi!"






Ang I Moli mengerutkan alisnya. Mana ia mau mentaati permintaan bocah itu?
"Huh! Peduli apa aku dengan mereka?" Serunya dan ia pun sudah meloncat pergi.

Akan tetapi Yo Han juga meloncat dan anak ini terkejut sendiri akan tubuhnya melayang dan dia dapat menghadang di depan wanita pakaian merah itu.

"Aih, kiranya Tok-ong sudah melatihmu, ya? Yo Han, engkau masih kanak-kanak, sama sekali bukan lawanku, jangan coba-coba menghalangiku. Kalau aku tidak melihat muka gurumu, sekali pukul engkau akan mampus. Pergilah!"

"Moli, aku tidak mau berkelahi, aku tidak mau melawanmu atau melawan siapa saja. Akan tetapi aku minta pertanggungan jawabmu. Tiga orang itu tidak berdosa. Tidak boleh engkau meninggalkan mereka terluka tanpa kau obati. Hayo cepat kau sembuhkan mereka!"

"Bocah setan kau!"

Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara Thian-te Tok-ong terkekeh-kekeh.
"Ang I Moli, jangan mengira bahwa aku mencampuri urusan percekcokanmu dengan Yo Han anak kecil. Akan tetapi, di dalam dunia kita, sudah terdapat peraturan bahwa siapa yang menang harus ditaati dan siapa kalah harus mentaati. Nah, sekarang begini saja. Engkau boleh menyerang Yo Han sampai dua puluh jurus, dengan ilmu pukulanmu yang mana pun, boleh semua kepandaianmu kau keluarkan, kecuali pukulan Toat-beng Tok-hiat itu. Kalau kau pergunakan pukulan itu dan sampai muridku mati, engkau akan kucabik-cabik. Akan tetapi semua pukulan lain boleh kau lakukan. Kalau sampai dua puluh jurus engkau tidak mampu merobohkannya, nah, engkau harus mentaati perintahnya mengobati tiga orang petani itu. Kalau sebelum dua puluh jurus dia jatuh, sudahlah, engkau boleh pergi dan aku yang akan menghajar kelancangan mulut muridku."

Mendengar ini, Lauw Kang Hui wakil ketua Thian-li-pang yang datang pula ke situ diam-diam terkejut bukan main. Bagaimana sih supeknya itu? Tingkat kepandaian Ang I Moli sudah tinggi sekali. Apalagi setelah kini menguasai Toat-beng Tok-hiat, bahkan dia sendiri pun harus berhati-hati kalau melawan wanita itu. Dan kini supeknya menyuruh Moli menyerang Yo Han sampai dua puluh jurus. Mana mungkin anak itu dapat bertahan? Baru satu dua jurus saja kepala anak itu dapat hancur! Akan tetapi tentu saja dia tidak berani mencampuri urusan supeknya yang amat ditakuti dan dihormatinya itu.

Ang I Moli adalah seorang wanita iblis yang licik. Tadinya dengan senang sekali ia berhasil mendapatkan Yo Han, akan tetapi terpaksa ia melepaskan anak itu kepada Thian-te Tok-ong. Kini, mendengar tantangan itu, tentu saja ia mendapatkan kesempatan untuk melampiaskan kemarahannya. Kalau ia membunuh anak itu, berarti anak itu tidak terjatuh ke tangan orang lain, dan ia pun dapat membalas penghinaan yang diterimanya ketika Yo Han menangkisnya tadi!

"Bagus sekali! Locianpwe Thian-te Tok-ong, bukan aku yang menantang. Syarat itu memang cukup adil. Nah, Yo Han yang manis, majulah ke sini untuk menerima kematianmu. Sayang masih begini muda terpaksa engkau harus mampus di tanganku."

"Suhu, teecu tidak sudi berkelahi, biarpun melawan iblis betina itu sekali pun," kata Yo Han kepada gurunya sambil mengerutkan alisnya.

"Bocah tolol!. Siapa suruh engkau berkelahi? Akan tetapi ia hendak membunuh tiga orang petani itu, juga hendak membunuhmu. Engkau tidak perlu memukulnya engkau hanya menari saja seperti yang kau pelajari tadi. Gunakan tari monyet dan tari lutung, dan hendak kulihat apakah perempuan sombong ini mampu menyentuh selembar rambutmu. Hayo cepat engkau menari!"

