Ads

Senin, 28 Desember 2015

Suling Naga Jilid 016

Hal ini dirasakan langsung oleh Bi-kwi. Di samping rasa kagetnya, ia juga merasa penasaran sekali. Tadi melawan si nenek, sukar sekali baginya untuk dapat menang dan nenek itu ternyata mampu mengimbanginya. Nenek itu saja ia tidak mampu mengalahkan, dan kini, kakek itu ternyata memiliki kelihaian yang sama sekali tak pernah disangkanya.

Hanya dengan sebuah lengan, kakek itu telah menutup seluruh lubang sehingga ia sama sekali tidak mampu menyerang dengan berhasil, bahkan setiap kali kakek itu membalas, ia bingung dan hampir terkena kalau saja kakek itu tidak menghentikan serangannya di tengah jalan.

Jelaslah bahwa kakek itu sengaja mempermainkannya. Ia, Bi-kwi, dipermainkan seorang kakek tua renta! Padahal ialah orang yang telah mewarisi ilmu-ilmu kesaktian Sam Kwi! Untuk kedua kalinya dalam hidup, ia merasa terpukul lahir batin. Pertama ketika ia melawan Pendekar Suling Naga, dan kedua kalinya sekarang inilah!

Hampir Bi-kwi menangis saking jengkel dan marahnya. Makin penasaran rasa hatinya dan semakin besar harapannya agar tiga orang gurunya berhasil menciptakan sebuah ilmu yang akan dapat dipakai menghadapi lawan-lawan tangguh seperti kakek ini dan Pendekar Suling Naga. Akan tetapi pada saat itu, kemarahan membuat ia lupa diri dan tiba-tiba ia mencabut pedangnya.

“Srattt....!”

Wanita ini jarang mempergunakan pedang karena kedua tangannya saja sudah cukup untuk merobohkan dan membunuh lawan. Tadi kalau si nenek yang tangguh itu terus menyerangnya dengan pedang yang mengerikan itu, tentu iapun akan mengeluarkan pedangnya.

Kini, merasa tidak sanggup menandingi kakek yang luar biasa itu, ia mencabut pedangnya. Padahal, ini hanya untuk gertakan belaka. Dengan pedang di tangan, ia tidak akan menjadi lebih lihai. Bahkan tanpa pedang ia dapat memainkan ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari gurunya. Satu di antara ilmu Iblis Akhirat, yaitu Toat-beng Hui-to, merupakan senjata rahasia pisau terbang yang tidak dapat dilakukannya dengan pedang dan ia masih belum mempersiapkan pisau-pisau yang cocok untuk dipakai dalam ilmu melempar pisau yang dapat terbang membalik itu.

Melihat gadis itu mengeluarkan pedang, Kao Kok Cu mengerutkan alisnya dan barseru nyaring,
“Tak baik main-main dengan senjata! Lepaskan pedang!”

Pada saat itu, Bi-kwi sudah membacokkan pedangnya. Kakek itu menangkis dengan tangan kanan, menyambut begitu saja pedang telanjang itu dengan jari-jari tangannya, dan nampak pundak kirinya bergerak dan tahu-tahu lengan baju kiri yang kosong itu meluncur ke depan dan menotok pinggang Bi-kwi. Bi-kwi mengeluarkan seruan kaget tubuhnya lemas dan pedangnya terpental, terlepas dari tangannya dan ia tak kuat berdiri lagi, lalu jatuh bertekuk lutut!

Bi Lan memandang dengan bengong dan penuh kagum. Ternyata setelah dikehendakinya, kakek itu mampu merobohkan Bi-kwi dan sekaligus membuat pedang terlempar. Bukan main!

Akan tetapi Bi-kwi yang tidak tahu diri menjadi semakin berang sampai mata gelap dan ia lalu meloncat berdiri lagi dan menggunakan tangan untuk menghantam dada kakek itu.

“Desss....!“

Bukan kakek itu yang roboh, melainkan tubuh Bi-kwi yang terjengkang dan terbanting keras sebelum pukulannya mengenai dada, karena kakek itu telah menggerakkan tangan kanannya yang melakukan gerakan mendorong ke depan sehingga tubuh wanita itu diterjang angin pukulan yang amat kuat.

