Ads

Jumat, 18 Maret 2016

Kisah si Bangau Merah Jilid 002

Yo Han tiba di tepi sungai dan dia segera menuju ke bagian di mana terdapat tanah liatnya yang baik. Bagian ini sunyi sekali. Hanya dia dan beberapa orang kawannya bermain, tetangga gurunya, yang mengetahui tempat ini. Kini dia berada di situ seorang diri dan segera dia turun ke tepi sungai dan mengambil tanah liat dengan kedua tangannya. Mudah saja menggali tanah liat yang lunak dan basah itu, dikumpulkannya sampai cukup banyak, lalu dibawanya tanah liat segumpal besar itu ke bawah sebatang pohon besar di tepi sungai.

Baru saja dia menurunkan tanah liat yang dibawanya, ketika dia duduk di atas akar pohon yang menonjol keluar dari tanah, tanpa disengaja kakinya menginjak seekor ular! Bagian ekornya yang diinjaknya itu. Ular itu terkejut, juga marah dan tubuhnya membalik, kepalanya meluncur dan menyerang ke arah leher Yo Han yang sudah duduk. Tangan kanan Yo Han bergerak dan tahu-tahu leher ular itu telah terjepit di antara jari-jari tangannya. Dia telah dapat menangkap leher ular itu!

Tak jauh dari situ, Sin Hong memandang terbelalak! Tadi pun dia melihat serangan ular yang tiba-tiba itu dan wajahnya menjadi pucat. Terlalu jauh baginya untuk dapat menolong dan menyelematkan muridnya, juga gerakan ular itu terlalu cepat. Dia sudah membayangkan betapa leher itu akan dipatuk ular. Bukan ular biasa, melainkan ular hijau yang racunnya amat jahat!

Akan tetapi apa yang dilihatnya? Yo Han telah dapat menangkap leher ular, hanya sedikit selisihnya karena moncong ular itu tinggal sejengkal lagi dari leher Yo Han! Dia sendiri, kalau diserang ular secara tiba-tiba seperti itu, masih meragukan apakah berani menghindarkan diri dengan cara menangkap leher ular itu!

Perbuatan ini amat berbahaya karena sekali meleset dan leher terpatuk ular beracun itu, amat hebat akibatnya. Kalau kaki yang terpatuk ular, masih banyak harapan untuk diobati, akan tetapi leher demikian dekat dengan kepala dan jantung. Dia hanya terbelalak memandang dan semakin bengonglah dia ketika melihat apa yang terjadi.

Yo Han sendiri terbelalak ketika melihat bahwa yang ditangkap tangannya itu adalah seekor ular hijau yang dia tahu beracun! Dia merasa heran karena sungguh dia tidak menyadari, apa yang dilakukan tangannya tadi, seolah-olah tangan itu bergerak sendiri dengan amat cepatnya menangkap leher ular!

Akan tetapi, dia memang seorang anak yang memiliki keberanian luar biasa. Setelah kini dia melihat kepala ular itu, dengan mata yang nampaknya begitu putus asa dan ketakutan, lidah yang terjulur keluar masuk, tubuh yang menggeliat-geliat melibat lengannya tanpa daya karena dia merasa betapa lengannya diisi tenaga yang membuat lengannya itu seperti berubah menjadi baja, timbul perasaan kasihan di dalam hatinya.

"Ular hijau, kenapa engkau hendak mematukku? Kalau seandainya aku menyentuh atau menginjaknya tanpa kusengaja, sepatutnya engkau memaafkan aku. Engkau yang sengaja hendak mematukku pun dapat kumaafkan. Kita sepatutnya bermaaf-maafan setelah sama-sama diciptakan hidup di dunia ini. Bukankah begitu, ular hijau?"

Sin Hong terbelalak, tak pernah berkedip ketika melihat betapa kini ekor ular yang tadi membelit-belit lengan muridnya itu melepaskan belitannya, dan melihat betapa Yo Han dengan lembut melepaskan leher yang ditangkap tangannya itu, membiarkan ular itu ke atas tanah. Dan ular itu sama sekali tidak nampak buas lagi, tidak menyerang! Juga tidak melarikan diri ketakutan. Ular itu kini perlahan-lahan menghampiri Yo Han yang sudah duduk di atas akar, mengelilingi anak itu, perlahan-lahan, kadang-kadang mendekat dan menyentuh kaki Yo Han dengan tubuhnya, seperti tingkah seekor kucing yang manja mengusapkan tubuhnya ke kaki majikannya.