Mendengar perintah ini, hati Yo Han tidak ragu lagi. Dia memang tetap berpendirian bahwa ia tidak akan sudi berkelahi menggunakan kekerasan memukul orang. Akan tetapi kalau hanya menari dan menghindarkan diri dari serangan orang, itu namanya bukan berkelahi dan bukan menggunakan kekerasan. Apalagi dia harus menyelamatkan nyawa tiga orang petani yang tidak berdosa itu. Maka, dia pun melangkah maju menghadapi wanita itu dengan hati tabah.

Bagaimanapun juga, karena ia segan dan takut kepada Thian-te Tok-ong, Ang I Moli sekali lagi berkata,

"Locianpwe Thian-te Tok-ong, benarkah aku boleh menyerangnya sampai dua puluh jurus?"

"Perempuan sombong, siapa yang menyangkal? Cepat serang!"

Ang I Moli memang seorang yang amat licik dan curang. Biarpun yang dihadapinya itu seorang remaja berusia empat belas tahun, namun begitu mendengar ucapan Thian-te Tok-ong, tanpa memberi peringatan lagi tiba-tiba saja ia sudah menerjang dengan tamparan yang amat ganas, ke arah kepala Yo Han.

"Wuuut-wuut-wuuuttt....!" Tiga kali ia menampar susul menyusul dan.... luput!

Bagaikan seekor kera yang amat lincah. Yo Han sudah menari-nari dan semua tamparan itu sama sekali tidak mampu menyentuhnya. Dia seperti telah melihat lebih dulu datangnya tamparan.

Tentu saja Ang I Moli terkejut, heran dan juga penasaran sekali. Kini ia tidak main-main lagi, mengeluarkan jurus-jurusnya yang paling ampuh, bukan sekedar untuk menampar atau memukul, melainkan mengirimkan jurus pukulan mautnya!

Bahkan, setelah lewat sepuluh jurus, berturut-turut ia memukul dengan pukulan ampuh Pek-lian Tok-ciang, yaitu pukulan beracun yang amat dahsyat, yang dikuasai oleh para murid Pek-lian-kauw tingkat tinggi saja. Pukulan ini mengandung uap putih dan hawa beracun itu cukup untuk membuat orang yang menghisapnya roboh pingsan!

Namun, Yo Han dengan gerakannya yang lincah selalu dapat menghindarkan diri, bahkan asap yang menerjangnya dan tanpa disengaja tersedot olehnya sama sekali tidak mempengaruhinya, bahkan dia masih sempat berseru,

"Aih, baunya harum!"

Tentu saja ucapan yang jujur dari Yo Han ini oleh Ang I Moli merupakan tamparan dan ejekan. Tiba-tiba ia mengeluarkan suara melengking nyaring. Tinggal tiga jurus lagi karena ia sudah menyerang sampai tujuh belas jurus tanpa hasil dan yang tiga jurus ini akan dilakukan dengan pengerahan tenaga sepenuhnya, bukan tenaga sembarangan, melainkan ilmu pukulannya yang baru, yaitu Toat-beng Tok-hiat!

Terdengar suara bercuitan seperti tikus-tikus terjepit ketika ia melancarkan pukulan ampuh Toat-beng Tok-hiat itu. Pukulan ini baru saja dirampungkan latihannya dan merupakan pukulan tingkat tinggi yang amat hebat. Jangankan seorang anak remaja seperti Yo Han yang tidak pernah belajar ilmu silat, bahkan seorang wakil ketua Thian-li-pang seperti Lauw Kang Hui saja belum tentu akan mampu menahan pukulan maut itu!

Diam-diam Lauw Kang Hui terkejut. Dia sendiri tidak sayang kepada Yo Han, akan tetapi dia tahu betapa sayang supeknya kepada anak itu sehingga kalau sampai Yo Han celaka, tentu nyawa Ang I Moli tidak akan dapat diselamatkan lagi!