Akan tetapi bantingan ini tidak membuat Bi-kwi menjadi jera. Ia sudah melompat bangun lagi, mukanya menjadi pucat saking marahnya dan sambil mengeluarkan suara melengking, tubuhnya sudah meluncur ke atas dan ke depan, ke arah kakek itu dalam sebuah serangan maut yang amat hebat.

Dalam serangan ini dua buah tangannya menyerang dua bagian tubuh, juga kedua kakinya melakukan tendangan!

“Hemmm....!”

Pendekar Naga Sakti mengeluarkan seruan dari hidungnya dan menggerakkan tangan kanan, disusul lengan baju kirinya yang kosong menyambar ke depan.

“Desss.... brukkk....!”

Tubuh Bi-kwi terbanting lebih keras lagi dan kini agaknya ia merasa pening karena ia merangkak dan tidak dapat segera bangkit.

Bi Lan menjatuhkan diri berlutut di depan Kao Kok Cu.
“Harap suhu suka mengampuni suci Bi-kwi.” Kemudian gadis ini menoleh ke arah sucinya dan membentak. “Suci, engkau tidak tahu siapa yang kau lawan! Beliau adalah Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir! Apakah kau masih berani kurang ajar lagi?”

“Ahh.!“

Bi-kwi terkejut bukan main, merasa seperti disambar halilintar kepalanya. Ia mengangkat muka memandang kakek itu, melihat ke arah lengan baju kiri yang kosong dan iapun teringat. Tentu saja ia pernah mendengar nama besar Pendekar Naga Sakti dari Istana Gurun Pasir, ayah kandung bekas Panglima Kao Cin Liong, nama yang dalam kebesarannya tidak kalah oleh nama Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. Dan ia tadi sudah mati-matian menyerangnya!

“Aihh....!” katanya lagi dan iapun melompat bangun lalu melarikan diri, kembali ke tempat guru-gurunya. Hatinya merasa gentar, juga malu, juga marah dan penasaran.

Setelah Bi-kwi pergi jauh, Kao Kok Cu menarik napas panjang.
“Siancai.... sucimu itu memang lihai dan ilmu kepandaiannya sudah tinggi, agaknya sukar dicari bandingannya untuk waktu ini. Akan tetapi sayang, batinnya tidak semaju lahirnya sehingga ilmu kepandaian itu disalah gunakan untuk mengumbar kejahatan.”

“Akan tetapi sekarang engkau tidak perlu takut lagi menghadapinya, Bi Lan. Engkau sudah melihat tadi betapa Ban-tok Ciang-hoat mampu membendung semua serangannya, dan dengan Sin-liong Ciang-hoat engkau tentu akan mampu membela diri bahkan mengalahkannya,” kata Wan Ceng.






Suami nenek itu menangguk.
“Benar, dalam hal ilmu silat, engkau tidak perlu khawatir karena kemampuanmu sekarang masih dapat diandalkan untuk membela diri dari serangan-serangan sucimu, andaikata ia berniat buruk. Akan tetapi, engkau tidak boleh ikut dengan kami sebelum memperoleh ijin dari guru-gurumu. Sekarang kami akan pergi. Engkau kembalilah ke tempatmu, usahakan agar dapat berdamai dengan sucimu. Kalau engkau sudah tidak melihat jalan lain, tentu saja setiap waktu engkau boleh mencari kami ke Gurun Pasir. Akan tetapi, engkau baru dapat menemukan tempat kami itu kalau engkau lebih dahulu mencari putera kami yang bernama Kao Cin Liong dan yang kini tinggal di kota Pao-teng di sebelah selatan kota raja. Dia berdagang rempah-rempah di sana dan mudah dicari rumah orang yang bernama Kao Cin Liong. Nah, selamat berpisah, Bi Lan. Mudah-mudahan kedamaian dan kebahagiaan akan selalu menyertaimu dalam hidupmu.”

Nenek Wan Ceng merangkul muridnya. Nenek ini sudah merasa sayang sekali kepada murid ini sehingga agak berat rasanya harus berpisah darinya.

“Bi Lan, bawa dirimu baik-baik dan aku masih merasa khawatir atas keselamatanmu. Karena itu, nih kuberi pinjam Ban-tok-kiam kepadamu. Jangan pergunakan ini kalau tidak terpaksa sekali, dan kelak kau kembalikan kepadaku kalau kau mengunjungi kami di utara.”

