Ads

Jumat, 19 Februari 2016

Kisah si Bangau Putih Jilid 027

Cin-san-pang adalah perkumpulan orang gagah yang bermarkas di lembah Sungai Cin-sa. Kita telah mengenal ketuanya, yaitu Ciok Kim Bouw, seorang kakek berusia lima puluh tahun lebih yang gagah perkasa dan bersemangat baja. Perkumpulan ini sekarang memiliki anggauta tidak kurang dari seratus orang banyaknya, bekerja sebagai nelayan, juga sebagai pengawal perahu-perahu para pedagang yang melakukan pelayaran di sungai itu dengan berupa imbalan sekedarnya.

Seperti banyak perkumpulan gagah di jaman itu, merasa tidak suka akan penjajahan yang dilakukan bangsa Mancu sejak ratusan tahun, akan tetapi mereka pun tidak berdaya. Mereka tidak memberontak terhadap pemerintah yang teramat kuat, namun mereka pun enggan menjadi kaki tangan penjajah, dan hidup sebagai kelompok orang gagah yang suka membela kepentingan rakyat dari penindasan atau kejahatan.

Seperti telah diceritakan di bagian depan. Ciok Kim Bouw, ketua Cin-sa-pang, ikut pula diundang dan menjadi tamu dari perkumpulan Tiat-liong-pang dengan para datuk sesat sehingga hampir saja dia menjadi korban.

Sejak lama dia memang telah bermusuhan dengan Sin-kiam Mo-li (baca kisah Suling Naga ), maka melihat betapa Tiat-liong-pang bersekutu dengan Sin-kiam Mo-li dan segala pendeta Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw dia menentang dan akibatnya, hampir dia terbunuh ketika dalam perjalanan pulang dia dihadang oleh Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya.

Untung muncul seorang pemuda sakti yang tidak dikenalnya akan tetapi berhasil menyelamatkannya dari ancaman maut di tangan musuh-musuhnya. Dia merasa menyesal sekali mengapa tidak sempat mengenal nama pemuda itu yang begitu menolongnya dan mengobati lukanya, terus pergi begitu saja. Ciok Kim Bouw tidak tahu bahwa di antara semua tamu yang tidak menyetujui persekutuan itu, hanya dia seoranglah yang selamat!

Ciok Kim Bouw adalah seorang yang gagah, dengan tubuh tinggi besar dan muka hitam seperti tokoh Thio Hwi dalam dongeng Sam Kok. Keistimewaannya adalah mempergunakan senjata golok besarnya. Dan dia hanya mempunyai seorang anak laki-laki yang kini telah berusia dua puluh lima tahun, bernama Ciok Heng.

Pemuda ini memiliki tubuh tinggi besar seperti ayahnya, dan wajahnya tidak berkulit hitam, bahkan tampan gagah dengan sepasang mata lebar yang penuh dengan kejujuran dan keterbukaan. Sejak kecil dia digembleng ayahnya dan setelah berusia dua puluh lima tahun, dia telah mewarisi semua ilmu ayahnya dan menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa.

Ketika Ciok Kim Bouw pulang dalam keadaan marah dan kecewa, puteranya segera dapat menduga bahwa tentu pertemuan itu tidak menyenangkan hati ayahnya, maka dia pun langsung bertanya. Ciok Kim Bouw menceritakan sejujurnya apa yang telah terjadi di sana.

“Tiat-liong-pang telah dibawa menyeleweng oleh Siangkoan Lohan!” katanya sambil menggebrak meja. “Dia mengajak sekongkol datuk-datuk sesat. Bayangkan saja, iblis-iblis macam Sin-kiam Mo-li, para tosu Pek-lian-kauw dan Patwa-kauw, menjadi sekutunya!”

“Ahhh....!” Ciok Heng terkejut bukan main mendengar ini.

“Bukan mereka saja,” sambung ayahnya. “Masih banyak lagi orang-orang dari golongan hitam menjadi sekutunya, dan para tamu yang tidak setuju akan persekutuan itu pasti dimusuhi. Aku terang-terangan menyatakan tidak setuju dan aku dihina di depan umum oleh putera Siangkoan Lohan yang amat lihai. Bahkan ketika aku pulang, aku dihadang oleh Sin-kiam Mo-li dan Toat-beng Kiam-ong. Nyaris aku tewas. Kalau tidak muncul seorang pemuda sakti yang tidak mau mengaku namanya, tentu aku tidak dapat pulang dan sudah mati konyol di sana.”

