Ads

Kamis, 25 Februari 2016

Kisah si Bangau Putih Jilid 052

Pengalamannya yang pahit ketika dia bertemu dengan kakek sakti Kam Hong dan isterinya itulah yang membuat Ouwyang Sianseng tidak mau membunuh tiga orang pendekar yang tertawan itu begitu saja. Dia tahu betapa di antara para pendekar terdapat banyak sekali orang sakti, dan bahwa dia harus mendapatkan lebih banyak pembantu yang memiliki kepandaian tinggi, karena kalau tidak, hanya mengandalkan pasukan saja akan sukarlah gerakan mereka itu akan berhasil dengan baik.

Para pendekar yang menentang gerakannya harus dapat dihadapi dengan kekuatan yang memiliki ilmu silat tinggi pula. Maka, melihat betapa Hong Beng, Kun Tek dan Li Sian ketiganya adalah orang-orang muda yang memiliki ilmu silat tinggi, Ouwyang Sianseng merasa sayang kalau harus membunuh mereka begitu saja. Oleh karena itu, dia berusaha sedapat mungkin untuk membuat mereka bertiga itu tunduk dan takluk, kemudian suka membantu gerakan “perjuangan” mereka menjatuhkan pemerintah Mancu.

Setelah memperlihatkan hukuman yang amat mengerikan kepada Cui Bi atau Nyonya Pouw Ciang Hin untuk membuat hati mereka bertiga itu ngeri, Ouwyang Sianseng meninggalkan mereka dan memberi waktu sehari semalam untuk memilih, yaitu mereka bertiga menakluk dan membantu gerakan perjuangan Tiat-liong-pang!

Setelah Ouwyang Sianseng dan Siangkoan Liong meninggalkan mereka bertiga, tiga orang muda itu saling pandang, Pouw Li Sian bergidik mengenang nasib yang menimpa diri bekas kakak iparnya tadi. Akan tetapi ia dapat membayangkan apa yang terjadi pada diri kakak iparnya itu setelah kakaknya terbunuh.

Agaknya Siangkoan Liong menyuruh tangkap wanita itu dan dengan kepandaiannya merayu ditambah ketampanan dan kegagahannya, Siangkoan Liong telah berhasil menundukkan wanita yang agaknya tak dapat mempertahankan kehormatannya dan menyerahkan diri menjadi kekasih atau permainan Siangkoan Liong!

Hal ini mudah dilihat tadi ketika kakak iparnya itu mencela dan memakinya, dan sikap wanita itu terhadap Siangkoan Liong. Sungguh pemuda berhati iblis! Ia sendiri telah menjadi korban rayuan pemuda jahat itu! Li Sian merasa menyesal sekali dan diam-diam ia bersumpah untuk membunuh pemuda itu sebelum ia mati.

Tiba-tiba terdengar suara Gu Hong Beng, halus namun penuh kesungguhan, ditujukan kepada ia dan Kun Tek.

“Bagaimana pendapat kalian dengan pilihan yang mereka ajukan tadi?”

Mendengar pertanyaan ini, Li Sian meragu untuk menjawab, akan tetapi Cu Kun Tek, dengan suaranya yang besar dan lantang, segera menjawab tanpa banyak pikir lagi.

“Pilihan yang mana? Bagiku tidak ada pilihan lain! Lebih baik mati daripada harus takluk kepada mereka! Menyerah dan membantu pemberontakan mereka? Huh, biar mereka membunuh aku seratus kali, aku tetap tidak akan sudi untuk menakluk!”

“Hemmm, jadi engkau memilih mati konyol di tangan mereka, Kun Tek? Bagaimana dengan pendapatmu, nona Pouw?”

Diam-diam Li Sian merasa kagum sekali melihat sikap Kun Tek. Pemuda tinggi besar ini tidak hanya gagah wajah dan tubuhnya, akan tetapi juga wataknya amat gagah perkasa, seorang pendekar perkasa sejati! Ia memandang kagum kepada pemuda itu dan mendengar pertanyaan Hong Beng, ia pun menoleh kepadanya.

“Bagi aku pun tidak ada pilihan lain. Aku tidak sudi menyerah dan menakluk kepada mereka!”