Dan Yo Han sudah tidak mempedulikan ular itu lagi, melainkan asyik dengan pekerjaannya. Kedua tangannya bekerja dengan cekatan, meremas-remas tanah liat itu sehingga menjadi lunak dan liat, dan mulai membentuk patung yang hendak dibuatnya.

Sampai beberapa lamanya, ular hijau itu bergerak di sekitar Yo Han mengusapkan tubuhnya ke kaki anak itu, kadang menggunakan lidahnya menjilat, Yo Han yang tenggelam ke dalam pekerjaannya seperti sudah melupakan binatang itu dan akhirnya, ular itu pun pergi dengan tenang.

Beberapa kali, dalam pengintaian itu Sin Hong menelan ludah. Dia merasa seperti dalam mimpi. Yo Han demikian mudahnya menangkap leher ular yang sedang menyerangnya, ular beracun yang terkenal ganas. Kemudian, lebih aneh lagi, dengan ucapan dan sikapnya, dia mampu membuat seekor ular berbisa yang ganas berubah menjadi seekor binatang yang jinak dan manja seperti kucing. Apa artinya semua ini?

Tentu saja Sin Hong menjadi penasaran bukan main. Dia adalah guru anak itu. Dan semenjak berusia tujuh tahun, Yo Han selalu ikut dengan dia. Akan tetapi bagaimana sampai saat ini dia sama sekali tidak mengenal muridnya itu? Tidak tahu akan keadaan muridnya yang aneh?

Muridnya itu tidak pernah mau melatih ilmu silat yang diajarkan, akan tetapi kini buktinya, anak itu sedemikian lihainya! Kapan belajarnya? Dari siapa? Gerakan tangan ketika menangkap ular berbisa tadi tidak dikenalnya. Mirip dengan jurus Bangau Putih Mematuk Ular. Akan tetapi hanya mirip. Jauh bedanya. Jurus dari ilmu silatnya Pek-ho Sin-kun itu menggunakan jari tangan untuk mencengkeram tubuh ular dan memang yang dimaksud lehernya dan dalam ilmu silat menghadapi manusia dipergunakan untuk menangkap lengan lawan yang menyerang.

Akan tetapi gerakan Yo Han tadi begitu cepat akan tetapi begitu lembut sehingga ketika leher ular tertangkap, ular itu tidak mampu melepaskan diri, akan tetapi juga tidak tersiksa dan tidak luka. Gerakan apa itu? Dan sikapnya kemudian terhadap ular berbisa itu, sungguh tidak dimengertinya! Kenapa Yo Han bersikap seaneh itu dan bagaimana pula ular itu berubah menjadi sejinak itu? Apakah artinya semua itu? Ilmu apakah yang dikuasai Yo Han?

Sin Hong adalah seorang pendekar yang gagah dan jujur, tentu saja tidak suka akan hal-hal yang dirahasiakan, tidak suka akan kepura-puraan. Di depannya, Yo Han tidak pernah berlatih silat, sehingga dia dan isterinya menganggap dia lemah dan tidak dapat bersilat. Akan tetapi apa kenyataannya sekarang? Serangan ular tadi amat cepat dan berbahaya.






Hanya seorang ahli silat tingkat tinggi saja yang mampu menghindarkan bahaya maut itu dengan menangkap leher ular yang sedang menyerang dalam jarak sedemikian dekatnya.

Dan Yo Han mampu melakukannya. Ini membuktikan bahwa anak itu sama sekali bukan lemah, hanya berlagak lemah saja. Apakah diam-diam dia telah mempelajari dan melatih ilmu silat lain? Atau mempunyai seorang guru lain? Dia harus membongkar semua rahasia ini, tidak mau dipermainkan lagi.

Sekali melompat, Sin Hong sudah berada di dekat Yo Han. Anehnya, anak itu sama sekali tidak kelihatan kaget atau gugup, dan kini teringatlah Sin Hong bahwa muridnya itu memang tidak pernah gugup apalagi kaget atau takut. Selalu tenang saja seperti air telaga yang dalam.