Akan tetapi, Yo Han yang sama sekali belum menyadari bahwa semua latihan yang dilakukan secara rajin selama dua tahun ini adalah gerakan silat tinggi, telah memiliki ketajaman penglihatan yang luar biasa. Hal ini adalah karena sebagian besar dari waktunya dia berada di dalam guha yang gelap dan remang-remang. Maka, kini dia dapat melihat atau mengikuti gerakan tangan dan tubuh Moli dengan jelas sehingga memudahkan dia untuk berloncatan seperti seekor kera mengelak ke sana sini dan tiga kali hantaman berturut-turut yang mengeluarkan bunyi bercicit itu tidak ada yang mengenai tubuhnya.

Ang I Moli penasaran bukan main sehingga ia lupa diri, lupa bahwa sudah dua puluh jurus ia menyerang dan kini ia menubruk ke depan untuk menerkam anak yang dianggapnya telah membuat ia kehilangan muka itu.

"Takkk!"

Tubuh Moli terjengkang dan terguling-guling sampai lima meter jauhnya karena disodok ujung tongkat oleh Thian-te Tok-ong! Sungguh luar biasa sekali gerakan ini. Kakek itu masih duduk bersila, dan jaraknya cukup jauh. Akan tetapi, entah tongkatnya yang mulur atau lengannya yang memanjang, ujung tongkatnya dapat menyambut serangan Moli dan membuat wanita itu terjengkang.

"Moli, apa engkau ingin mampus? Sudah dua puluh jurus dan engkau masih ingin menyerang terus?" bentak kakek itu terkekeh.

Ang I Moli cepat bangkit, dan memberi hormat.
"Maaf, Locianpwe, aku salah menghitung."

"Heh-heh-heh, engkau sudah kalah bertaruh. Hayo kau sembuhkan tiga orang itu kemudian cepat pergi dari sini, jangan sekali lagi sampai bertemu denganku, karena aku tidak akan sudi mengampunimu lagi!"

Dapat dibayangkan betapa marahnya hati Ang I Moli. Ia memang tahu bahwa Thian-te Tok-ong adalah orang nomor satu dari Thian-li-pang, bahkan merupakan seorang tokoh langka yang tidak pernah mencampuri urusan dunia. Dikalahkan Thian-te Tok-ong masih belum merupakan hal yang memalukan.

Akan tetapi, ia datuk besar yang baru saja selesai menguasai ilmu yang amat hebat, ilmu Toat-beng Tok-hiat yang dianggapnya akan dapat membuat ia menjadi seorang yang paling lihai di dunia, atau setidaknya seorang di antara yang paling lihai, kini tidak dapat merobohkan seorang bocah berusia empat belas tahun yang tidak pandai ilmu silat!

Maka, setelah ia memandang kepada Yo Han dengan sinar mata mengandung penuh kebencian, dan di dalam hatinya ia mencatat bahwa kelak pada suatu hari ia pasti akan membunuh anak ini dan menghisap darahnya sampai tidak tertinggal setetespun, ia lalu membalikkan tubuhnya dan sekali meloncat ia pun lenyap dari tempat itu.

"Heh-heh-heh-heh, Yo Han, kau ingat. Ialah mungkin wanita yang kelak harus kau bunuh, kalau tidak engkau yang akan dibunuhnya, heh-heh!"

Yo Han mengerutkan alisnya dan menggeleng kepalanya.
"Suhu tahu, teecu tidak akan mau membunuh siapapun juga!"

"Heh-heh-heh, engkau memang anak yang aneh. Nah, Lauw Kang Hui, engkau tentu datang mengantar perempuan tadi bukan dengan percuma, tentu engkau pun akan menagih janji, bukan?"

Lauw Kang Hui, seperti juga semua murid Thian-Ii-pang, amat takut kepada kakek ini. Kakek ini bukan saja merupakan orang pertama yang dipuja-puja dan ditakuti, akan tetapi juga terkenal bengis dan entah sudah berapa puluh orang anak buah Thian-li-pang sejak dahulu dibunuhnya begitu saja dengan kesalahan yang amat sepele. Maka, dia pun cepat menyembah sambil berlutut.

"Teecu memberanikan diri mengantar Ang I Moli karena ia desak-desak, Supek. Adapun tentang Supek hendak memberi anugerah kepada teecu atau tidak, teecu serahkan kepada kebijaksanaan Supek. Bagaimana teecu berani menuntut?"

