Ads

Kamis, 25 Februari 2016

Kisah si Bangau Putih Jilid 053

“Ha-ha-ha, orang muda yang gagah. Tentu saja untuk memimpin pasukan, kami sudah mempunyai ahli-ahlinya. Tugas kalian sama dengan tugas para orang gagah yang membantu kami yaitu menghadapi pihak lawan yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi karena fihak pasukan juga tentu mempunyai banyak jagoan. Akan tetapi, sebelum kami menerima penyerahan diri dari kalian, terpaksa kami harus menguji kalian lebih dahulu. Apakah kalian bertiga ini benar-benar jujur untuk bekerja sama menentang pemerintah penjajah, ataukah hanya siasat saja dan mencari kesempatan untuk kemudian melarikan diri atau membalik mengkhianati kami.”

Diam-diam tiga orang muda perkasa itu terkejut, dan Hong Beng memuji dalam hatinya. Kakek ini selain lihai sekali ilmu silatnya, juga ternyata amat cerdik. Dia harus berhati-hati menghadapi kakek ini. Seketika wajah Hong Beng menjadi merah dan sinar matanya mencorong karena marah.

“Locianpwe terlalu memandang rendah kepada kami orang-orang muda!” katanya dengan nada suara marah, “Kami bukanlah pengkhianat bangsa, kami bukanlah penjilat penjajah asing dan kami berani bersumpah bahwa kami di dalam hati selalu menentang penjajahan! Kalau gerakan perjuangan yang Ji-wi pimpin ini bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi membebaskan rakyat jelata dari penindasan penjajah asing, kami akan rela membela dengan pertaruhan nyawa sekalipun!”

Hong Beng memang cerdik. Seperti tanpa disengaja, dia menyinggung cita-cita perjuangan itu. Siapakah orangnya yang mau berterang mengemukakan cita-cita pribadinya? Setiap pemimpin penggerak perjuangan atau pemberontakan sudah pasti menyembunyikan tujuan pribadi, dan menonjolkan cita-cita yang mulia demi bangsa dan tanah air. Demikian pula dengan Ouwyang Sianseng dan Siangkoan Lohan. Mendengar ucapan itu, Siangkoan Lohan yang sebenarnya memberontak karena ingin mengangkat puteranya menjadi kaisar, cepat berseru.

“Ah, tentu saja! Tentu saja perjuangan ini demi kepentingan rakyat!”

Ouwyang Sianseng yang cerdik lalu berkata,
“Bagaimanapun juga kami harus melihat bukti kejujuran kalian. Gu Hong Beng, dari beberapa orang pembantu kami, kami sudah mendengar bahwa sejak dahulu engkau adalah seorang pendekar muda yang gagah perkasa. Dan sekarang kami ingin melihat bukti kegagahanmu itu, kami mempunyai tugas untukmu. Dua orang temanmu ini akan tetap menjadi sandera, walaupun mereka akan diperlakukan sebagai tamu yang terhormat, bukan sebagai tawanan. Nah, kalau tugasmu itu berhasil kau lakukan dengan baik, barulah kami percaya dan kalian bertiga akan kami terima sebagai pembantu-pembantu yang kami hargai. Sebaliknya, kalau engkau bermain curang, ingat bahwa dua orang temanmu masih berada di sini sebagai sandera,”

Ouwyang Sianseng tentu saja sudah mendengar banyak tentang tiga orang itu dari Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya, karena mereka itu merupakan musuh-musuh lama, terutama sekali Hong Beng dan Kun Tek (baca kisah SULING NAGA ).

Hong Beng saling pandang dengan dua orang temannya, lalu berkata kepada mereka,
“Kalian berdua tenanglah menjadi sandera di sini, karena aku pasti akan mampu melaksanakan tugas itu dengan baik.” Kemudian dia menghadapi lagi Ouwyang Sianseng dan berkata, “Baiklah, Locianpwe. Tugas apa yang diserahkan kepadaku? Akan kulaksanakan dengan baik!”

Dia merasa perlu untuk menenangkan hati dua orang temannya, terutama Kun Tek yang keras hati, agar Kun Tek mengerti bahwa tentu Hong Beng akan dapat mencari akal dan jalan yang baik untuk menghadapi tugas itu! Padahal, tentu saja Hong Beng sendiri belum mengerti bagaimana dia akan dapat keluar dari ujian ini, karena macam ujian itu pun dia belum tahu.