Nenek itu menyerahkan pedang yang mengerikan tadi, yang kini tersembunyi didalam sarungnya yang indah.

Sebetulnya, di dalam hatinya Kao Kok Cu tidak setuju isterinya menyerahkan pedang itu kepada Bi Lan. Pedang itu amat berbahaya, dan dapat menimbulkan bencana kalau dipergunakan secara sembarangan. Akan tetapi karena isterinya telah memberikannya, diapun tidak mau mencela.

“Bi Lan, lebih baik engkau sembunyikan pedang itu agar jangan sampai diketahui sucimu dan kalau terpaksa membawanya, sembunyikan di balik baju, karena banyak orang akan berusaha merampasnya kalau mereka tahu akan Ban-tok-kiam itu.” Akhirnya dia memberi nasihat.

“Bi Lan, berhati-hatilah!” Nasihat terakhir Wan Ceng terdengar penuh keharuan.

Bi Lan menjatuhkan dirinya berlutut untuk menghaturkan terima kasih dan hatinya juga merasa berduka sekali harus berpisah dari dua orang gurunya ini. Selama setengah tahun ini berdekatan dengan mereka, ia melihat betapa bedanya watak antara tiga orang gurunya dan sucinya, dibandingkan dengan kakek dan nenek yang halus budi dan berwatak mulia ini.

Akan tetapi tiba-tiba ia mendengar angin menyambar dan ketika ia mengangkat muka memandang, ia hanya melihat bayangan dua orang itu berkelebat dan lenyap dari situ. Ia terkejut dan penuh kagum, termangu-mangu, lalu memberi hormat lagi sambil berlutut,

“Teecu Can Bi Lan takkan melupakan budi kebaikan suhu dan subo.”

Setelah beberapa lama termenung, baru sekarang Bi Lan sadar bahwa sesungguhnya pertemuannya dengan kakek dan nenek itu merupakan suatu peristiwa luar biasa yang telah menyelamatkan nyawanya dari ancaman bahaya maut, bahkan bukan itu saja, melainkan ia kini telah memperoleh bekal, menguasai ilmu-ilmu yang dapat melindungi dirinya dari pada ancaman Bi-kwi.

Gadis ini lalu kembali ke puncak tempat kediaman guru-gurunya dan sebelum menampakkan diri di puncak, ia lebih dahulu menyembunyikan Ban-tok-kiam di dalam jepitan dua buah batu besar yang hanya dikenalnya sendiri, tak jauh dari bawah puncak.

Tentu saja sebelum menyembunyikan pusaka ini, ia lebih dahulu berlari cepat mengelilingi tempat itu dan menyelidiki bahwa tidak ada seorangpun tahu akan perbuatannya itu. Setelah merasa yakin bahwa senjata itu telah disembunyikan di sebuah tempat yang rahasia, ia lalu menenteramkan hatinya agar tenang dan berlari mendaki puncak. Ia sudah siap andaikata sucinya akan menghadang dan menyerangnya. Ia sudah tahu bagaimana harus melawan sucinya dan Ilmu Sin-liong Ciang-hoat tadi ia lihat mampu menundukkan sucinya.

Akan tetapi apa yang dilihatnya di tempat tinggal Sam Kwi amat mengejutkan hatinya, walaupun juga amat menggirangkan. Ia melihat bahwa tiga orang gurunya itu kini telah keluar dari tempat pertapaan mereka dan kini tiga orang kakek itu sudah duduk berdampingan di atas bangku-bangku baru mereka, sedangkan Bi-kwi nampak duduk di atas bangku yang berhadapan dengan mereka.

Melihat dari jauh betapa tiga orang gurunya itu kini sudah nampak tua-tua sekali, hati Bi Lan diliputi keharuan. Biarpun tiga orang kakek itu berjuluk Tiga Iblis, biarpun ia tahu bahwa mereka itu amat kejam dan suka melakukan hal-hal yang jahat, namun bagaimanapun juga, mereka bertiga itu bersikap baik sekali kepadanya, melimpahkan budi yang amat besar kepadanya, maka mana mungkin ia membenci mereka? Tidak sama sekali, ia tidak membenci mereka, bahkan ada rasa sayang dalam hatinya terhadap mereka dan kini melihat betapa mereka sudah nampak tua dan lemah, sudah tujuhpuluh tahun lebih usia mereka, hatinya diliputi keharuan.