"Suhu....!" kata Yo Han memberi hormat dengan membungkuk karena kedua tangannya berlepotan lumpur tanah liat.

Sejak tadi Sin Hong mengamati wajah Yo Han, kini melihat wajah muridnya itu biasa-biasa dan wajar saja, dia melirik ke arah bongkahan tanah liat di tangan anak itu dan dia terkejut, juga kagum. Dalam waktu singkat itu, jari-jari tangan anak itu telah mampu membentuk sebuah boneka anak-anak yang ukurannya demikian sempurna. Kepala, kaki, tangan sudah terbentuk dan demikian serasi. Hanya wajah kepala itu yang belum dibuat.

"Suhu, ada apakah Suhu mencari teecu?" tanya Yo Han.

Suara dan sikap yang amat wajar itu membuat Sin Hong menjadi bingung dan tak tahu harus berbuat apa.

"Apa yang kau bikin itu?" akhirnya dia bertanya.

"Boneka tanah, Suhu, hadiah teecu untuk adik Sian Li," kata Yo Han.

Keharuan menyelinap di hati Sin Hong, Juga sedikit iri hati. Tidak ada hadiah yang lebih indah dan memuaskan hati melebihi benda buatan tangan sendiri. Kalau saja dia mampu membuat boneka tanah seindah yang sedang dibuat Yo Han, dia pun akan senang membuatkan sebuah untuk puterinya!

Akan tetapi, renungan Sin Hong buyar seketika karena dia teringat lagi akan ular tadi. Suatu kesempatan yang amat baik untuk menguji muridnya, untuk mengetahui rahasia yang menyelimuti diri muridnya.

Tiba-tiba saja, dengan tenaga terukur, kecepatan yang hampir menyamai kecepatan gerakan ular tadi, tangannya meluncur dan jari tangannya menotok ke arah leher muridnya, seperti ular yang mematuk tadi, dari arah yang sama pula dengan gerakan ular tadi. Gerakannya ini pun tiba-tiba selagi Yo Han tidak mengira, kiranya persis seperti keadaannya ketika diserang ular hijau tadi.

Dan satu-satunya gerakan yang dilakukan Yo Han adalah gerak refleks atau reaksi yang umum. Dia terkejut dan menarik kepalanya sedikit ke belakang. Tentu saja serangan itu akan dapat mengenai leher Yo Han kalau Sin Hong menghendaki. Sin Hong merasa kecelik. Kenapa Yo Han sama sekali tidak menangkis atau mengelak, sama sekali tidak ada gerakan seorang ahli silat yang mahir? Kalau dia bersikap seperti itu tadi ketika dipatuk ular, tentu dia sudah celaka, mungkin sekarang sudah tewas oleh racun ular!

Ataukah Yo Han sudah tahu bahwa dia diuji dan sengaja tidak mau menangkis atau mengelak untuk mengelabuhi gurunya? Ah, tidak mungkin! Seorang ahli silat tinggi memang dapat menangkap gerakan serangan dengan cepat, akan tetapi tidak mungkin dapat menduga secepat itu. Serangannya tadi terlalu cepat untuk diterima dan dirancang pikiran. Jadi jelas bahwa muridnya ini memang tidak tahu ilmu silat sama sekali. Akan tetapi ular tadi?

"Apakah maksud gerakan Suhu tadi?" tanya Yo Han dengan sikap masih tetap tenang seolah tidak terjadi sesuatu.

Kekagetannya ketika diserang tadi pun hanya merupakan reaksi saja, bukan kaget lalu disusul rasa takut. Ini saja sudah amat mengagumkan hati Sin Hong.

"Yo Han, engkau ini muridku, bukan?" tiba-tiba Sin Hong bertanya dan dia pun duduk di atas akar pohon, di sebelah Yo Han.

Anak itu menoleh dan memandang wajah suhunya dengan sinar mata mengandung penuh pertanyaan.

"Tentu saja, kenapa Suhu bertanya?"

"Dan sejak lima tahun yang lalu, sejak engkau kehilangan orang tuamu, engkau hidup dengan aku, bukan?"

Sepasang mata anak itu bertemu dengan pandang mata Sin Hong dan pendekar ini merasa seolah sinar mata anak itu menembus dan menjenguk isi hatinya! Dia tahu bahwa muridnya memiliki mata yang tajam dan lembut, akan tetapi baru sekarang dia merasa betapa sinar mata itu seperti menjenguk ke dalam lubuk hatinya.