“Bagus sekali! Ha-ha-ha, jangan khawatir, Nona. Kita berdua tidak sudi menakluk, biarlah kalau Hong Beng takut mati dan ingin menakluk. Aku akan menemanimu sampai kita berdua dibunuh, kemudian nyawaku akan menemani nyawamu sampai selamanya. Jangan khawatir, nona Pouw, sekali bicara, aku akan memegang teguh janjiku, disaksikan Langit dan Bumi!”

Mendengar ini, wajah Pouw Li Sian menjadi agak pucat dan ia memandang kepada Kun Tek dengan mata terbelalak. Hatinya seperti ditusuk dan merasa terharu sekali.

“Saudara Cu Kun Tek.... engkau.... mengapa engkau berkata demikian? Mengapa.?”

Ia bertanya agak gagap karena ia benar-benar merasa terkejut, heran dan bingung mendengar ucapan Kun Tek tadi. Akan tetapi Hong Beng hanya menahan senyumnya, karena pemuda ini sudah dapat menjenguk isi hati Kun Tek dan tahu bahwa Kun Tek telah jatuh hati kepada Pouw Li Sian.

Kun Tek adalah seorang pemuda yang keras hati, jujur dan dalam hal cinta mencinta, dia dapat dikatakan masih hijau. Selama hidupnya, pernah dia satu kali jatuh cinta, yaitu kepada seorang gadis bernama Can Bi Lan yang sekarang menjadi isteri Pendekar Suling Naga (baca kisah Suling Naga). Ketika cintanya gagal karena dia bertepuk tangan sebelah, dia merasa jera untuk mendekati gadis lagi sehingga sampai sekarang dia tidak pernah lagi mau bergaul dengan seorang gadis, sampai kini dia bertemu dengan Li Sian dan tergila-gila karena jatuh cinta!

Saking jujurnya, maka di depan Hong Beng dia pun tidak merasa ragu-ragu lagi untuk membuat pengakuan, apalagi mengingat bahwa mereka menghadapi ancaman maut yang agaknya takkan terelakkan lagi itu.

“Nona Pouw Li Sian, aku kagum padamu, aku kasihan padamu, dan aku.... aku cinta padamu! Nah, lega rasanya hatiku setelah pengakuan ini. Kita akan mati bersama-sama, dan memang sebaiknya sebelum mati engkau mengetahui bahwa aku cinta padamu dan bersedia mati untukmu. Apalagi mati bersamamu, merupakan suatu kebahagiaan bagiku, Nona. Jangan khawatir, sampai mati pun, nyawaku pasti akan tetap mendampingimu, karena kata orang-orang bijaksana, cinta kasih tidak akan mati bersama badan!”






Kini wajah Li Sian berubah merah sekali, lalu berubah pucat lagi, dan merah lagi. Ia merasa begitu terharu sampai tak dapat membendung lagi turunnya air matanya yang deras. Betapa luhur budi pemuda ini, pikirnya, betapa jauh dibandingkan Siangkoan Liong! Cinta pemuda ini demikian murni dan agung, bukan sekedar nafsu terselubung kata-kata manis penuh rayuan, melainkan pernyataan cinta yang tulus dan bersih.

Melihat gadis itu tiba-tiba menangis dengan air mata bercucuran, seketika wajah Kun Tek menjadi pucat sekali. Dia khawatir kalau-kalau pernyataan cintanya yang terang-terangan itu malah menyinggung hati gadis ini yang tidak cinta padanya! Ingin rasanya dia memukul kepalanya sendiri!

Dengan suara gemetar dia lalu berkata,
“Aih, nona Pouw mohon kau maafkan aku.... ah, mulutku lancang sekali, aku telah membuatmu menangis. Tentu engkau tersinggung. Aku sudah gila barangkali, bagaimana mungkin seorang kasar seperti aku berani mengaku cinta kepada seorang gadis seperti engkau? Maafkanlah aku, Nona.”

“Tidak, bukan begitu maksud tangisanku, saudara Cu Kun Tek! Ah, aku berterima kasih sekali, aku terharu sekali. Aku menangis karena.... karena terharu dan bahagia. Seorang pendekar gagah perkasa seperti engkau, Cu-taihiap (Pendekar Besar Cu), mencinta seorang gadis seperti aku? Aih, Taihiap, apakah engkau tidak keliru pilih?”