Selanjutnya dia menceritakan apa yang telah terjadi kepada puteranya, juga kepada para pembantunya yang setia.

“Brakkk!” Ciok Heng menggebrak meja dan mukanya menjadi marah sekali.

“Tiat-liong-pang menyeleweng, kita tidak boleh mendiamkannya saja. Ayah, biarkan aku menggerakkan teman-teman untuk menyerbu dan menghancurkan Tiat-liong-pang!”

Ayahnya mengangkat tangan ke atas.
“Ciok Heng, jangan bersikap bodoh seperti anak kecil yang hanya menurutkan dorongan hati marah. Tiat-liong-pang itu kuat sekali, Siangkoan Lohan amat sakti, puteranya agaknya tidak kalah hebatnya oleh ayahnya dan di sana berkumpul datuk-datuk sesat yang berilmu tinggi. Belum lagi diingat betapa anak buah mereka mungkin lebih banyak daripada jumlah teman-teman kita. Kalau engkau dan teman-teman menyerbu ke sana, akan sama artinya dengan segerombolan nyamuk menyerbu api. Memang kita harus menentangnya, akan tetapi dengan cara halus, bukan menggunakan kekerasan dan untuk itu kita harus berunding dan mengadakan kontak dengan para pendekar.”

Ciok Heng mengangguk-angguk membenarkan ayahnya.
“Kalau begitu, aku dan kawan-kawan akan menyebarkan berita itu kepada para pendekar, Ayah dan mengajak mereka untuk turun tangan karena persekutuan itu akan berbahaya sekali kalau didiamkan saja.”






Ciok Kim Bouw menyetujui.
“Baiklah, kalau mungkin, undang para orang gagah untuk mengadakan perundingan di sini.”

Ciok Heng segera mempersiapkan teman-temannya dan mereka pun lalu tersebar, memberitahukan kepada para pendekar yang mereka anggap patut mengetahui perubahan di dunia kaum sesat yang sedang mengadakan persekutuan dengan pimpinan Tiat-liong-pang yang agaknya kini hendak melakukan penyelewengan itu.

Memang tidak diadakan perjanjian dan ketentuan harinya untuk mengadakan perundingan, namun di antara para pendekar yang menaruh perhatian akan berita ini, berjanji akan berkunjung untuk bercakap-cakap bahkan ada pula yang mengatakan hendak langsung pergi menyelidiki urusan itu di Tiat-liong-pang.

Sementata itu, dengan penuh semangat Ciok Kim Bouw dan puteranya mulai melatih anak buah mereka dengan tekun agar mereka memperoleh kemajuan sehingga sewaktu-waktu tenaga mereka dibutuhkan untuk menghadapi musuh, mereka sudah berada dalam keadaan yang kuat. Barisan golok dibentuk dan setiap hari mereka berlatih, juga golok mereka semua selalu tajam terasah.

Dua bulan lewat dengan cepatnya sementara itu berita tentang persekutuan Tiat-liong-pang yang disebarkan oleh orang-orang Cin-sa-pang itu sudah terdengar sampai ke beberapa propinsi. Berita itu disambut oleh para orang gagah di dunia persilatan dengan sikap yang bermacam-macam. Ada pula yang menanggapinya dengan senang karena bukankah sudah sepatutnya kalau orang gagah mengumpulkan kekuatan untuk menentang pemerintah penjajah Mancu?

Ada pula yang merasa tidak senang karena mendengar betapa persekutuan Tiat-liong-pang itu merangkul tokoh-tokoh sesat, apalagi Pek-lian-pai dan Pat-kwapai disebut dalam persekutuan itu. Biarpun niatnya baik, yaitu menentang penjajah, akan tetapi kalau harus bekerja sama dengan golongan hitam, banyak diantara para pendekar yang tidak mau.

Pendeknya, berita yang disebarluaskan Cin-sa-pang di dunia persilatan itu cukup menimbulkan kegemparan dan banyak di antara para pendekar meragukan kepatriotannya, apalagi kalau mereka mendengar dan mengingat bahwa Tiat-liong-pang tadinya adalah kaki tanggn pemerintah penjajah! Betapapun juga, peristiwa ini menarik perhatian banyak kaum pendekar untuk meninggalkan tempat mereka dan menuju ke selatan untuk melakukan penyelidikan sendiri.