Tak dapat kita sangkal lagi, apabila kita mau mempelajari segala macam watak manusia melalui pengamatan terhadap diri sendiri, karena watak masyarakat, watak manusia, watak dunia adalah watak kita juga, akan nampaklah kaitan-kaitannya yang tak terpisahkan dari penilaian dan rasa suka dan tidak suka dengan ke-akuan yang selalu mendambakan kesenangan, sang aku yang selalu mengejar kesenangan. Penilaian akan sesuatu ataupun akan seseorang, baik buruknya, juga tidak terlepas dari pengaruh sang aku.

Betapa baikpun seseorang menurut pendapat orang sedunia sekalipun, kalau si orang baik itu merugikan kita, maka otomatis kita akan berpendapat bahwa orang itu tidak baik dan kita tidak suka kepada orang itu, bahkan membencinya. Sebaliknya, biarpun orang seluruh dunia berpendapat bahwa seseorang amatlah jahatnya kalau si orang itu menguntungkan kita, baik keuntungan lahir maupun batin, maka sukarlah bagi kita untuk berpendapat bahwa dia jahat, sebaliknya kita akan menganggapnya orang yang baik dan kita menyukainya.

Dengan demikian jelaslah bahwa penilaian itu tergantung sepenuhnya dari pada pertimbangan pikiran, dan pertimbangan pikiran ini selalu didalangi oleh si-aku yang senantiasa diboboti oleh untung rugi. Dengan demikian, maka semua penilaian adalah palsu dan bukan merupakan kenyataan sejati.

Karena itu, tidaklah aneh kalau Bi Lan menganggap bahwa tiga orang kakek yang oleh umum dinamakan Tiga Iblis itu sebagai orang-orang yang baik dan disayangnya. Siapakah yang mengatakan bahwa harimau itu buas dan jahat? Tentulah mereka yang merasa terancam keselamatannya oleh binatang itu. Kelompoknya dan anak-anaknya tidak akan menganggap demikian!

Dengan cepat Bi Lan berlari menghampiri mereka dan setelah tiba di depan tiga orang gurunya, iapun menjatuhkan diri berlutut di depan mereka. Sebelum berjumpa dengan Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya, belum pernah Bi Lan memperlihatkan rasa sayang dan hormatnya kepada tiga orang kakek ini, karena memang pendidikan mereka terhadap Bi Lan tidak demikian.

Mereka itu adalah datuk-datuk kaum sesat yang sama sekali tidak pernah perduli tentang segala macam peraturan dan sopan santun sehingga bagi mereka merupakan hal yang biasa saja kalau murid mereka Ciong Siu Kwi atau Bi-kwi selain menjadi murid pertama juga menjadi kekasih mereka!

“Aih, suhu bertiga sudah selesai bertapa? Harap sam-wi suhu berada dalam keadaan baik-baik dan sehat,”

Kata Bi Lan dengan kegembiraan yang wajar karena memang hatinya gembira melihat tiga orang kakek itu nampak sehat walaupun muka mereka agak memucat karena kurang mendapatkan sinar matahari selama berbulan-bulan.

Melihat ulah Bi Lan ini, Sam Kwi memandang heran, termangu dan saling pandang karena belum pernah mereka melihat murid itu demikian sopan.

Akan tetapi Bi-kwi segera menuding ke arah sumoinya dan berkata,
“Inilah pengkhianat itu, suhu! Ia telah berhubungan dengan orang luar, bahkan telah berkhianat mengangkat Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya menjadi gurunya! Bukankah ini merupakan tamparan bagi muka suhu bertiga? Murid pengkhianat ini harus dibunuh sekarang juga untuk membersihkan muka suhu bertiga dari penghinaan!”

Tiga orang kakek itu saling pandang. Tadi mereka keluar dari pertapaan dan yang menyambut mereka adalah Bi-kwi yang segera menceritakan tentang diri Bi Lan atau Siauw-kwi yang katanya berkhianat itu. Kini mereka dengan pandang mata ragu lalu bertanya, diucapkan oleh Im-kan Kwi atau Iblis Akhirat.