Kalau tadi wajah Kun Tek keruh dan berduka, kini seolah-olah ada sinar mencorong dari dalam, terutama sekali sepasang matanya yang bersinar-sinar! Dia tertawa-tawa, suara ketawanya bebas lepas dan keluar langsung dari dalam perutnya, melepaskan semua keraguan dan kedukaan, menjadikannya gembira luar biasa dan segala sesuatu nampak indah.

“Ha-ha-ha, ah, nona Pouw, pertama-tama kumohon padamu, janganlah menyebut aku taihiap! Selain itu, jangan engkau merendahkan dirimu. Engkau sendiri seorang gadis perkasa dan tentang ilmu silat, belum tentu aku akan mampu menang darimu! Engkau membuat aku malu saja menyebutku taihiap. Aku tidak keliru, Nona, karena aku mengenal suara hatiku sendiri. Aku cinta padamu!”

“Tapi.... Toa-ko (Kakak), aku tidak berharga mendapatkan cintamu. Aku.... aku adalah seorang gadis yang hina, yang ternoda.... aku.... aku telah....”

Ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena duka telah menyergap perasaannya lagi ketika ia teringat betapa ia telah menjadi korban kebiadaban Siangkoan Liong.

“Aku tahu, Nona,” kata Kun Tek, suaranya tenang saja seolah-olah yang mereka bicarakan itu tidak ada artinya baginya. “Aku telah mendengar apa yang dikatakan wanita itu, dan aku dapat menduga bahwa engkau tentu telah menjadi korban dari pemuda yang bernama Siangkoan Liong itu.”

Li Sian kini mengusap air matanya, memandang kepada Kun Tek.
“Benar....!” katanya tegas. “Biarlah engkau mendengarnya, Cu-toako, dan juga saudara Gu Hong Beng ini mendengarnya. Tak perlu aku menutupi lagi peristiwa itu karena kita semua akan mati. Dengarlah baik-baik pengakuanku. Ketika aku tiba di sini, aku telah terbujuk oleh mereka untuk dapat menemui kakak kandungku yang kemudian mereka bunuh tanpa sepengetahuanku. Dan ketika aku berduka karena kematian kakakku, kesempatan itu dipergunakan oleh manusia iblis Siangkoan Liong itu, untuk merayuku.

Dengan bantuan obat-obat, kekuatan sihir, dan rayuannya, juga terdorong oleh kelemahanku, akhirnya aku menyerah, aku menyerahkan diriku kepadanya.. dan akhirnya aku melihat kepalsuannya, bahwa dia menyuruh bunuh kakakku, bahwa dia hanya mempermainkan aku.... nah, engkau telah tahu sekarang, Toako, bahwa aku memang gadis yang sudah ternoda, bukan perawan lagi, aku seorang gadis hina yang tidak berharga untuk mendapatkan cintamu.” Li Sian menangis lagi.

Kalau saja tidak ada rantai yang menghalanginya, tentu Kun Tek sudah menghampiri untuk merangkul dan menghibur gadis itu. Dia menggerak-gerakkan rantai panjang itu sehingga mengeluarkan bunyi berkerontangan, lalu berkata dengan suara tegas.

“Nona Pouw Li Sian, jangan berkata demikian! Aku cinta padamu, aku semakin kasihan padamu. Yang kucinta adalah engkau seluruhnya, bukan keperawananmu! Engkau sekarang inilah yang kucinta, bukan engkau sebelum engkau menjadi korban kejahatan pemuda itu karena ketika itu aku belum mengenalmu. Akulah yang akan membalas sakit hatimu, Nona. Biarpun andaikata aku dibunuh, nyawaku akan berusaha untuk membalas kejahatan pemuda itu!”

Kata-kata ini seperti sebuah nyanyian merdu bagi Li Sian bukan sekedar menghibur, akan tetapi juga mengangkatnya, dan juga membersihkannya! Ia tidak lagi merasa kotor dan hina rendah dalam pandangan pemuda itu atau bahkan orang lain!