Pada suatu pagi yang cerah nampak seorang pemuda memasuki perkampungan perkumpulan Cin-sa-pang di lembah Sungai Cin-sa. Semua orang yang bersua di jalan dengan pemuda ini pasti menengok dan merasa kagum. Pemuda itu usianya sekitar dua puluh tujuh tahun, tubuhnya tinggi besar dan nampak kokoh kuat, mukanya agak hitam akan tetapi bentuk muka itu gagah, dengan hidung mancung, mata tajam dan mulut membayangkan kekerasan hati dan keberanian. Sikapnya pendiam dan dia tidak pernah menengok ke kanan kiri, hanya lurus memandang ke depan sambil melangkahkan kedua kakinya dengan mantap.

Ketika melangkah, tubuhnya bergerak seperti seekor harimau berjalan. Pakaiannya sederhana, terbuat dari kain tebal, dan di balik jubahnya terdapat sebatang pedang yang tergantung di pinggang, tersembunyi namun ujung gagang pedang masih nampak tersembul di bawah jubah.

Tanpa melihat pedangnya pun, baru melihat perawakannya, mudah diduga bahwa dia tentu seorang pemuda gemblengan, seorang jago silat yang tangguh. Dugaan ini tepat karena dia adalah Cu Kun Tek, jago silat muda dari Lembah Naga Siluman di Pegunungan Himalaya.

Orang tua pemuda itu juga merupakan pendekar-pendekar yang lihai. Ayahnya bernama Cu Kang Bu, pewaris Lembah Naga Siluman dengan ilmu silat keluarga Cu yang amat tinggi, yaitu Koai-liong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Siluman) dan Cu Kang Bu ini terkenal pula dengan julukan Ban-kin-sian (Dewa Bertenega Selaksa Kati). Adapun ibunya juga seorang pendekar wanita yang lihai dengan ilmu-ilmu pukulan Kiam-to Sin-ciang (Tangan Sakti Pedang dan Golok), dan Pat-liong Sin-kun (Silat Sakti Delapan Penjuru Angin)! Tentu saja Cu Kun Tek mewarisi ilmu-ilmu dari ayah bundanya.

Cu Kun Tek meninggalkan tempat tinggal keluarga ayahnya ketika dia mendengar berita yang disebar oleh Cin-sa-pang itu. Sebagai seorang pendekar, hatinya tergerak dan dia tidak akan tinggal diam begitu saja, maka dia pun pergi dan berkunjung ke tempat perkampungan Cin-sa-pang untuk mendengar sendiri kebenaran berita itu. Dia pernah berjumpa dengan Ciok Kim Bouw ketua Cin-sa-pang yang dianggapnya seorang yang cukup gagah dan perkumpulannya juga merupakan perkumpulan orang-orang gagah.

Ketika para anggauta Cin-sa-pang melaporkan kepada ketua mereka akan datangnya seorang tamu dan Ciok Kim Bouw cepat keluar, dia menjadi girang sekali melihat pemuda tinggi besar yang gagah perkasa itu.

“Aih, kiranya Cu-enghiong yang datang!” katanya sambil membalas penghormatan pemuda itu.

“Bagaimana kabarnya, Ciok Pang-cu? Mudah-mudahan baik-baik saja.”

“Terima kasih, Cu-eng-hiong. Mari silakan duduk di dalam!”

Mereka masuk ke ruangan dalam dan bercakap-cakap. Dalam kesempatan ini Cu Kun Tek bertanya tentang berita yang dia dengar tentang Tiat-liong-pang dan ketua Cin-sa-pang itu segera menceritakan semuanya tentang pengalamannya ketika dia menghadiri undangan Tiat-liong-pang, yaitu pada pesta ulang tahun ke enam puluh tahun dari Siangkoan Lohan.

“Bayangkan saja, hati siapa tidak menjadi geram melihat betapa di antara para tamu kehormatan itu terdapat orang-orang Pat-kwa-pai dan Pek-lian-pai, bahkan di sana aku melihat pula iblis betina Sin-kiam Mo-li dan Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek. Jelaslah bahwa Tiat-liong-pang hendak merencanakan sesuatu pemberontakan!”

Cu Kun Tek mendengarkan penuh perhatian, alisnya berkerut dan dia pun berkata,
“Akan tetapi, bukankah sudah menjadi idaman semua orang gagah untuk membantu usaha mengusir pemerintah penjajah dari tanah air, Pangcu?”