“Siauw-kwi, benarkah keterangan Bi-kwi itu? Engkau telah menjadi murid orang-orang lain tanpa seijin kami? Apakah engkau tidak puas menjadi murid kami?“

Mendengar pertanyaan yang nadanya penuh ancaman dari Im-kan Kwi yang biasanya amat sayang kepadanya dan bersikap sebagai kakek sendiri, Bi Lan menarik napas panjang menenangkan hatinya yang terguncang, lalu ia berkata dengan suara tegas karena ia sudah mengambil keputusan untuk melawan tuduhan-tuduhan sucinya dengan membuka rahasia sucinya.

“Sam-wi suhu tentu sudah tahu akan isi hati teecu,”

Kembali tiga orang datuk sesat itu saling pandang karena sikap dan ucapan Bi Lan benar-benar telah berobah, gadis itu nampak halus lembut walaupun sinar matanya memancarkan kegembiraan dan kelincahan yang tadinya tidak pernah mereka lihat. Tiga orang kakek itu benar-benar menyaksikan perobahan yang luar biasa pada diri murid mereka itu.

“Teecu merasa berhutang budi kepada sam-wi, teecu merasa sayang dan kasihan kepada sam-wi dan menganggap sam-wi selain guru juga seperti kakek teecu sendiri. Karena itu, mana mungkin teecu akan menghina dan mengkhianati sam-wi suhu?”

Biarpun hati tiga orang kakek itu sudah mengeras dan membatu, namun karena ada rasa sayang kepada murid ini, hati mereka tersentuh pula oleh pernyataan Bi Lan. Mereka maklum bahwa Bi Lan tidak pernah berbohong, sama sekali tidak boleh disamakan dengan Bi-kwi yang tidak akan ragu-ragu untuk membohongi nenek moyangnya sekalipun! Dan kepalsuan, juga kejahatan dan kekejaman Bi-kwi mereka ketahui benar, bahkan hal itu membuat mereka merasa bangga mempunyai murid seperti itu!

“Akan tetapi, Siauw-kwi, menurut keterangan sucimu engkau telah berpaling kepada orang lain, dan mengangkat guru kepada seorang pendekar dan isterinya,” kata Iblis Mayat Hidup penuh teguran.

“Maaf, suhu bertiga. Tidak dapat teecu sangkal akan hal itu, akan tetapi ada sebabnya mengapa teecu berhubungan dengan mereka. Ketahuilah bahwa pada suatu pagi, enam bulan yang lalu, ketika teecu habis dipukuli dan disiksa oleh suci seperti biasa, teecu diharuskan memenuhi gudang kayu. Teecu pergi mencari kayu seperti biasa dan di dalam hutan itu teecu berjumpa dengan Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir bersama isterinya.

Mereka berdualah yang melihat bahwa teecu keracunan, bahwa kalau tidak diobati, teecu akan menderita dan tewas. Dan semua ini adalah perbuatan suci Bi-kwi! Suhu bertiga telah mewakilkan pendidikan atas diri teecu kepada suci, dan ternyata suci memberi pelajaran yang menyesatkan, sengaja dibalik dan disesatkan sehingga latihan-latihan itu menghimpun hawa beracun dalam tubuh teecu, bahkan mempengaruhi otak sehingga pikiran teecu menjadi bingung dan nyaris gila.

Untung ada mereka berdua yang mengetahui keadaan teecu. Mereka lalu untuk sementara tinggal di hutan itu, khusus untuk mengobati teecu. Karena mereka telah menyelamatkan nyawa teecu, maka tanpa ragu-ragu lagi teecu mengangkat mereka menjadi guru agar teecu menerima latihan-latihan yang dapat mengusir hawa beracun itu. Nah, demikianlah kenyataannya dan terserah kepada keputusan sam-wi suhu,”

Kini tiga orang kakek itu menoleh dan memandang kepada Bi-kwi yang mendengarkan sambil tersenyum-senyum mengejek.

“Huh, anak ini memang tidak mengenal budi!” katanya. “Kalau memang aku tidak pernah memberi pelajaran dengan baik, mana mungkin ia menguasai semua ilmu silat kita, paham dan pandai memainkan Hek-wan Sip-pat-ciang, Pat-hong-twi, Hun-kin Tok-ciang, bahkan Kiam-ciang?”