“Terima kasih, Cu-koko...., terima kasih....! Aku akan berbohong kalau sekarang mendadak mengaku cinta padamu. Akan tetapi aku kagum padamu, aku berterima kasih padamu, dan aku berjanji bahwa kalau kita dapat lolos dari maut, kelak aku akan siap untuk menjadi isterimu yang setia, atau kalau kita mati, aku ingin mati bersamamu, dan aku akan girang kalau nyawamu mendampingi nyawaku.”

Kun Tek terbelalak, ingin rasanya dia bersorak, ingin dia berjingkrak-jingkrak saking girang hatinya. Akan tetapi karena tidak mungkin hal itu dia lakukan, kini matanya yang lebar itu hanya mengamati wajah Li Sian dan ada dua butir air mata besar menggelinding keluar dari kedua matanya, menuruni pipinya!

Melihat ini, Li Sian terharu sekali bahkan Hong Beng juga merasa terharu dan maklum bahwa cinta pemuda itu memang murni dan hebat! Dia membiarkan saja kedua orang itu saling mencurahkan cinta kasih mereka melalui pandang mata, kemudian dia menarik napas panjang dan berkata, seperti kepada diri sendiri.

“Ah, betapa anehnya kalian ini. Saling mencinta dalam menghadapi maut, dan rela mati konyol.! Sungguh, ke manakah larinya kegagahan kalian?”

Mendengar ucapan ini, Kun Tek memandang kepada Hong Beng dengan sinar mata marah.
“Gu Hong Beng, sudahlah engkau jangan mengeluarkan suara karena setiap kali engkau bicara, engkau hanya membuat hatiku muak saja! Sepantasnya pertanyaanmu itu kau ajukan kepada dirimu sendiri, bukan kepada kami. Ke manakah larinya kegagahanmu? Aku mengenalmu dahulu sebagai seorang pendekar gagah perkasa, akan tetapi sekarang engkau hanya seorang pengecut yang takut mati!”

“Kun Tek, engkau bicara tanpa dipikir lebih dahulu. Aku bukan pengecut, bukan pula takut mati. Akan tetapi aku bukan orang tolol yang ingin mati seperti seekor babi, mati konyol tanpa melawan. Kalau toh kita harus mati, sepatutnya kita mati sebagai harimau, mati dalam perlawanan. Akan tetapi, kalau kita dibelenggu seperti ini, bagaimana kita mampu melawan? Kita mati konyol begitu saja!”

“Karena tidak ada pilihan, perlu apa takut mati? Jauh lebih baik mati dibunuh lawan daripada harus menyerah dan takluk! Dan engkau ingin takluk kepada lawan? Bukankah itu hanya untuk menyelamatkan nyawamu dan berarti engkau seorang pengecut?” tanya Kun Tek penasaran.

“Hemmm, nekat dan mati konyol bukan perbuatan gagah perkasa, melainkan perbuatan tolol! Dan menyerah karena keadaan belum tentu pengecut, melainkan perbuatan yang cerdik dan mempergunakan perhitungan.”

“Sudahlah, aku tidak sudi mendengar omonganmu lagi. Terserah engkau mau takluk, mau menjilati sepatu para pemberontak itu, mau masuk menjadi anggauta golongan sesat. Akan tetapi aku dan Pouw-moi lebih suka memilih mati!” kata Kun Tek.

Sejak tadi Li Sian hanya mendengarkan saja. Kini, melihat percekcokan dua orang gagah yang tadinya menjadi sahabat itu, ia lalu berkata,

“Cu-koko, kurasa ada benarnya juga apa yang dikatakan saudara Gu Hong Beng. Biarkan dia bicara mengemukakan pendapatnya dan jangan dibantah dulu sebelum dia selesai bicara.”

Kun Tek mengerutkan alisnya, akan tetapi melihat sinar mata Li Sian yang lembut dan senyum manis ditujukan kepadanya, dia pun mengangguk dan menoleh kepada Hong Beng sambil berkata,

“Nah, bicaralah!”

Hong Beng menahan senyumnya karena baginya, sikap Kun Tek itu nampak lucu sekali.