Ciok Kim Bouw menghela napas panjang.
“Kalau ada gerakan seperti itu, gerakan para patriot sejati dengan tujuan membebaskan bangsa dari cengkeraman penjajah Mancu, percayalah, kami seluruh anggauta Cin-sa-pang akan berdiri di belakangnya, akan bergabung dan siap mempertaruhkan nyawa untuk membantu gerakan itu! Akan tetapi, bagaimana mungkin orang-orang Tiat-liong-pang merupakan patriot-patriot sejati? Mereka bahkan berjasa terhadap penjajah Mancu, bahkan Siangkoan Lohan dihadiahi banyak harta dan seorang puteri dari istana kaisar! Kini, dia mengadakan persekutuan dengan para pemberontak, akan tetapi pemberontak macam Pek-lian-kauw, dan bersekutu pula dengan orang-orang dari kaum sesat! Bagaimana mungkin gerakan seperti itu mengandung niat bersih dan gagah untuk membebaskan rakyat jelata?”

Dia lalu menceritakan apa yang telah terjadi dalam pesta itu, tentang kecabulan dan lain-lain, kemudian menceritakan betapa dia secara terang-terangan mengatakan tidak senangnya dengan hadirnya tokoh-tokoh sesat sehingga dia dianggap menghina dan dikalahkan oleh Siangkoan Liong, putera Siangkoan Lohan.

“Ketika aku pergi meninggalkan pesta, masih banyak di antara teman-teman sepaham yang juga meninggalkan tempat itu, sebagai protes dan pernyataan tidak suka karena Tiat-liong-pang bersekutu dengan orang-orang golongan sesat. Dan tahukah engkau apa yang terjadi setelah aku pergi meninggalkan tempat itu? Di tengah perjalanan, aku dihadang oleh Sin-kiam Mo-li dan Toat-beng Kiam-ong dan mereka itu sengaja hendak membunuhku!”

Lalu diceritakan betapa dia nyaris tewas kalau tidak muncul seorang pemuda lihai yang berhasil mengusir kedua orang itu, bahkan menyelamatkan nyawanya dari ancaman racun di lengannya akibat serangan Siangkoan Liong.

“Nah, melihat perkembangan itu, kami merasa amat khawatir, Cu-enghiong. Tadinya puteraku, Ciok Heng, berkeras hendak memimpin anak buah menyerbu ke Tiat-liong-pang, akan tetapi kularang dia karena hal itu sama dengan membunuh diri. Di sana berkumpul banyak orang pandai dan agaknya Tiat-liong-pang sudah menyusun kekuatan. Maka, kami lalu menyebarkan berita itu agar terdengar oleh para pendekar dan orang gagah sehingga gerakan yang berbahaya dari Tiat-liong-pang dapat dicegah.”

Cu Kun Tek diam-diam merasa heran juga mendengar semua cerita itu. Dia sudah mendengar perkumpulan macam apa adanya Tiat-liong-pang, sebuah perkumpulan yang pernah membuat jasa terhadap serbuan orang Mancu sehingga perkumpulan itu dianggap pro pemerintah Mancu. Akan tetapi kenapa kini mendadak saja perkumpulan itu hendak memberontak, bahkan bersekutu dengan orang-orang golongan hitam? Hal ini perlu diselidiki secara teliti sebelum dia mempercayai begitu saja keterangan Ciok Pangcu.

Hanya satu hari Cu Kun Tek berdiam di Cin-sa-pang sebagai tamu, bercakap-cakap dengan ketua Cin-sa-pang dan puteranya, Ciok Heng yang gagah perkasa. Kemudian dia minta diri karena dia hendak melanjutkan perjalanannya ke utara, untuk melakukan penyelidikan kepada perkumpulan yang katanya bersekutu dengan para penjahat hendak memberontak itu.

Di dalam perjalanan ini, Kun Tek mengenangkan masa lampaunya, tujuh delapan tahun ketika dia baru berusia sembilan belas tahun, ketika dia bersama para pendekar lain seperti Gu Hong Beng, Can Bi Lan, Sim Houw dan yang lain-lain menghadapi musuh-musuh yang amat kuat seperti Kim Hwa Nio-nio, Saicu Lama, dan Sam Kwi yang amat lihai itu menjadi kaki tangan Thai-kam Hou Seng yang menjadi kekasih Kaisar dan yang hendak merajalela dengan kekuasaannya. Dengan demikian, para datuk sesat itu seolah-olah bekerja sama dengan pemerintah, sehingga para pendekar kadang-kadang berhadapan dengan pasukan pemerintah (baca kisah Suling Naga ).