Kembali tiga orang kakek itu menoleh kepada Bi Lan yang menjawab lantang.
“Teecu sama sekali tidak pernah diajari ilmu-ilmu itu, suhu, melainkan diajar ilmu-ilmu pukulan yang menyesatkan, penggunaan pernapasan yang terbalik, penghimpunan tenaga sin-kang yang sengaja disesatkan sehingga teecu keracunan sendiri. Tidak teecu sangkal bahwa teecu mengenal dan paham akan semua ilmu-ilmu suhu itu, akan tetapi hal itu teecu dapatkan dari menonton kalau suci latihan seorang diri. Dari nonton inilah teecu lalu belajar sendiri, dan terpaksa teecu keluarkan ketika suci menyerang teecu dengan ilmu-ilmu itu untuk membunuh teecu.”

Kembali tiga orang kakek itu saling pandang. Iblis Akhirat lalu bertanya,
“Siauw-kwi, kau maksudkan bahwa hanya dengan nonton sucimu berlatih, engkau sudah dapat menguasai ilmu-ilmu itu?”

“Benar, suhu“

“Benarkah demikian, Bi-kwi?” tanya pula Iblis Akhirat.

“Bohong! Mana mungkin hanya nonton orang bersilat lalu dapat menguasai ilmu silat itu? Ia bohong, suhu!” bantah Bi-kwi.

Kini Raja Iblis Hitam bangkit dan dia berkata
“Perlu dibuktikan kebenaran omongan kalian. Nah Bi-kwi dan Siauw-kwi, aku memiliki sebuah ilmu silat yang belum pernah kuajarkan kepada siapapun juga. Kalian lihat baik-baik, aku akan memainkan ilmu silat itu, akan berlatih dan menghabiskan tiga belas jurus ilmu itu. Ingin kulihat siapa di antara kalian yang dapat menguasainya hanya dengan nonton.”

Setelah berkata demikian, kakek yang tinggi besar seperti raksasa ini lalu bersilat, gerakannya aneh dan mengandung tenaga sampai menimbulkan angin menderu-deru. Bi-kwi dan Bi Lan segera memperhatikan gerakan-gerakan itu. Memanq, sejak ia keracunan, terjadi perobahan pada otak Bi Lan dan ia kini memiliki ingatan yang luar biasa tajamnya. Setelah selesai memainkan tiga belas jurus ilmu silat aneh yang selamanya belum pernah dilihat oleh dua orang murid itu, Raja Iblis Hitam lalu bertanya

“Siauw-kwi, coba kau mainkan jurus-jurus ilmu silatku tadi.”

Bi Lan lalu bangkit berdiri, kedua matanya setengah terpejam karena ia memusatkan ingatannya untuk melihat gambaran-gambaran dari jurus-jurus tadi yang dicatat dalam ingatannya, dan kaki tangannya bergerak-gerak.

Tiga orang kakek itu menonton dan mereka terbelalak kagum melihat betapa Bi Lan benar-benar dapat menirukan semua gerakan Raja Iblis Hitam. Bahkan si pemilik ilmu ini sendiri menjadi bengong. Memang benar bahwa gerakan itu belum sempurna benar, akan tetapi jelas bahwa Bi Lan mampu memainkan tiga belas jurus ilmu silat itu, dan kalau gadis itu diberi kesempatan nonton dia berlatih silat sampai tiga empat kali saja, bukan hal mustahil kalau Bi Lan sudah akan dapat memainkannya dengan baik!

“Sekarang kau, Bi-kwi,” kata pula Raja Iblis Hitam setelah Bi Lan menghentikan permainannya.

Bi-kwi mengerutkan alisnya, mengingat-ingat, akan tetapi baru bergerak sebanyak tiga jurus saja, ia sudah lupa lagi akan gerakan jurus-jurus selanjutnya. Ia hanya mampu mengingat tiga jurus, itu saja mengandung kesalahan-kesalahan yang amat besar!

“Aih, suhu berat sebelah! Tentu dulu pernah melatih sumoi dengan ilmu silat itu!” ia merajuk.

Hek-kwi-ong tertawa bergelak dan memandang dua orang rekannya,
“Siauw-kwi tidak berbohong. Mungkin saja ia mempelajari ilmu-ilmu kita dengan cara nonton sucinya berlatih.”