“Begini, Kun Tek dan nona Pouw. Memang sepintas lalu tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali mati sebagai orang-orang gagah yang tidak sudi menyerah. Akan tetapi, kurasa jalan itu amat bodoh karena apa untungnya kalau kita mati konyol? Mereka itu akan melanjutkan gerakan pemberontakan mereka, sehingga rakyat banyak yang akan menderita dan mati pula, juga sakit hati nona Pouw takkan dapat dibalas sama sekali! Dan mereka itu memberi kesempatan kepada kita, karena mereka membutuhkan tenaga kita. Nah, kenapa kita tidak berlaku cerdik? Tentu saja aku sendiri tidak sudi untuk benar-benar membantu mereka!

Akan tetapi, mengapa kita tidak mempergunakan kelemahan mereka, yaitu membutuhkan tenaga kita, untuk berusaha meloloskan diri? Kita boleh pura-pura menyerah, dan kita melihat perkembangan selanjutnya. Yang penting, kalau kita dapat bebas dari belenggu-belenggu ini, kita dapat bergerak leluasa. Andaikata kita akan mengamuk juga, sebelum kita mati, kita akan dapat menewaskan banyak lawan sebelum kita mati konyol! Bukankah itu jauh lebih baik daripada mati konyol seperti babi-babi dalam kandang?”

Kun Tek bukan seorang bodoh. Mendengar pendapat Hong Beng ini, dia pun mulai mengangguk-angguk dan melihat kebenarannya. Dia tadi terlalu terburu nafsu menduga bahwa kawannya itu ketakutan lalu ingin menyerah agar selamat. Kini dia tahu bahwa kalau mereka menakluk, hal itu hanya untuk mencari kesempatan agar dapat memberontak dan menghantam musuh dengan leluasa. Dan tentu saja dia setuju sekali!

“Cu-koko, kurasa pendapat saudara Gu Hong Beng ini ada benarnya juga. Kalau aku diberi kesempatan, tentu akan kukerahkan seluruh tenaga dan kepandaianku untuk menyerang dan membunuh si keparat Siangkoan Liong!” kata Li Sian.

Kun Tek mengangguk-angguk.
“Memang benar juga. Aku pun setuju kalau kita menyerah pura-pura saja, hanya untuk mencari kesempatan lolos dan menghantam mereka. Akan tetapi terserah kalian yang bicara, kalau aku yang disuruh bicara dengan mereka, kiranya aku hanya dapat memaki dan mencaci mereka!”

“Serahkan saja kepadaku,” kata Hong Beng gembira.

“Aku akan membantu saudara Gu Hong Beng,” sambung Li Sian dan Kun Tek diam saja, namun setuju sepenuhnya.

Kalau mereka dapat berhasil lolos, kemudian menghajar para pemberontak, dan akhirnya mereka dapat bebas, dan dia bersama Li Sian tidak mati, alangkah akan bahagianya. Dia akan dapat hidup berdua dengan gadis pujaannya itu, menjadi suami isteri! Bayangan ini saja mendatangkan semangat kepada Kun Tek!

“Sekarang, lebih baik kita memperkuat tubuh. Kita menerima hidangan yang mereka suguhkan, makan sekenyangnya, kemudian kita bersamadhi malam ini menghimpun tenaga baru. Besok, barulah kita menghadapi mereka dan aku sudah mengatur siasat untuk menghadapi mereka. Harap kalian jangan heran dan menyangka yang bukan-bukan kalau aku bersikap ramah kepada mereka. Mengertikah kalian, terutama engkau, saudara Kun Tek?”

Kun Tek mengangguk, setelah melihat Li Sian mengangguk.
“Aku akan sekuat tenaga menahan kemarahanku kalau melihat muka mereka!” katanya.

Li Sian menghadiahinya sebuah senyum manis.
“Aku percaya engkau akan kuat, Cu-koko. Seorang gagah harus kuat segala-galanya, terutama sekali menekan perasaannya sendiri, bukan?”

Senyum itu cukup sudah bagi Kun Tek. Dia mau menebus apa saja untuk memperoleh senyuman seperti itu.

“Jangan khawatir, Moi-moi, demi engkau, aku dapat melakukan apa saja!” katanya bangga dan sekali ini pipi Li Sian menjadi agak merah kedua pipinya karena ia melihat betapa ada senyum mengembang di bibir Hong Beng.

Demikianlah, tiga orang muda ini mulai memperlihatkan sikapnya yang suka bekerja sama ketika mereka menerima hidangan yang disuguhkan, dan mereka melihat bahwa memang pihak lawan agaknya ingin sekali menarik mereka sebagai pembantu. Buktinya, hidangan yang disuguhkan selain banyak, juga masih panas dan cukup mewah, seperti hidangan di rumah makan besar saja!