"Teecu tahu dan teecu selalu ingat akan kebaikan Suhu dan Subo. Selama hidup, teecu akan ingat kebaikan itu, Suhu, dan Suhu bersama Subo, bagi teecu bukan hanya guru, akan tetapi juga pengganti orang tua teecu."

Sin Hong terheran. Anak ini luar biasa, karena memang itulah yang dipikirkannya tadi. Dia merasa penasaran karena anak itu dianggapnya seperti anak sendiri, namun menyimpan rahasia dirinya dan masih berpura-pura lagi!

"Nah, karena itu, Yo Han. Hubungan antara murid dan guru, atau antara anak dan orang tua, sebaiknya tidak menyimpan rahasia, bukan?"

"Memang benar, Suhu. Apakah Suhu mengira teecu menyimpan rahasia? Kiraan itu tidak benar, Suhu. Teecu tidak pernah menyimpan rahasia terhadap Suhu atau Subo."

Anak seperti ini tidak mungkin dibohongi, pikir Sin Hong kaget. Lebih baik berterus terang.
"Yo Han, memang terus terang saja, aku dan subomu merasa heran melihat sikap dan pendirianmu. Engkau menjadi murid kami akan tetapi tidak mau berlatih silat. Lalu apa artinya kami menjadi gurumu?"

"Bukan hanya ilmu silat yang telah diajarkan Suhu dan Subo kepada teecu. Teecu menerima pelajaran sifat yang gagah berani, adil dan menjauhi perbuatan jahat dari Suhu dan Subo, juga selama ini banyak yang telah teecu pelajari. Sastra, seni, dan banyak lagi. Terima kasih atas semua bimbingan itu, Suhu."

"Engkau benar-benar tidak dapat bermain silat sama sekali, Yo Han?" pertanyaan ini tiba-tiba saja karena Sin Hong memang bermaksud hendak bertanya secara terbuka.

Yo Han menggeleng kepala, sikapnya tenang saja dan wajahnya tidak membayangkan kebohongan.

"Yo Han, aku tadi telah melihat betapa engkau dapat menghindarkan ancaman maut ketika engkau menangkap leher ular yang mematukmu dengan cepat. Ular hijau berbisa, mematukmu secara tiba-tiba dan engkau mampu menangkapnya. Gerakan apa itu kalau bukan gerakan silat?"

"Ahhh....? Itukah yang Suhu maksudkan? Ular itu tadi? Teecu juga tidak tahu sama sekali bahwa teecu diserang ular, dan teecu juga tidak menggerakkan tangan teecu. Tangan itu yang bergerak sendiri menangkap ular, Suhu."

Sin Hong mengerutkan alisnya, hatinya bimbang. Kalau orang lain yang bicara demikian, tentu akan dihardiknya dan dikatakan bohong. Akan tetapi, sukar membayangkan bahwa Yo Han membohong!

"Engkau tidak mempelajari ilmu silat lain kecuali yang kami ajarkan?"

Sin Hong menatap tajam wajah Yo Han, dan anak itu membalas tatapan mata gurunya dengan tenang. Dia tidak menjawab, melainkan menggeleng kepala. Gelengan kepala yang amat mantap dan jelas menyatakan penyangkalannya.

"Engkau tidak mempunyai seorang guru silat lain kecuali kami?"

Kembali Yo Han tidak menjawab, hanya menggeleng kepala.

"Lalu.... gerakan tangan menangkap ular tadi?"

"Bukan teecu yang menggerakkan maksud teecu, teecu tidak sengaja dan tangan itu bergerak sendiri."

"Ahhh....!" Ingin dia menghardik dan mengatakan bohong, akan tetapi sikap anak itu demikian meyakinkan. "Coba.... kau ulangi gerakan tanganmu ketika menangkap leher ular itu, Yo Han. Anggap saja lengan tanganku ini ular itu tadi."

Dan Sin Hong menggerakkan tangannya seperti ular mematuk. Akan tetapi Yo Han hanya menggeleng kepalanya.

"Teecu tidak dapat, Suhu. Sama sekali teecu tidak ingat lagi, karena ketika tangan teecu bergerak, teecu sama sekali tidak memperhatikan dan tahu-tahu ular itu telah tertangkap oleh tangan teecu."