"Ha-ha-ha, engkau memang seorang di antara para murid yang cerdik, Kang Hui, tidak seperti suhengmu Ouw Ban yang terlalu keras kepala walaupun kepandaiannya lebih tinggi. Aku mendengar tentang siasatmu mengadu domba antara empat partai persilatan besar dan berhasil baik. Ha-ha, sungguh, aku sendiri tidak akan memikirkan sejauh itu. Engkau memang pandai dan aku suka sekali menambahkan satu dua pukulan untukmu agar engkau lebih dapat memajukan Thian-li-pang lagi!"

"Terima kasih, Supek. Terima kasih!" Akan tetapi dia lalu menambahkan dengan suara lirih. "Hanya teecu mohon agar Supek sudi melembutkan hati Suhu kalau Suhu memarahi teecu karena ini."

"Gurumu? Ha-ha-ha, gurumu selalu berat sebelah, terlalu mudah dirayu oleh Ouw Ban. Jangan takut, kalau gurumu berani mengganggumu, akan kupukul pantatnya sampai bengkak-bengkak, heh-heh-heh! Nah, ke sinilah dan perhatikan baik-baik. Akan kuajarkan Tok-jiauw-kang (Ilmu Cakar Beracun) dan Kiam-ciang (Tangan Pedang) padamu. Hafalkan baik-baik dan kemudian latihlah, sedikitnya satu dua tahun baru engkau akan dapat mahir."

"Terima kasih, Supek!"

Lauw Kang Hui memasuki mulut guha dan Yo Han yang tidak suka melihat orang belajar silat, lalu masuk ke dalam guha untuk melakukan pekerjaan sehari-hari, membersihkan guha dan mengirimkan makanan dan minuman untuk orang hukuman yang berada di dalam sumur.
Sampai tiga hari lamanya Lauw Kang Hui menerima petunjuk kedua ilmu itu dari Thian-te Tok-ong tanpa ada yang berani mengganggu, bahkan mendekat pun tidak ada yang berani. Setelah dia hafal benar, Lauw Kang Hui berlutut menghaturkan terima kasih kemudian meninggalkan guha yang menjadi sunyi kembali. Dan dia pun mulai lagi setiap hari belajar ilmu menari dan senam, karena sampai hari itu pun Yo Han tetap berkukuh tidak sudi belajar ilmu memukul orang!

Ketika usianya sudah lima belas tahun dan tetap juga dia berkeras tidak mau belajar silat, hampir habis kesabaran Thian-te Tok-ong. Dia memanggil muridnya menghadap. Yo Han berlutut di depannya. Waktu itu malam hampir tiba dan di dalam guha sudah mulai gelap. Namun, berkat kebiasaan, mereka dapat saling melihat dengan tajam. Yo Han memiliki ketajaman mata yang dapat melihat di dalam gelap seperti mata harimau atau mata kucing.

"Yo Han, apakah engkau sudah gila? Kau lihat sendiri, kalau engkau tidak pandai mengelak, tentu engkau sudah mampus diserang Ang I Moli. Kenapa engkau tetap tidak mau menerima pelajaran silat dariku? Aku akan membuat engkau orang yang paling pandai di kolong langit ini."

"Tidak Suhu. Teecu tetap tidak mau belajar memukul orang. Untuk apa? Teecu tidak akan pukul orang, apalagi membunuh orang. Hidup bukan berarti harus saling bermusuhan dan saling bunuh."

"Tolol! Kau kira ilmu silat itu hanya untuk membunuh orang?"

“Teecu tetap tidak mau! Sejak kecil teecu tidak suka ilmu silat. Ayah Ibu teecu juga tewas hanya karena mereka itu ahli-ahli silat. Kalau mereka tidak pandai silat, tidak mungkin mereka itu mati muda."

"Huh, hal itu karena ilmu silat mereka masih rendah, masih mentah! Sudahlah tidak perlu banyak berbantah lagi, mari kau keluar bersamaku, dan akan kuperlihatkan bukti-bukti kepadamu!"

Sebelum Yo Han menjawab, tiba-tiba saja punggung bajunya sudah dicengkeram gurunya dan dia merasa tubuhnya dibawa terbang atau lari dengan kecepatan yang luar biasa. Diam-diam dia kagum. Gurunya ini bukan manusia agaknya. Hanya iblis yang dapat bergerak seperti itu!