Mereka bertiga makan kenyang, akan tetapi hanya minum arak sedikit saja, lebih banyak minum air teh yang mereka minta dari petugas yang menyuguhkan makanan dan minuman. Setelah itu, semalam suntuk mereka duduk bersila dan bersamadhi, menghimpun tenaga murni untuk memulihkan kekuatan mereka dan melenyapkan kelelahan.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Ouwyang Sianseng sudah datang berkunjung. Dia tidak diikuti oleh Siangkoan Liong. Ouwyang Sianseng cukup cerdik untuk menjauhkan dulu pemuda itu, mengingat betapa Li Sian mendendam kepadanya.

Sebaliknya, dia datang bersama Siangkoan Lohan! Dua orang paling tinggi kedudukannya dalam persekutuan pemberontakan itu, datang mengunjungi tiga orang tawanan muda itu! Hal ini saja sudah meyakinkan hati Hong Beng bahwa mereka itu benar-benar mengharapkan kerja sama, dan hal ini amat baik.

Setelah mengucapkan selamat pagi dengan sikap lembut seperti biasanya, Ouwyang Sianseng dan Siangkoan Lohan lalu duduk di atas bangku yang berada di kamar tahanan itu, menghadapi tiga orang tawanan yang masih duduk bersila.

Kun Tek dan Li Sian hanya mengangguk sebagai jawaban, akan tetapi Hong Beng membalas ucapan selamat pagi itu dengan suara yang cukup ramah.

“Bagaimana, orang-orang muda yang gagah. Apakah Sam-wi (Kalian bertiga) sudah mengambil keputusan dan pilihan yang tepat?”

Hong Beng menjawab dengan suara yang cukup tenang.
“Ouwyang Sianseng, aku telah mendapat kepercayaan dua orang kawanku ini, untuk menjadi wakil pembicara mereka. Sebelum kami menjawab, harap jelaskan lagi apakah pilihan yang harus kami pilih itu?”

Ouwyang Sianseng tersenyum. Sikap pemuda itu saja sudah melegakan hati, tidak seperti kemarin di mana mereka bertiga itu memperlihatkan sikap bermusuhan dan tidak ada kompromi.

“Hanya ada dua pilihan sederhana saja. Kalian sanggup bekerja sama dengan kami, membantu kami berjuang melawan pemerintahan penjajah Mancu, atau kalian menolak, terpaksa kami akan membunuh kalian sebagai musuh yang berbahaya. Nah, bagaimana keputusan kalian bertiga.?”

“Nanti dulu, Locianpwe,” kata Hong Beng, kini menyebut locianpwe untuk menghormati orang tua yang memang sakti itu. “Kalau kami menolak, hal itu tidak perlu dibicarakan lagi. Akan tetapi, kalau kami menerima, lalu bagaimana? Apakah yang harus kami lakukan? Bukankah sekarang belum terjadi perang antara pasukan yang Locianpwe pimpin dan pasukan pemerintah?”

“Lohan, coba jelaskan tentang kedudukan dan rencana kita kepada mereka ini,”

Kata Ouwyang Sianseng, suaranya ramah dan halus akan tetapi jelas bernada memerintah dan hal ini saja menunjukkan bahwa kedudukan kakek ini masih lebih tinggi daripada ketua Tiatliong-pang itu.

Siangkoan Lohan yang dulunya adalah seorang yang terkenal sebagai ketua perkumpulan orang gagah yang pernah membantu Kerajaan Mancu sehingga dia dihadiahi seorang puteri, dapat mengerti akan siasat rekannya untuk membujuk orang-orang muda berilmu tinggi ini agar mau bekerja sama membantu mereka. Maka dia pun menarik napas panjang dan berkata dengan suara tenang setelah mengisap hun-cwe emasnya dan mengepulkan asap yang berbau tembakau harum.