"Hemmmm....!"

Sin Hong mengamati wajah muridnya dengan pandang mata tajam menyelidik. Namun muridnya itu tidak berbohong!

"Pernahkah engkau mengalami hal-hal sepertl itu? Ada gerakan yang tidak kau sadari dan yang membantumu?"

Di luar dugaan Sin Hong, anak itu mengangguk! Tentu saja Sin Hong menjadi tertarik sekali.

"Eh? Apa saja? Coba kau ceritakan kepadaku, Yo Han,"

"Seringkali teecu merasa terbimbing, tahu-tahu sudah bisa saja. Misalnya kalau membaca kitab, menghafal dan sebagainya. Kalau teecu merasa kesukaran lalu menghentikan semua usaha, bahkan tertidur, begitu bangun teecu sudah bisa! Padahal sebelumnya teecu mengalami kesulitan besar."

"Kau merasa seperti.... seperti ada sesuatu yang membimbingmu, melindungimu?"

Yo Han mengangguk perlahan, alisnya berkerut karena dia sendiri tidak tahu dengan jelas.
"Kira-kira begitulah, Suhu. Teecu hanya dapat bersukur dan berterima kasih kepada Tuhan.”

Sin Hong mengerutkan alisnya, pikirannya diputar. Kalau anak ini memiliki sin-kang, yaitu hawa murni yang membangkitkan tenaga sakti, dia tidak merasa heran karena tenaga sakti itu juga melindungi tubuh, walaupun perlindungan itu bangkit kalau dikehendaki. Akan tetapi, tenaga mujijat yang melindungi Yo Han ini lain lagi. Lebih dahsyat, lebih hebat karena bergerak atau bekerja justeru kalau tidak ada kehendak!

Semacam nalurikah? Atau kekuasaan Tuhan yang ada pada setiap apa saja di dunia ini, terutama dalam diri manusia dan pada diri Yo Han kekuasaan itu bekerja dengan sepenuhnya? Dia tidak tahu, juga Yo Han tidak tahu! Bagaimanapun juga, dia tahu bahwa muridnya ini mendapatkan berkah yang luar biasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa, maka diam-diam dia memandang muridnya dengan hati penuh kagum dan juga segan.

Seorang manusia, biarpun masih bocah, yang menerima anugerah sedemikian besarnya dari Tuhan patut dikagumi dan disegani. Pantas saja kadang-kadang anak ini mengeluarkan kata-kata yang sesungguhnya terlampau tinggi bagi seorang kanak-kanak.

Kiranya kalau sedang demikian itu, yang bekerja di dalam dirinya bukan lagi hati dan akal pikirnya yang dikemudikan nafsu badan!, melainkan badan, hati dan akal pikiran yang digerakkan oleh kekuasaan Tuhan!

Ada pula pikiran lain menyelinap dalam benaknya. Apakah bimbingan gaib yang dirasakan Yo Han itu datang dari.... roh ayah dan ibunya? Dia tidak dapat menjawab. Apa pun dapat saja terjadi pada seorang anak yang telah dapat mencapai tingkat seperti itu, kebersihan batin dari kekerasan!

Sin Hong tidak mau mengganggu muridnya membentuk boneka yang sedang dibuatnya. Di sini pun dia dibuat tertegun. Pernah dia melihat ahli-ahli pembuat patung di kota raja, baik ahli-ahli memahat patung, maupun juga ahli pembuat patung dari tanah liat. Mereka adalah orang-orang yang sudah belajar kesenian itu selama bertahun-tahun, di bawah pimpinan guru-guru yang ahli. Keahlian mereka itu setidaknya masih terpengaruh oleh ilmu pengetahuan, oleh latihan dan belajar.

Akan tetapi, Yo Han tidak pernah mempelajari seni membuat patung. Dan lihat! Jari-jari tangan itu demikian trampil, demikian cekatan dan pembentukan patung itu seolah-olah tidak disengaja. Akan tetapi dia mulai melihat bentuk muka puterinya, Sian Li, pada patung boneka tanah liat itu!

Diam-diam dia bergidik. Bocah macam apakah muridnya ini? Sungguh tidak wajar, tidak umum! Dia pun meninggalkan muridnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada kagum, ada heran, ada pula ngeri!