Akan tetapi kini keadaan berbalik. Tiat-liong-pang yang tadinya juga menjadi perkumpulan yang pro pemerintah penjajah, kini kabarnya tiba-tiba membalik dan hendak memberontak, akan tetapi, melihat betapa perkumpulan itu bersekongkol dengan datuk kaum sesat, Kun Tek meragukan kebersihan usaha pemberontakan mereka itu.

Tentu mereka bukan bermaksud berjuang untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman kaum penjajah, melainkan hendak memberontak dan merebut kekuasaan, untuk mengangkat diri menjadi golongan pimpinan baru! Kalau benar demikian, maka gerakan itu harus ditentangnya! Dia hanya akan membantu perjuangan yang benar-benar ditujukan untuk membebaskan rakyat dari tindasan kaum penjajah.

Bagaimanapun juga, harus diakuinya bahwa Kaisar Kiang Liong yang sekarang ini masih jauh lebih baik dan bijaksana daripada kaisar-kaisar Mancu yang lalu, dan dia tidak dapat membayangkan bagaimana akan jadinya kalau sampai kendali pemerintahan terjatuh ke dalam tangan para datuk sesat yang jahat dan kejam melebihi iblis itu.

Teringat akan masa lalunya, dada yang bidang itu menghembuskan napas panjang. Dia pernah jatuh cinta kepada Can Bi Lan, cinta sepihak, karena akhirnya wanita itu menikah dengan Sim Houw, yang masih keponakannya sendiri biarpun usia Sim Houw lebih tua empat belas tahun darinya, dan semenjak itu dia kembali ke Lembah Naga Siluman dan tidak pernah memasuki dunia ramai. Dia tidak merasa patah hati, bahkan sudah melupakan peristiwa itu. Namun, kegagalan cintanya itu membuat dia malas dan segan untuk mencari jodoh seperti yang selalu dianjurkan kedua orang tuanya.

Sekarang, setelah kembali dia melakukan perjalanan seorang diri, baru dia dapat membayangkan betapa selama ini dia mengecewakan hati ayah bundanya, bahwa membuat mereka berduka dan kecewa merupakan suatu perbuatan yang tidak berbakti.

Pula, kenapa dia seolah-olah menjadi putus asa dan tidak pernah mempunyai keinginan untuk berumah tangga? Ah, siapa tahu, sekali ini Thian akan menunjukkan jalan baginya, akan mempertemukan dia dengan jodohnya, atau mungkin juga dia akan gugur dalam menunaikan tugasnya sebagai seorang pendekar, menyelidiki Tiat-liong-pang. Bagaimana nanti sajalah! Keberuntungan atau kegagalan di masa depan, aku siap menghadapimu, demikian dia menyongsong masa depannya dengan hati lapang dan gagah.

Cu Kun Tek memang keturunan keluarga Cu yang sudah ratusan tahun tinggal di Lembah Naga Siluman sebagai keluarga sakti yang mengasingkan diri. Keluarga Cu ini memiliki ilmu silat keluarga yang sukar dicari bandingannya di dunia persilatan, dan nama besar keluarga Cu sudah dikenal oleh hampir semua tokoh dunia persilatan, baik dari golongan putih maupun golongan hitam.

Dan kini, Cu Kun Tek, keturunan terakhir mereka, mengubah kebiasaan nenek moyangnya, dia keluar dari lembah untuk mencampuri urusan dunia ramai. Tentu saja sebagai seorang pendekar yang selalu membela kebenaran dan keadilan, siap untuk melindungi yang lemah dan tertindas dan menentang yang kuat sewenang-wenang, kalau perlu dengan taruhan nyawa!

Juga diam-diam dia mengharapkan mudah-mudahan sekali ini dia akan bertemu dengan jodohnya karena bagaimanapun juga dia merasa kasihan kepada ayah dan ibunya yang sudah ingin sekali mempunyai seorang mantu dan terutama sekali menimang cucu!

**** 027 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA

 Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
 Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
 Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
 Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
 Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
 Taj Mahal
Taj Mahal India
 Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
 Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
 Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
 Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
 Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
 Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
 Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
 Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
 Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
 Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
 Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
 Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
 Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda

===============================
 Gedung Opera Sydney

 Menara Eiffel Prancis