“Memang menggemaskan sekali kalau mengingat betapa penjajah Mancu yang dulunya kita semua harapkan akan mampu memimpin bangsa kita ke arah kemakmuran kini ternyata malah menindas bangsa kita dan mendatangkan banyak kesengsaraan kepada rakyat, sedangkan mereka sendiri hidup serba berkelebihan! Hal inilah yang membuat kami semua merasa penasaran untuk berjuang menumbangkan kekuasaan penjajah Mancu!

Kalian tiga orang muda yang perkasa, tentu mempunyai jiwa patriot, siap untuk mengusir penjajah dan menyelamatkan bangsa dan tanah air kita. Untuk menumbangkan kekuasaan Mancu yang besar, tentu saja kita membutuhkan bantuan semua tenaga para patriot dan terus terang saja, kami terpaksa menerima uluran tangan dari dunia hitam. Kita membutuhkan tenaga mereka, karena itu, kami tidak mempedulikan perasaan pribadi, yang penting menghimpun tenaga untuk menumbangkan pemerintah penjajah. Tentu saja, kami akan merasa gembira sekali kalau para pendekar dan patriot, seperti kalian, suka membantu perjuangan ini.”

Dia berhenti sebentar untuk melihat reaksi dari tiga orang muda itu. Kun Tek yang diam-diam tidak percaya, kalau menurutkan gairah hatinya, ingin memaki-maki dan mengatakan bohong, akan tetapi dia tidak mau melakukan hal itu, demi Li Sian tentu saja, dan dia hanya menundukkan mukanya agar jangan nampak isi hatinya melalui sikap dan pandang matanya. Li Sian lebih mampu menguasai perasaannya, maka dia pun mendengarkan seolah-olah merasa tertarik.

“Akan tetapi, Pangcu.” kata Hong Beng dengan sikap hormat. “Biarpun semua yang Pangcu katakan itu benar belaka, akan tetapi bagaimana Pangcu akan dapat melakukan perlawanan terhadap kekuasaan pemerintahan yang mempunyai banyak balatentara? Baru pasukan yang berjaga di tapal batas utara ini saja sudah banyak sekali! Dan tiga orang seperti kami ini, dapat berbuat apakah terhadap pasukan pemerintah yang besar jumlahnya?”

Siangkoan Lohan tersenyum bangga. Dia dan Ouwyang Sianseng memang sudah bersepakat untuk menceritakan segalanya kepada tiga orang muda itu. Bukankah andaikata mereka itu menolak, mereka akan dibunuh dan semua rahasia itu akan terkubur bersama mereka? Dan kalau mereka suka bersekutu, berarti mereka adalah orang-orang sendiri yang layak mengetahui keadaan mereka.

“Hemmm, tentu kalian memandang rendah kepada kami. Akan tetapi ketahuilah, kami sudah lama mengadakan persiapan untuk gerakan perjuangan ini. Kami sendiri sudah mengumpulkan orang-orang yang menjadi anggauta kami, dan yang jumlahnya tidak kurang dari lima ratus orang. Selain itu, kami mengadakan kontak dengan pimpinan bangsa Mongol, bahkan keturunan Jenghis Khan yang perkasa. Mereka sudah siap dengan pasukan yang akan dapat melintasi perbatasan dengan mudah berkat kekuasaan kami yang telah memungkinkan penyeberangan itu tanpa terhalang. Selain itu, kami tidak takut menghadapi pasukan penjaga perbatasan ini, karena mereka itu pun akan membantu kami!”

“Ehhh.?”

Hong Beng pura-pura kaget walaupun sudah dapat menduga bahwa tentu orang-orang cerdik ini berhasil pula mengadakan persekutuan dengan para pimpinan pasukan yang berkhianat terhadap negaranya.

“Ah, kalau seperti itu keadaannya, sungguh membesarkan hati. Akan tetapi, kami ingin sekali tahu, kalau kami menerima uluran tangan Pangcu dan mau bekerja sama, lalu apakah tugas kami? Terus terang saja, kami bertiga tidak mempunyai kepandaian untuk memimpin pasukan dalam peperangan.”

Ouwyang Sianseng tertawa lembut, hatinya gembira karena sikap tiga orang muda itu agaknya sudah condong untuk mau bekerja sama. Bagaimanapun juga, mereka itu agaknya merasa ngeri dengan terjadinya peristiwa kemarin, dan mereka tidak ingin mati konyol dan tersiksa, memilih hidup dan bekerja sama!