“Begini, orang muda. Seperti telah kukatakan tadi, kami mempunyai hubungan dengan panglima tinggi pemimpin pasukan yang berjaga di tapal batas. Komandan itu adalah Coa-tai-ciangkun dan wakilnya adalah Song-ciangkun. Mereka berdua itulah yang memimpin puluhan orang perwira yang mengepalai pasukan-pasukan pemerintah di perbatasan! Dan mereka sudah siap membantu kami. Oleh karena itu, engkau kuberi tugas untuk pergi menyelundup ke dalam benteng itu, membawa surat kami untuk disampaikan kepada komandan Coa.”






“Akan tetapi, Locianpwe, kalau memang Locianpwe sudah mempunyai hubungan dengan mereka, apa perlunya lagi aku harus menyelundup ke dalam benteng? Bukankah masuk lewat pintu gerbang pun tidak mengapa, kalau mereka tahu bahwa aku utusan dari Tiat-liong-pang, tentu akan diterima sebagai sahabat,” bantah Hong Beng yang cerdik.

“Ah, engkau sungguh bodoh, orang muda. Memang komandannya dan para perwiranya sudah bersekutu dengan kita, akan tetapi karena hal itu berbahaya tentu saja mereka tidak terang-terangan, dan tidak semua anak buah pasukan tahu akan hal itu. Pasukan hanya mentaati perintah komandannya, maka tidak perlu mengetahui semua hal, takut kalau-kalau hal itu dibocorkannya sebelum gerakan kita berhasil. Sudahlah, engkau membawa surat kami, malam-malam menyelundup masuk ke dalam benteng dan menyerahkan surat kepada Panglima Coa atau Perwira Song. Sanggupkah?”

Hong Beng tersenyum.
“Tugas itu tidak berat tentu saja aku sanggup!”

“Masih ada kelanjutannya. Kalau engkau sudah menyerahkan surat kepada Panglima Coa atau Perwira Song, engkau harus siap melaksanakan semua tugas yang diserahkan mereka kepadamu! Ingat, membantah mereka berarti membantah kami pula.”

Hong Beng diam-diam merasa gentar juga, akan tetapi dengan tenang dia mengangguk,
“Bagaimana andaikata aku ketahuan orang di dalam benteng dan aku diserang dan hendak ditangkap? Apakah aku harus melarikan diri ataukah....”

“Kalau yang melihatmu hanya beberapa orang saja, bunuh mereka. Kalau banyak orang larilah. Akan tetapi kalau mungkin yakinkan hati mereka bahwa engkau adalah sahabat Panglima Coa. Nah, ini suratnya sudah kami persiapkan, sekarang juga berangkatlah, dan ini peta petunjuk di mana adanya benteng itu.”

Hong Beng menerima surat dan peta itu, lalu sebelum berangkat dia menoleh kepada dua orang temannya.

“Harap kalian bersabar dan percayalah kepadaku.”

Li Sian merasa terharu. Tentu saja ia percaya kepada pemuda itu, dan ia merasa betapa beratnya tugas Hong Beng, bukan hanya tugas menyerahkan surat itu, terutama sekali karena pemuda itu bertanggung jawab atas nyawa mereka berdua, seolah-olah nyawa mereka berdua di dalam genggaman tangan Hong Beng,

“Berangkatlah dan harap hati-hati, saudara Gu Hong Beng,” katanya.

Kun Tek memandang kepada Hong Beng dan terdengar suaranya yang lantang.
“Hong Beng, sejak dahulu aku selalu percaya kepadamu, dan sekarang pun kami percaya penuh kepadamu!”

Hong Beng mengangguk, kemudian setelah semua rantai yang membelenggunya dilepas dia pun berangkat meninggalkan sarang pemberontak itu, menuju ke benteng pasukan pemerintah seperti yang ditunjukan di dalam peta.