Ucapan ini saja sudah cukup bagi dua orang kakek yang lain.
“Bi-kwi,” kata Im-kan Kwi Si Iblis Akhirat, “kenapa engkau menyesatkan pelajaran silat kepada sumoimu? Engkau yang membohong bukan Siauw-kwi!”

Tiba-tiba Bi-kwi tertawa terkekeh dan memandang kepada tiga orang kakek itu dengan sikap genit.

“Perlukah suhu bertanya lagi? Tentu saja anak ini tidak becus membohong! Mana ia mampu meniru kebiasaan kita? Memang aku telah membohong. Aku iri hati kepadanya, karena ia cantik dan semakin manis saja. Aku sengaja menyelewengkan ajaran-ajaran silat itu agar ia berlatih secara keliru dan menghimpun hawa beracun di tubuhnya, agar ia mati perlahan-lahan tanpa suhu ketahui. Hi-hik, usahaku itu sudah berjalan dengan amat baiknya. Sialan, muncul pendekar brengsek dari Gurun Pasir itu yang menggagalkan segala-galanya. Akan tetapi, bagaimanapun juga, aku selalu setia kepada suhu bertiga, sedangkan sumoi ini diam-diam telah berguru kepada orang lain. Bukankah ini merupakan penghinaan bagi suhu bertiga?”

Tiga orang kakek itu kini tertawa.
”Ha-ha-ha, engkau memang murid yang baik dan membuat kami bangga! Kamu cerdik dan licik, sayang kurang beruntung sehingga gagal, Bi-kwi! Akan tetapi engkaupun murid yang sukar didapat, Siauw-kwi. Engkau berbakat sekali!”

Mendengar tiga orang gurunya memuji-muji sucinya sebagai cerdik itu, Bi Lan tidak merasa heran. Memang tiga orang suhunya ini orang-orang yang aneh, dan mungkin saja di dunia mereka, kecurangan dan kelicikan merupakan hal yang patut dibanggakan!

Sebaliknya, Bi-kwi merasa tidak senang karena merekapun memuji-muji Bi Lan.
“Sekarang suhu bertiga memilih saja, berat aku ataukah berat sumoi!” Ia menantang.

“Wah, berat semua, berat keduanya! ” Tiga orang kakek itu berkata hampir berbareng.

“Bi-kwi, jangan engkau berpendapat demikian!” Tiba-tiba Iblis Akhirat berkata. ”Ingat, tugasmu masih banyak dan berat dan engkau membutuhkan bantuan sumoimu ini. Seorang diri saja, mana kau mampu? Dan kami sudah tua. Apa artinya kami bersusah payah mendidik kalian kalau akhirnya kalian tidak mampu membuat sedikit jasa sedikitpun untuk kami? Kami selama setahun bertapa dan dengan susah payah mempersatukan diri menciptakan serangkaian ilmu silat dan kami akan mengajarkan kepada kalian agar kalian dapat bekerja sama melaksanakan tugas.”

Bi-kwi girang sekali mendengar ini dan lupalah ia akan rasa iri hati dan kebenciannya terhadap Bi Lan.

”Ah, lekaslah ajarkan ilmu itu kepadaku, suhu!”

Bi Lan hanya memandang saja. Sedikitpun ia tidak ingin mempelajari ilmu baru itu karena ilmu itu diajarkan hanya untuk ditukar dengan pelaksanaan tugas. Padahal, sebagai murid yang baik, tanpa diberi pelajaran ilmu baru sekalipun, ia siap untuk membalas budi guru-gurunya melaksanakan tugas yang betapa sukarnya sekalipun.

“Nah, kalian harus berdamai. Bi-kwi, engkau tidak boleh memusuhi sumoimu lagi. Mulai saat ini kalian harus bekerja sama, sumoimu akan menjadi pembantu yang boleh diandalkan,” kata pula Iblis Akhirat.

Bi-kwi adalah seorang yang luar biasa cerdik dan curangnya. Ia tidak melihat keuntungan kalau memusuhi sumoinya, dan memang benar, setelah sumoinya kini ternyata memiliki kepandaian yang cukup tinggi, dapat merupakan seorang pembantu yang amat baik.