Akan tetapi dia pun diam saja dan hanya melihat betapa mereka melalui lembah bukit, menuruni jurang, dan akhirnya mereka tiba di luar sebuah dusun. Dari luar saja sudah terdengar suara ribut-ribut di dusun itu, suara sorak sorai disertai gelak tawa di antara suara tangis dan jerit mengerikan, juga nampak api berkobar.

"Suhu, apa yang terjadi?" Yo Han bertanya dengan kaget sekali.

Thian-te Tok-ong melepaskan muridnya, lalu membiarkan muridnya menuntun tongkatnya, diajaknya memasuki dusun itu.

"Tidak perlu banyak bertanya, kau lihatlah saja sendiri," katanya dan setelah mereka memasuki dusun, tiba-tiba kakek itu memegang lengannya dan membawanya loncat naik ke atas pohon besar. Dari tempat itu mereka dapat melihat apa yang sedang terjadi di bawah.

Yo Han terbelalak, mukanya sebentar pucat sebentar merah. Dia melihat peristiwa yang mendirikan bulu romanya, perbuatan kejam yang membuat dia merasa ngeri bukan main.

Belasan orang laki-laki yang bengis dan kasar, dengan golok di tangan, membantai orang-orang dusun yang sama sekali tidak mampu mengadakan perlawanan. Ada pula yang memperlakukan wanita dengan kasar dan tidak sopan, menelanjanginya, menciuminya dan memukulinya. Ada pula yang mengusungi barang-barang berharga dari dalam rumah. Tahulah dia bahwa mereka adalah perampok-perampok yang sedang menyerang dusun itu dengan kejam sekali.

Hampir saja Yo Han menjerit melihat itu semua dan tiba-tiba saja tubuhnya melayang turun dari atas pohon itu. Dia sendiri terkejut karena dia dapat meloncat dari tempat setinggi itu tanpa cidera. Gurunya hanya melihat sambil tersenyum saja. Yo Han lari ke dusun itu.

"Manusia-manusia jahat, kalian ini manusia ataukah iblis?" bentaknya berkali-kali dan ke mana pun tubuhnya berkelebat, dia telah merampas sebatang golok dan mendorong seorang perampok sampai terjengkang dan terguling-guling.

Melihat seorang anak remaja maju mendorong roboh beberapa orang anak buahnya, kepala perampok yang brewok menjadi marah dan dia melepaskan wanita muda yang tadi dipermainkannya, lalu dengan bertelanjang dada dan dengan golok besar diangkat, dia menyerang Yo Han dengan bacokan ke arah leher anak itu.

Yo Han yang telah mahir "menari" itu melihat dengan jelas datangnya golok, maka dengan gerakan tari monyet, amat mudah baginya untuk meloncat ke samping sehingga golok itu tidak mengenai sasaran. Dia tidak bermaksud memukul orang, akan tetapi karena dia marah melihat orang itu tadi menggeluti seorang wanita, dan kini melihat orang itu hendak membunuhnya, dia pun mendorong sambil berseru nyaring,

"Engkau orang jahat, pergilah!" dan sungguh luar biasa sekali akibatnya.

Terkena dorongan tangan Yo Han, kepala perampok itu terlempar seperti daun kering ditiup angin dan tubuhnya menabrak dinding, dan dia pingsan seketika karena kepalanya terbanting pada dinding.

Para perampok menjadi marah dan kini beramai-ramai mereka menggerakkan golok mengepung dan menyerang Yo Han. Akan tetapi Yo Han berloncatan menari-nari dan semua serangan itu pun luput. Sayangnya, karena Yo Han memang tidak suka berkelahi, tidak suka memukul orang, tidak suka menggunakan kekerasan dan perasaan ini sudah mendarah-daging sejak kecil, maka dia pun hanya berloncatan mengelak ke sana sini saja tanpa membalas.

"Huh, orang-orang macam ini masih kau kasihani?" tiba-tiba terdengar seruan lembut dan Yo Han melihat betapa belasan orang itu terlempar ke kanan kiri, berkelojotan dan mati semua!

Gurunya sudah berdiri di situ dan kini Yo Han memandang kepada gurunya dengan terbelalak dan alis berkerut.

"Suhu membunuh mereka semua? Suhu kejam! Sungguh kejam!"