Setibanya di rumah, dia menceritakan apa yang didengarnya dari jawaban Yo Han, juga tentang pembuatan patung boneka, kepada isterinya yang mendengarkan dengan alis berkerut. Akan tetapi Kao Hong Li diam saja, walaupun hatinya merasa gelisah pula.

Gelisah mengingat akan puterinya, karena hubungan puterinya dengan Yo Han amat dekatnya. Puterinya amat sayang kepada Yo Han, dan ibu ini khawatir kalau-kalau kelak anaknya akan meniru segala kelakuan Yo Han yang aneh-aneh dan tidak wajar.

Ketika hari ulang tahun ke empat dari Tan Sian Li tiba, ulang tahun itu dirayakan dengan sederhana. Hanya keluarga dari empat orang itu, Tan Sin Hong dan Kao Hong Li, murid dan puteri mereka Yo Han dan Tan Sian Li, ditambah dengan tiga orang pembantu rumah tangga yang merayakan pesta kecil yang mereka adakan.

Ketika Yo Han menyerahkan hadiahnya yang dibungkus rapi, Tan Sian Li bersorak gembira. Apalagi ketika bungkusan itu dibuka dan isinya sebuah patung tanah liat yang indah, anak kecil itu tertawa-tawa gembira. Ia tidak tahu betapa ayah ibunya, juga tiga orang pembantu rumah tangga itu, menjadi bengong melihat sebuah patung tanah liat yang merupakan seorang anak perempuan kecil dengan wajah persis Tan Sian Li! Demikian halus buatan patung itu sehingga, nampak seperti hidup saja!

Suami isteri itu saling pandang dan kembali Kao Hong Li merasa tidak enak sekali. Makin jelas buktinya bahwa Yo Han bukan orang biasa, bukan anak biasa. Mana mungkin ada anak berusia dua belas tahun yang tidak pernah mempelajari seni membuat patung dapat membuat patung sedemikian indahnya, dan mirip sekali dengan wajah Sian Li? Diam-diam ia bergidik ngeri, seperti juga suaminya, Akan tetapi tiga orang pembantu rumah tangga itu memuji-muji penuh kagum.

Selain patung kanak-kanak itu, yang membuat Sian Li gembira sekali adalah pakaian yang dipakainya, hadiah dari ibunya. Pakaian yang serba merah! Dasarnya merah muda, kembang-kembangnya merah tua. Indah sekali. Memberi pakaian serba merah kepada anak yang dirayakan ulang tahunnya, merupakan hal yang wajar dan lajim.

Namun, tidak demikian halnya dengan Sian Li. Semenjak ia menerima hadiah pakaian serba merah itu, sejak dipakainya pakaian merah itu, ia tidak membiarkan lagi pakaian itu dilepas! Ia tidak mau memakai pakaian lain yang tidak berwarna merah! Ketika dipaksa, ia menangis terus, dan baru tangisnya terhenti kalau Yo Han menggendongnya, akan tetapi ia masih merengek.

"Baju merah.... huuu, baju merah....!"

Tan Sin Hong dan Kao Hong Li menjadi bingung. Anak mereka itu memang agak manja dan kalau sudah menangis sukar dihentikan, kecuali oleh Yo Han. Kini, biarpun tidak menangis setelah dipondong Yo Han, tetap saja merengek minta pakaian merah!

"Suhu dan Subo, kasihanilah Adik Sian Li. Beri ia pakaian merah, karena warna itulah yang menjadi warna pilihan dan kesukaannya. Dalam pakaian merah, baru akan merasa tenang, tenteram dan senang! Tadi ketika Subo memberinya pakaian serba merah, ketika ia memakainya, ia merasakan kesenangan yang luar biasa, maka kini ia tidak mau lagi diberi pakaian yang tidak berwarna merah."

Suami isteri itu saling pandang. Karena mereka tahu bahwa ucapan Yo Han itu bukan ucapan anak-anak begitu saja, mempunyai makna yang lebih mendalam, maka mereka lalu terpaksa membelikan pakaian-pakaian serba merah untuk Sian Li. Dan benar saja. Begitu ia memakai pakaian merah, ia nampak gembira dan bahagia sekali! Dan sejak hari itu, Sian Li tidak pernah lagi memakai pakaian yang tidak berwarna merah?

**** 002 ****