Setelah Hong Beng berangkat, Ouwyang Sianseng memegang janji. Dia pun bersama Siangkoan Lohan membebaskan belenggu yang mengikat Kun Tek dan Li Sian, kemudian mengantar mereka, dikawal oleh pasukan penjaga, menuju ke dua buah kamar di mana mereka berdua menjadi sandera. Hidup bebas seperti tamu, akan tetapi selalu dikawal dan dijaga ketat.

Ouwyang Sianseng tidak bodoh, maka yang bertugas menjaga kedua orang sandera ini adalah tokoh-tokoh sesat yang memiliki ilmu kepandaian tinggi seperti Sin-kiam Mo-li, Thian Kong Cinjin, Thian Kek Sengjin, Ciu Hok Kwi, Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek, Tok-ciang Hui-moko Liok Cit bahkan Siangkoan Liong sendiri selalu berada di tempat dekat sehingga selalu siap kalau-kalau kedua orang sandera itu mencoba untuk memberontak dan melarikan diri.

Akan tetapi dengan cerdiknya Siangkoan Liong tidak pernah lagi mencoba untuk menggoda Li Sian, bahkan dia tidak pernah memperlihatkan diri agar gadis itu tidak menjadi marah. Dia pun tahu akan siasat gurunya, dan memang dia harus mengakui perlunya banyak tenaga bantuan para ahli silat. Dia masih ngeri kalau membayangkan akan kelihaian kakek dan nenek yang telah menolong rombongan utusan kota raja itu. Dia pun mengerti bahwa kini gurunya mengutus Hong Beng pergi mengunjungi Panglima Coa juga untuk melihat apa yang telah terjadi di dalam benteng itu, karena sudah beberapa hari Panglima Coa tidak pernah mengirim utusan.

Hong Beng yang melakukan perjalanan seorang diri, dengan hati-hati sekali menyusup-nyusup ke dalam hutan. Beberapa kali dia berhenti dan menyelinap untuk bersembunyi, kemudian memanjat pohon untuk meneliti apakah perjalanannya itu diikuti orang ataukah tidak. Akhirnya dia merasa yakin bahwa fihak pemberontak tidak mengutus orang untuk membayanginya, maka hatinya menjadi lega.

Dengan hati-hati Hong Beng lalu membuka sampul surat yang diserahkan kepadanya oleh Ouwyang Sianseng untuk diberikan kepada Panglima Coa atau Perwira Song. Dalam keadaan seperti itu, dia tidak rikuh lagi membuka surat orang, dan dibacanya surat itu.

Isinya penting sekali. Di dalam surat itu, terang-terangan Ouwyang Sianseng memperkenalkan dirinya sebagai pembantu baru yang sedang diuji kesetiaannya! Dan Ouwyang Sianseng menanyakan tentang utusan kota raja kepada Panglima Coa, dan bahwa kalau tidak ada suatu hal yang menjadi penghalang, agar panglima Coa mempersiapkan pasukannya karena pasukan mereka akan mulai bergerak ke selatan!

Disebutkan pula bahwa kini Tiat-liong-pang sudah siap, dengan anak buahnya yang berjumlah hampir lima ratus orang banyaknya, dengan Ang I Mopang lima puluh orang, dan agaknya orang-orang Mongol di bawah pimpinan Agakai sudah terkumpul seribu orang! Kalau Panglima Coa sudah siap, harap membawa pasukannya berkumpul di sarang Tiat-liong-pang agar dapat dibagi-bagi pasukan itu untuk melakukan gerakan ke berbagai jurusan!

Hong Beng termenung. Surat ini penting sekali! Dan dia yang menjadi utusan. Bagaimanapun juga, dia tidak dapat mundur, karena di sana ada nyawa dua orang sahabatnya menjadi tanggungan. Dia harus menyampaikan surat ini, dan kembali. Kalau Pouw Li Sian dan Cu Kun Tek sudah dibebaskan, barulah mereka akan melihat perkembangannya. Sekarang, dia tidak dapat melakukan sesuatu kecuali menyampaikan surat itu kepada Panglima Coa atau Perwira Song.

**** 053 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA

 Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
 Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
 Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
 Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
 Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
 Taj Mahal
Taj Mahal India
 Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
 Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
 Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
 Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
 Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
 Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
 Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
 Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
 Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
 Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
 Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
 Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
 Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================
 Menara Kembar Petronas Malaysia

 Gunung Meja Afrika