”Baiklah. suhu. Sumoi, kita lupakan semua yang pernah terjadi dan mulai saat ini, kau jadilah seorang sumoi yang baik.”

Bi Lan tersenyum, akan tetapi ia tidak membantah, hanya berkata,
”Baik, suci. Asalkan engkaupun menjadi suci yang baik dan tidak menggangguku lagi.”

Bi-kwi mengangkat alisnya seperti orang terkejut.
”Eh, sejak kapan aku menjadi suci yang tidak baik? Coba ingat, kalau tidak ada ulahku, apakah engkau kini mampu menjadi orang pandai dan akan menerima pelajaran ilmu baru dari suhu-suhu kita?”

Kembali Bi Lan tersenyum. Memang keluarga suhu-suhunya itu orang-orang yang aneh sekali dan ia sendiri tidak tahu apa yang baik dan tidak baik bagi mereka. Kalau dipikirkan, memang ada benarnya juga ucapan Bi-kwi. Kalau sucinya itu tidak berbuat sejahat itu, tentu ia tidak akan bertemu dengan Pendekar Naga Sakti dan ia hanya akan menjadi sumoi dari Bi-kwi dengan kepandaian yang tentu saja jauh di bawah sucinya itu.

Melihat keduanya sudah akur, tiga orang kakek itu merasa gembira.
”Nah, kini kalian harus berlutut dan mengucapkan janji dan sumpah bahwa setelah mempelajari ilmu baru dari kami, kalian akan melaksanakan tugas dengan baik. Tugas pertama merampas kembali Liong-siauw-kiam (Pedang Suling Naga) yang terjatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Tugas ke dua, kalian harus mewakili kami dan mengangkat diri menjadi beng-cu di antara kaum kita, dan untuk itu kalian boleh mengumpulkan bala bantuan, terutama dari Ang-i Mo-pang seperti yang pernah dilakukan oleh Bi-kwi. Setelah dapat merampas pusaka Pedang Suling Naga dan merampas kedudukan beng-cu, barulah tugas-tugas lain menyusul. Bagaimana, sanggupkah kalian dan berani berjanji dengan sumpah?”

Bi-kwi dan Bi Lan sudah berlutut, dan Bi-kwi tanpa ragu-ragu lagi berkata,
”Aku berjanji dan bersumpah untuk melaksanakan semua perintah suhu bertiga!”

“Aku berjanji akan membantu suci, terutama untuk merampas kembali pusaka Liong-siauw-kiam untuk kupersembahkan kepada ketiga suhu Sam Kwi,” kata Bi Lan.

Ia tidak tertarik dengan urusan perebutan kedudukan beng-cu, akan tetapi ia sudah mendengar dari suhu-suhunya ini, juga dari sucinya, tentang pedang pusaka yang tadinya milik susiok dari Sam Kwi dan yang kini terjatuh ke tangan orang lain.

Agaknya Sam Kwi sudah merasa puas dengan janji-janji itu dan mereka lalu mengajak kedua orang murid itu ke tengah lapangan rumput.

”Kalian ingat baik-baik,” sebagai juru bicara Sam Kwi, Iblis Akhirat berkata menerangkan, ”ilmu silat yang akan kami ajarkan ini adalah ciptaan kami bertiga selama bertapa setahun lebih dan telah kami kerjakan dengan susah payah. Ilmu ini merupakan inti dari pada ilmu-ilmu kami bertiga, digabungkan menjadi satu. Ada bagian-bagian dari ilmu kami termasuk di dalamnya, dirangkai menjadi tiga belas jurus ilmu silat yang ampuh sekali dan kami kira tidak ada bandingnya di dunia persilatan ini. Karena kami bertiga yang mencipta, maka ilmu silat ini kami namakan Sam Kwi Cap-sha-kun. Namanya sederhana, bukan? Akan tetapi keampuhannya hebat!”

Biarpun namanya sederhana dan ilmu itu hanya terdiri dari tigabelas jurus, akan tetapi kenyataannya tidak mudah untuk dipelajari. Tiga orang kakek iblis itu seorang demi seorang lalu mengajarkan ilmu silat tigabelas jurus, masing-masing ilmu silat itu memiliki dasar gerakan kaki yang sama, akan tetapi memiliki kembangan-kembangan yang berbeda.